Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenazah 15 warga yang seluruh tubuhnya trbakar itu ditemukan di salah satu ladang di Desa Suka Meriah, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Desa ini berada dalam daerah bahaya atau zona merah dari Gunung Sinabung yang Sabtu siang lalu meletus kembali. Erupsi tersebut yang terbesar dalam empat bulan terakhir.
"Pemerintah akan merelokasi warga dari lima desa yang berada dalam radius 0-3 kilometer," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho kemarin. Selain Suka Meriah, empat desa lain adalah Simacem, Bekerah, Sigarang-garang, dan Sukanalu.
Sutopo menjelaskan, daerah bahaya Sinabung pada radius 3-5 kilometer. Leleran awan panas yang menewaskan 15 orang itu masih mengarah ke selatan-tenggara gunung dengan jarak hingga 4.500 meter. Awan panas atau volcano-pyroclastic flow merupakan istilah untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, dan pasir dalam suatu massa gas vulkanik panas.
Aliran turbulen tersebut tampak seperti awan bergulung-gulung atau menyerupai domba-domba yang menyusuri lereng. Karena itu, penduduk sekitar Gunung Merapi, Yogyakarta, menyebutnya sebagai wedhus gembel. Awan panas inilah yang menewaskan Mbah Marijan dan sejumlah warga lainnya di kediamannya di Dusun Kinahrejo, sekitar 4,5 kilometer dari puncak Merapi pada 27 Oktober 2010.
Aliran mematikan itu keluar ketika aktivitas di dapur magma meningkat dan menekan ke atas. Hal ini merujuk pada hukum fisika, di mana benda panas yang berada di sekeliling benda yang relatif lebih dingin cenderung terdorong. Magma yang mempunyai suhu di atas 700 derajat Celsius bermigrasi secara vertikal melalui celah lapisan batuan yang akhirnya masuk ke kantong yang ada di atasnya.
Para ahli mencatat, Gunung Merapi memiliki dua kantong magma, masing-masing di kedalaman di atas 30 kilometer dan di bawah 5 kilometer di dari puncak. Kantong-kantong ini mendapat pasokan magma dari dapur magma yang terletak jauh di bawah permukaan di kedalaman di atas 60 kilometer. Migrasi fluida magma ini tidak pernah berhenti.
Apabila kantong bagian atas sudah kosong karena letusan, kantong tersebut akan menunggu pasokan berikutnya dari bawah. "Waktu pengisian dari kantong bagian bawah hingga ke atas di Gunung Merapi memerlukan waktu relatif, antara 4 hingga 5 tahun," tulis S.R. Wittiri, ahli ilmu kebumian, dalam artikelnya di Warta Geologi, Maret 2010.
Karena itu, setiap periode tersebut, Gunung Merapi, yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, selalu beraksi. Bagaimana dengan Gunung Sinabung? "Kita tidak punya sejarah apa-apa soal gunung ini. Masih remang-remang. Berbeda dengan Gunung Merapi, di mana kita bisa memprediksinya," kata I Gusti Bagus Eddy Sucipta, ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung. Menurut dia, langkah paling tepat saat ini adalah dengan melihat intensitas kegempaan, posisi magma, dan posisi kubah lava di Sinabung.
Sinabung memang gunung yang sebelumnya dianggap mati atau tidak aktif. Letusan terakhir terjadi pada 800 Masehi. Karena itu, Badan Geologi menempatkannya sebagai gunung bertipe B atau gunung api yang tidak mempunyai karakter meletus secara magmatik. Berdasarkan prioritas ancaman, gunung tipe B tidak dipantau secara rutin, berbeda dengan tipe A, seperti Merapi, Semeru, Dieng, dan Bromo.
Namun, pada 29 Agustus 2010, Gunung Sinabung yang memiliki ketinggian 2.460 meter tiba-tiba meletus. Erupsi itu berlangsung hingga 7 September 2010. Setelah itu, aktivitas gunung berhenti dan aktif kembali pada 15 September 2013 hingga saat ini. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhamad Hendrasto, mengungkapkan, aktivitas Sinabung kali ini hampir identik dengan letusan gunung terakhir, yaitu pada 800 Masehi. "Gadis cantik yang tidur 1.200 tahun itu sudah mulai menampakkan diri," kata dia tiga pekan lalu.
Hendrasto menuturkan, umur letusan terakhir gunung itu diperoleh dari pengukuran umur batuan fosil sisa pepohonan yang terbakar. Hasil penelitian struktur kimia batuan letusan Sinabung saat ini komposisinya nyaris identik dengan komposisi kimia sisa letusan 1.200 tahun lalu di gunung itu. Menurut dia, dari jejak letusan 1.200 tahun lalu itu, erupsi Sinabung tidak disertai dengan letusan hebat.
Letusan tahun 800 Masehi itu hanya menghasilkan awan panas guguran tanpa disertai letusan besar. Arahnya awan panas gugurannya pun nyaris sama, ke tenggara. Letusan freatik gunung itu pada 2010 dan 23 November 2013 muncul letusan magmatis. Wedhus gembel yang sama kini berulah kembali dan menewaskan penduduk yang mendekati zona bahaya, yang oleh Badan Geologi ditetapkan dalam radius 7 kilometer.MRI MAHBUB | LINDA TRIANITA |AHMAD FIKRI | SAHAT SIMATUPANG [MEDAN]
Proses terbentuknya adonan:
1. Magma di dasar yang suhunya 700 derajat Celsius mendesak ke atas.
2. Magma dekat puncak penuh dan mendesak tutup kubah.
3. Pembongkaran batuan penutup.
4. Terjadi guguran batuan dan tercampur magma.
5. Tercipta adonan yang meluncur ke bawah, terlihat seperti ombak debu.
6. Material adonan itu adalah awan panas dan piroklastik.
Warga lereng Gunung Merapi menyebutnya wedhus gembel, menyerupai bulu domba.
Terbentuknya Adonan
Kantong atau dapur magma di dasar-lebih dari 30 kilometer
Kantong magma dekat puncak-kurang dari 5 kilometer
Kubah
Ketinggian awan panas: mencapai 3 kilometer
Suhu: mencapai 700 derajat Celsius
Jangkauan: bisa puluhan kilometer dari kubah
Piroklastik: bongkah, krakal, krikil, pasir, dan debu
Awan panas: pasir, debu, abu
Prosesnya:
* Magma di dasar yang suhunya > 700 derajat Celsius mendesak ke atas
* Magma dekat puncak penuh dan mendesak tutup kubah
* Pembongkaran batuan penutup
* Terjadi guguran batuan dan tercampur magma
* Tercipta adonan yang meluncur ke bawah, terlihat seperti ombak debu
* Material adonan itu adalah awan panas dan piroklastik
* Warga lereng Gunung Merapi menyebutnya wedhus gembel, menyerupai bulu domba
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo