Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arkeolog Universitas Indonesia, Dr Ali Akbar yang memimpin ekskavasi Kapal Zabag di Desa Lambur I, Kecamatan Muara Sabak Timur, Tanjangjabung Timur, Jambi, berhasil menemukan situs galangan kapal yang diduga tertua di Asia Tenggara.
Saat ini tim Arkeologi UI yang diminta oleh Bupati Tanjungjabung Timur, Romi Hariyanto untuk menguak misteri situs-situs kuno di daerah Sabak.
Lokasi situs adalah galangan kapal. Bukti-bukti sementara adalah posisi kapal yang terparkir dan ada kayu bulat berada di bawah geladak. Beberapa bagian juga terpisah, seperti posisi gadingnya terpisah dan dugaan sementara situs Kapal Zabag adalah tempat pembuatan atau perbaikan kapal.
"Sejauh pengetahuan saya, di Nusantara belum pernah ditemukan galangan kapal kuno dan baru hanya ada di Sabak," kata Ali Akbar, Senin, 26 Agustus 2019..
Dia menduga, berdasarkan bentuknya, kapal-kapal tua yang ditemukan di Malaysia, Filipina, Palembang, Rembang dan Cirebon diproduksi di Sabak. Namun ini masih kesimpulan sementara.
Ali Akbar beserta tim melakukan penelitian di situs Kapal Zabag. Observasi awal dimulai sejak April 2018 dilanjutkan pada 7 Agustus 2019 berupa ekskavasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ali Akbar yang dikenal kontroversial karena penelitiannya di situs Gunung Padang ini pun melibatkan mahasiswa Universitas Jambi dan masyarakat setempat untuk melakukan ekskavasi.
Kemarau panjang masih melanda Kabupaten Tanjungjabung Timur (Tanjab Timur), Provinsi Jambi. Cuaca panas yang mencapai 31 derajat celcius menemani arkeolog dan 10 petugas ekskavasi dalam melakukan ekskavasi Perahu Kuno, yang kini lebih dikenal sebagai Kapal Zabag.
"Konsepnya adalah bagaimana semua terlibat. Terutama masyarakat di dekat situs. Bukan hanya ilmu pengetahuan yang didapat, tetapi masyarakat setempat juga mendapat dampak positif lainnya,” kata Ali Akbar.
Ali Akbar memulai penggalian 7 Agustus 2019. Hingga kini proses ekskavasi sudah mencapai hampir 35 persen. Sebagian bentuk fisik kapal kuno sudah terlihat. Papan-papan kapal, pasak kayu, tali ijuk, gading dan gerabah tanah ditemukan di lokasi situs. Banyak hal menarik yang ditemukan oleh Ali Akbar.
"Di situs kapal Zabag banyak hal menarik. Ada hal-hal yang belum ditemukan di Nusantara dan Asia Tenggara sejauh pengetahuan saya,” kata Ali.
Menurut dia, sejak 1997 situs ini sudah dinyatakan sebagai peninggalan arkeologi penting. Karena kondisinya cukup rapuh, maka situs ditutup kembali. Menurut Ali, hasil sementara ekskavasi di sisi utara ditemukan ada tujuh papan. Menariknya papan-papan itu disambung dengan pasak kayu dan diikat ijuk (tali) berwarna hitam. Bentuk yang sama juga ditemukan di sebelahnya.
Teknik pasak kayu dan tali ijuk dikenal sebagai teknik Asia Tenggara. Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Nusantara sudah membuat kapal dengan teknik ini di abad ke-3. Salah satu contoh temuan di Palembang, Rembang dan Cirebon. Ada juga temuan kapal kuno di Ponti, Malaysia sudah menggunakan teknik ini. Begitu juga di Filipina abad 13-14 Masehi.
Dia menceritakan, temuan kapal karam di dasar laut Cirebon diperkirakan abad ke-10 menggunakan teknik yang sama. Sama juga seperti di Rembang kapal abad ke-8 menggunakan teknik sama. Namun untuk Kapal Zabag, Ali Akbar belum bisa memastikan usianya.
"Kita belum tahu usianya berapa, tetapi sampel kayunya sudah kita bawa ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan kira-kira kapal Zabag rentang waktunya abad ke-3 sampai 14 Masehi," kata Ali Akbar.
Soal ukuran, ia memperkirakan lebarnya mencapai 5.5 meter. Dilihat dari ukurannya tidak masuk kategori perahu, tetapi kapal. Bahkan kapal besar. Pendapat ini pun diperkuat oleh Prof. Chiara Nazarro, arkeolog maritim dari Italia. Dia menduga Kapal Zabag ini adalah kapal besar.
Kata dia dilihat dari kayu dan ketebalan papan, Kapal Zabag berukuran besar. Lebih besar dari Kapal Pinisi. Nazarro mengungkap teknologi kapalnya hampir sama seperti Pinisi.
Nazarro mengaku sangat tertarik dengan situs Kapal Zabag ini dan sangat tertarik untuk menelitinya lebih dalam.
Nazarro datang sendiri ke Lambur, Tanjab Timur tanpa diundang oleh Pemkab Tanjab Timur. Ia saat ini sedang melakukan penelitian Kapal Pinisi bersama Ali Akbar. Mendapat kabar tentang Kapal Zabag dari Ali Akbar, dia langsung mengunjungi Lambur sekaligus berwisata.
Profesor arkeologi dari Universitas Naple L’Orientale ini membandingkan dengan kapal-kapal tradisional kuno hasil penelitiannya di Mesir dan Afrika. "Ini kapal besar. Unik dan ada hal yang sangar menarik,” katanya.
Menurut Abe, panggilan Ali AKbar, bentuk fisik yang nampak saat ini diperkirakan adalah geladak kapal, haluan dan buritan. Kata dia dia, di sekitar lokasi sebelah timur ada lagi seperti ujung perahu. Jaraknya sekitar 24 meter. Tetapi terlalu besar untuk ukuran perahu jaman dulu. Ada kemungkinan bukan dari satu perahu yang sama.
Hingga kini, lunas kapal belum ditemukan dan hanya perkiraan dak kapal yang baru ditemukan namun tidak ditemukan kulitnya dan justru yang ditemukan kayu besar melintang. Bentuknya beda dengan teknologi perkapalan yang kita kenal. Biasanya di dekat kapal ditemukan macam-macam benda. "Kita menemukan pecahan-pecahan tembikar yang cukup tua, dan pecahan keramik," kata Ali.
Posisi kapal ini menurut Abe bukan karam, tetapi sedang parkir untuk diperbaiki dan kalau kapal karam biasanya bawa muatan banyak.
Papan yang besar dan tebal ketika dirangkai bisa menjadi kapal berukuran besar. Arkeolog Ali Akbar juga menemukan lima papan tersambung cukup baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini