Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cambridge - AstraZeneca Plc menyatakan uji klinis vaksin Covid-19 yang dikembangkannya akan berlanjut di Jepang. Dengan begitu tersisa uji klinis di Amerika Serikat yang masih terhenti sejak investigasi dilakukan perusahaan farmasi itu terhadap kasus efek neurologis yang dialami satu relawannya setelah penyuntikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produsen obat asal Inggris itu mengatakan uji coba tahap awal hingga pertengahan untuk kandidat vaksin itu akan dilanjutkan di Jepang setelah berkonsultasi dengan Badan Farmasi dan Alat Kesehatan Jepang. Perkembangan itu menyusul uji klinis yang sudah lebih dulu bergulir kembali di Inggris, Brasil, Afrika Selatan, dan India.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AstraZeneca menyebutkan bahwa pihaknya sedang dalam pembicaraan dengan para regulator tentang data yang diperlukan untuk memulai kembali penelitian di Amerika Serikat. Tapi masih tertunda karena regulator di Amerika memperluas penyelidikan mereka atas kasus satu relawan yang sakit itu.
AZD1222, nama kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford, malah melangkah lebih maju di Eropa. Regulator kesehatan di benua itu mengatakan mulai meninjau calon vaksin itu dalam sebuah langkah yang bertujuan mempercepat proses persetujuan untuk digunakan.
Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) menyatakan komitenya yang menangani pengobatan untuk manusia mulai mengevaluasi data pertama mengenai AZD1222. Kabar itu membuka peluang besar untuk menjadikanya vaksin pertama yang disetujui di kawasan tersebut.
Data tahap awal pada Juli memperlihatkan calon vaksin mengeluarkan respons imun pada uji klinis dan tidak memimbulkan efek samping yang serius. Respons terkuat muncul pada mereka yang mendapatkan dua dosis vaksin. Sementara, data uji tahap akhir diperkirakan segera muncul.
Begitu peninjauan vaksin selesai, EMA akan menyampaikan rekomendasi akhir kepada Komisi Eropa, yang akan mengeluarkan keputusan terakhir. "(Tinjauan) Ini tidak berarti menyimpulkan keamanan dan keampuhan vaksin, sebab masih banyak bukti yang mesti diserahkan kepada komite tersebut," kata EMA.
Terpisah, Dewan Aliansi Vaksin GAVI sepakat menyediakan hingga 150 juta dolar AS (sekitar Rp 2,22 triliun) untuk membantu 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah mempersiapkan pengiriman vaksin Covid-19 masa depan. Persiapan itu mencakup bantuan teknis dan peralatan mata rantai dingin vaksin.
Secara keseluruhan 168 negara telah bergabung dengan fasilitas vaksin global COVAX, yang diketuai oleh GAVI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Fasilitas vaksin global COVAX berencana mengirim 2 miliar dosis vaksin Covid-19 pada akhir 2021.
Sumber: Reuters