DI pabrik mobil Volkswagen, Jerman Barat, sedang berjalan
revolusi diam-diam. Setelah didahului oleh Honda dari Jepang
yang lebih dulu membuat mobil yang irit bensin - dalam bentuk
Honda CVCC alias Civic kini maskapai raksasa Jerman itu
bereksperimen dengan methanol. Khususnya campuran bensindan 15%
methanol sebagai bahan bakar jenis-jenis VW Rabbit, Van, Audi
100 dan Scirocco.
Tahun lalu, 45 mobil VW dengan bahan bakar bensin-metanol itu
berhasil menempuh perjalanan sejauh 1,5 juta kilometer sampai ke
lingkaran Kutub Utara di Swedia, dalam waktu 16 bulan. Ternyata
bahan bakar baru itu hanya menghemat enerji sebanyak 3%
dibanding bensin biasa. Tapi dengan adanya campuran metanol itu,
ongkos bahan bakarnya jauh lebih murah. Sehingga diperhitungkan,
penghematan bensin mulai tahun 1994 akan mencapai 2,4 juta
metric ton setahun. Itu setelah campuran bensin-metanol itu
dapat mulai diintrodusir tahun 1982. Baru 12 tahun kemudian
diperkirakan dapat diterima umum. Baik oleh p abrikan mobil,
maupun konsumennya.
Tapi ada yang lebih penting dari pada sekedar penghematan
bensin. Yakni pengurangan polusina. Campuran bensin-metanol
itu, mengurangi pembuangan gas carbon-mono-oxide (CO) sebanyak
50%, sedang polusi hidrokarbon dikurangi sebanyak 30%.
Dari segi penyediaan bahan bakar pun, riset Volkswagen yang
ditunjang oleh Kementerian Teknologi & Penelitian RFJ dengan
biaya sebanyak 41 juta DM ini penting artinya. Sebab metanol,
yang rumus kimianya CH3OH, dapat diperoleh dari sumber alam yang
tak dapat diperbaharui (non-renewable nafural resources), tapi
juga dapat dihasilkan dari sumber-sumber nabati dan hewani yang
dapat diperbaharui.
Gas alam adalah salah satu bahan baku pembuatan metanol yang
masih berlimpah-ruah. Baik dengan cara oksidasi gas alam yang
kaya gas methane (CH4), maupun dengan cara mengkukus gas alam
yang kaya zat asam arang (CO2) - seperti yang dihasilkan
kontraktor Italia, Agip di laut Natuna dengan katalisator oksida
seng atau oksida chroom.
Pemanfaatan metanol untuk campuran bahan bakar moba ini berarti
revolusi dalam kegunaan gas alam pula. Kini gas dari kerak bumi
ini hanya digunakan untuk sumber enerji bukan transpor, misalnya
untuk memasak dan penerangan. Buat Indonesia, yang tiap tahun
membakar percuma 3,5 juta ton gas iring yang keluar dari
sumur-sumur minyak lepas pantai, potensi gas iring sebagai bahan
bakar mobil metanol ini tentu besar artinya. Belum lagi
sumur-sumur gas alam bebas seperti di Kalimantan Timur, Aceh dan
perairan Timor Timur.
Tahi Ternak Di Indonesia
Tapi bagaimana dengan negara yang tidak punya cadangan gas alam?
Buat mereka, batubara bisa merupakan bahan baku gas metana (25 -
30%). Tapi sayang sekali tidak sekaya kandungan metana dalam gas
alam (75 - 95%). Metana itu pada gilirannya harus dibakar lagi
dengan oksigen yang cuma-cuma dalam udara menjadi cairan metanol
yang juga dikenal sebagai alkohol. Namun buat negeri-negeri yang
sama sekali tidak memiliki bahan bakar fosil -- minyak, gas dan
batubara - sumber-sumber hidup juga bisa dimanfaatkan untuk
membuat gas metana atau sekaligus metanol.
Kotoran ternak misalnya, melalui proses pengendapan dan
penampungan yang sederhana dalam tanki air dapat menghasilkan
gas metana, seperti telah dibuktikan di India dan Indonesia.
Di Pilipina -- yang sangat tergantung pada ekspor gula tebunya
--malah sudah diadakan eksperimen bagaimana memproses tetes tebu
menjadi metanol untuk bahan bakar transpor. Jika begitu terus,
bisa oleng juga OPEC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini