Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KITA tahu bahwa vaksin telah menjadi sebuah keajaiban bagi kesehatan masyarakat. Penelitian terbaru yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang terbit dalam jurnal Lancet pada 2 Mei 2024, menunjukkan vaksin telah menyelamatkan sekitar 154 juta nyawa selama 50 tahun dari 14 jenis penyakit berbeda. Mayoritas dari jumlah tersebut adalah anak-anak berusia di bawah 5 tahun dan sekitar dua pertiganya belum menginjak usia 1 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1974, Majelis Kesehatan Dunia meluncurkan Program Perluasan Imunisasi untuk menyalurkan vaksinasi kepada semua anak guna mencegah penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), campak, polio, tuberkulosis, serta cacar, yang muncul pada 1990. Program ini diperluas untuk menghadapi sejumlah penyakit lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian tersebut—menandai 50 tahun sejak perluasan imunisasi diluncurkan—membuktikan bahwa anak berusia di bawah 10 tahun memiliki peluang bertahan hidup 40 persen lebih besar dibanding kita yang tidak divaksin. Dampak positif ini bisa terlihat hingga usia dewasa. Orang berusia 50 tahun memiliki peluang 16 persen lebih besar untuk merayakan ulang tahun berikutnya berkat vaksin.
Vaksin Polio Oral (OPV) tipe 2 di posyandu Kelapa, kelurahan Pangkalan Jati, Cinere Depok Jawa Barat, 3 April 2023. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Yang Dikerjakan dalam Penelitian Ini
Para peneliti mengembangkan model matematika dan statistik berdasarkan data cakupan vaksin dan jumlah populasi dari 194 negara pada periode 1974-2024. Tidak semua jenis penyakit dimasukkan ke kajian tersebut, misalnya cacar yang telah diberantas pada 1980.
Analisis itu mencakup vaksin untuk 14 penyakit, termasuk 11 penyakit yang ditangkal melalui Program Perluasan Imunisasi. Untuk beberapa negara, vaksin tambahan seperti ensefalitis atau radang otak Jepang, meningitis A, dan demam kuning, juga disertakan, mengingat penyakit-penyakit itu menjadi beban medis yang besar di lokasi tersebut.
Model statistik itu dijadikan simulasi untuk menggambarkan bagaimana penyakit menyebar sejak 1974 hingga saat ini, ketika vaksin dikenalkan ke setiap negara dan kelompok umur, dengan menggabungkan data peningkatan cakupan vaksin dari waktu ke waktu.
Anak-anak Adalah Penerima Manfaat Terbesar Vaksinasi
Sejak 1974, angka kematian pada anak-anak sebelum ulang tahun pertama mereka telah berkurang lebih dari setengahnya. Para peneliti menghitung hampir 40 persen penurunan itu berkat vaksin.
Dampak terbesar dirasakan anak-anak yang lahir pada era 1980-an karena adanya upaya intensif yang dilakukan secara global untuk mengurangi beban penyakit, seperti campak, polio, dan batuk rejan.
Sekitar 60 persen dari 154 juta nyawa yang terselamatkan semestinya akan hilang akibat campak. Hal itu mungkin terjadi karena kecepatan penularannya. Satu penderita campak dapat menularkan penyakit itu kepada 12-18 orang.
Studi ini juga menemukan sejumlah variasi di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh, program vaksinasi memperbesar peluang hidup anak-anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, serta wilayah dengan sistem kesehatan yang lebih lemah, seperti Mediterania Timur dan Afrika. Hasil-hasil tersebut menunjukkan pentingnya peran vaksin untuk mendorong kesetaraan kesehatan.
Petugas posyandu meneteskan vaksin polio di Posyandu Kelapa kelurahan Pangkalan Jati, Cinere Depok Jawa Barat, 3 April 2023. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Keberhasilan Vaksin Belum Terjamin
Cakupan vaksin yang lemah atau menurun bisa memicu epidemi yang dapat menghancurkan masyarakat dan membebani sistem kesehatan.
Hal yang harus diperhatikan, pandemi Covid-19 mengurangi cakupan vaksin campak secara keseluruhan. Hal itu tampak dari penurunan rasio anak-anak penerima dosis pertama yang masih menembus 86 persen pada 2019, kemudian menjadi 83 persen pada 2022. Hal ini mengkhawatirkan karena butuh cakupan vaksinasi yang sangat tinggi—lebih dari 95 persen—untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap campak.
Di Australia, jangkauan vaksin untuk anak-anak, terutama vaksin campak, gondok, dan rubela, menurun dibanding pada masa sebelum pandemi. Studi ini mengingatkan kita soal perlunya vaksinasi, tidak hanya untuk campak, tapi juga untuk semua penyakit yang bisa ditangkal dengan aman dan efektif.
Hasil penelitian ini tidak memberi tahu kita gambaran lengkap tentang dampak vaksin. Sebagai contoh, penulis tidak menyertakan data mengenai beberapa vaksin, seperti Covid-19 dan virus papiloma manusia (HPV). Selain itu, seperti semua studi pemodelan, ada beberapa ketidakpastian karena nihilnya data yang mewakili semua periode waktu dan negara.
Kendati demikian, penelitian itu menunjukkan keberhasilan program vaksinasi global dari waktu ke waktu. Jika masih ingin menyelamatkan banyak nyawa, kita harus meneruskan investasi untuk vaksinasi secara lokal, regional, dan global.
Artikel ini ditulis oleh Meru Sheel, Profesor Madya dan Ahli Epidemiologi Kelompok Penyakit Menular, Imunisasi, dan Keadaan Darurat dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Sydney di University of Sydney, Australia; dan Alexandra Hogan, Ahli Epidemiologi Matematika dari University of New South Wales, Australia. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation dan diterjemahkan oleh Yohanes Paskalis dari Tempo.