Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ancaman teknologi industri

Apitindo (asosiasi perusahaan inspeksi teknik indonesia) mengadakan seminar, tentang sistem pengawasan industri. bank dunia merencanakan, pengawasan industri ini menjadi syarat pemberian kredit. (ilt)

14 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KILANG gas alam cair (LNG), bejana yang bertekanan tinggi, di Bontang, Kalimantan Timur, meledak pada 1983. Pengilangan minyak di Cilacap terbakar pada tahun yang sama, dan terulang setahun kemudian. Ketel uap bersuhu tinggi milik Pabrik Pupuk Kaltim, di Bontang juga, meledak tahun ini. Masih di tahun 1985, pipa pembuangan amoniak perusahaan pendinginan udang di Teluk Nibung, Sumatera Utara, juga meledak. Kecelakaan-kecelakaan itu memang belum separah Tragedi Bhopal, India, bocornya pipa gas beracun yang menelan korban 2.500 mati dan ribuan lainnya cacat, tapi cukup mengkhawatirkan. Karena memburu kualitas dan faktor-faktor ekonomi, teknologi itu makin berani bermain dengan faktor risiko. Maka, kecelakaan kerap terjadi. Karena itu, 16 Desember ini, Apitindo (Asosiasi Perusahaan Inspeksi Teknik Indonesia) mengadakan seminar untuk membicarakan kemungkinan penggarisan sistem pengawasan industri secara lebih ketat. Seminar berjudul "Menuju Pembangunan Industri yang Aman" itu diselenggarakan di Hotel Mandarin, Jakarta. Usaha mengetatkan sistem pengawasan ini merupakan suatu kelanjutan ikhtiar yang sudah dirintis sejumlah negara maju. Tahun lalu, MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) menerbitkan buku petunjuk yang berisi instruksi tentang cara pengawasan teknologi dan kegiatan industri. Antara lain, pengawasan khusus turbin-turbin yang menggunakan bahan-bahan berbahaya, seperti pembuangan energi nuklir. Februari tahun ini, Bank Dunia mengikuti langkah itu dan mulai menyusun rancangan konsep pengawasan yang sama. Di masa mendatang, Bank Dunia merencanakan akan mengaitkan persyaratan pengawasan ini dengan pemberian kredit. Khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Benyamin Idris, Ketua I Apitindo, penyelenggara seminar, menekankan bahwa bahaya teknologi industri itu memang lebih terasa di negara-negara berkembang. Selain kemungkinan terjadinya kelalaian manusia (human error) sangat besar, sistem pengawasan juga sangat lemah. "Kendurnya peraturan tersebut memberi peluang kepada para industriwan untuk menggunakan rejected materials di Indonesia," tutur Benyamin tandas. Masalahnya, standar kualitas material memang tidak jelas. Maka, seminar selain merupakan antisipasi dari langkah Bank Dunia, diharapkan pula bisa membuahkan konsepsi kongkret perihal sistem pengawasan teknologi industri. Ini tentunya usaha besar. Seluruh sistem inspeksi yang kini sudah ada harus ditinjau kembali. Misalnya, dasar-dasar konsultasi pada tahap desain. Lalu pemeriksaan teknik perlengkapan industri yang digunakan. Tahap pemasangan instalasi, dan akhirnya sejumlah tes untuk mengukur tingkat kerusakan peralatan dan instalasi akibat korosi, seperti tes radiografi dan tes ultrasonik. Menurut Benyamin, usaha mengamankan industri di Indonesia sebenarnya sudah baik. Terbukti dengan adanya sejumlah perusahaan inspeksi, yang diminta, misalnya, oleh bank atau perusahaan asuransi untuk mengawasi kelayakan suatu industri. Di beberapa sektor, menurut Benyamin lagi, pengawasan malah sudah cukup ketat. Misalnya, di sektor minyak dan gas bumi. "Melalui peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, peraturan sudah relatif baik dan terinci," ujar Ketua Apitindo itu. Namun, di sektor lain, banyak peraturan masih mengambang. Konsepsinya sudah ada, tapi petunjuk pelaksanaannya belum ditetapkan. Umpamanya, ketetapan untuk pengawasan industri semen dan petrokimia. Keduanya mungkin akan banyak mendapat masukan dari seminar. "Dalam kemajuan industri," tulis B.B. Girling, seorang ahli yang jadi pembicara seminar, "ketetapan pemerintah umumnya muncul setelah terjadi berbagai kecelakaan yang sangat merugikan masyarakat." Pola ini, menurut Girling, sudah harus ditinggalkan. Sistem pengawasan teknologi industri harus mampu melihat ke depan. J.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus