Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Tim dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD ITB) membuat Dent-In yang berfungsi untuk melindungi para dokter gigi di ruang praktik saat pandemi Covid-19. “Keahlian yang dimiliki para staf dapat dimobilisasi untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Dekan FTMD ITB Tata Cipta Dirgantara, Jumat 4 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prinsip kerja alat Dent-In, singkatan dari Dental Indonesia itu adalah menghisap aerosol atau partikel halus yang melayang di udara. Partikel itu berpotensi menularkan Covid-19, baik dari lingkungan sekitar maupun pasien di ruang praktik saat mulutnya terbuka untuk diperiksa maupun mendapat tindakan. “Kami mengerjakan bareng dengan dokter gigi untuk mendengar pendapatnya,” ujar Tata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, semangat gotong royong di kalangan akademisi muncul untuk mengatasi masalah di masa pandemi Covid-19. Selain melibatkan dokter gigi, ITB mengerahkan dosen dan peneliti dengan spesialisasi desain mekanik, struktur, aerodinamika pesawat, biomekanik, dan akustik. Sebuah dari tiga jenis Dent-In diserahkan ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada Jumat.
Dari laman ITB, Dent-In bekerja melalui beberapa tahap. Pengisapan dilakukan oleh vacuum blower yang menghisap udara di sekitar mulut pasien melalui nozzle cup. Lalu udara tersebut dialirkan pada ruangan yang berisi filter HEPA (high-efficiency particulate air) untuk melakukan penyaringan partikel.
Filter HEPA yang digunakan adalah jenis HEPA H14 yang memiliki efektivitas penyaringan sebesar 99,99 persen. Udara yang telah melalui filter kemudian masuk ke vacuum blower dan keluar ruangan dengan disinari oleh sinar ultraviolet. Penyinaran bertujuan untuk sterilisasi di dalam alat untuk keluar menjadi udara bersih.
Tim menambahkan semacam tudung dari plastik transparan sebagai tambahan pelindung ketika dokter gigi menangani pasiennya. Ketua tim Satrio Wicaksono mengatakan tudung pelindung itu jadi unggulan dibandingkan alat serupa hasil impor yang jumlahnya masih sedikit dan harganya mahal. Pengembangan dua purwarupa alat sejenis kini masih berlangsung.
CATATAN KOREKSI: Artikel ini diubah pada hari Minggu tanggal 6 Juni 2021 jam 08.03 WIB karena kekeliruan judul. Dengan demikian kesalahan telah diperbaiki. Redaksi mohon maaf.