BULAN jatuh ke Bumi Ahad lalu. Tapi jangan khawatir, karena yang dimaksud adalah posisinya sampai ke titik paling dekat, yakni 60 ribu kilometer lebih dekat ketimbang jarak rata-ratanya yang 385 ribu kilometer itu. Gravitasinya pun melonjak, hingga beberapa muka Bumi tergenang garagara laut pasang. Namun si Dewi Malam itu ternyata sangat berjasa bagi Bumi. Bulan tak hanya menjadi penghias malam. Ia bisa pula menjadi ''satpam'', yang ikut menjaga stabilitas orientasi Bumi, bahkan menyelamatkan Bumi dari malapetaka. Peran Bulan sebagai ''satpam'' itu dikemukakan oleh Jacques Las kar, peneliti astrofisika di Bureau des Longitudes, Paris, dan dipublikasikan lewat Nature, journal ilmiah bergengsi terbitan Amerika, edisi terbaru. ''Tanpa jasa baik Bulan, mungkin Bumi akan mengalami nasib buruk sebagaimana yang menimpa planet Mars,'' ujarnya. Riset Laskar ini lebih banyak dilakukan dengan komputer ketimbang teleskop. Untuk sampai pada kesimpulan itu ia membuat sebuah simulasi tentang interaksi planet-planet di gugus galaksi Bima Sakti, yang membawahi Bumi. Gravitasi setiap planet dan satelitnya dihitung, dan orbitnya dikalkulasikan. Dari analisa itu Laskar menarik kesimpulan, di dalam sistem matahari ada potensi ketidakaturan. Efeknya mempengaruhi gerak rotasi, revolusi, dan orientasi sumbu-sumbu planet terhadap bidang orbitnya. Dampak ketidakaturan itu, tutur Laskar, tampak pada kondisi planet Mars yang kini begitu merana. Dengan bukti riset itu Laskar menyatakan mendukung teori baru tentang chaotic motion, ketidakaturan gerak planet-planet di tata surya Bima Sakti. Teori ini baru mendapat pengikut beberapa tahun belakangan ini. ''Sepuluh tahun lalu tak ada astronom yang mau percaya dengan teori ini,'' ujar Dr. Jack Wisdom, penganut mazhab chaotic motion dari Institut Teknologi Massachussets, Amerika. Sampai satu dasawarsa silam, menurut Wisdom, sebagian besar pakar perplanetan lebih percaya pada teori keteraturan. Mereka berpendapat bahwa struktur tata surya itu begitu stabil. Teori keteraturan itu, dengan pelbagai versinya, dibidani oleh bapak astronomi modern asal Jerman, Johann Keppler (1571-1630). Begitu yakinnya Keppler akan teori keteraturan, sehingga ia menggambarkan bahwa di tata surya itu ada simfoni abadi, yang mengiringi planet-planet berdansa mengelilingi Matahari. Tentu saja teori keteraturan itu tak bisa menjelaskan fenomena di Mars, sebuah planet yang merana lantaran tak memiliki lapisan atmosfer. Tak ada air maupun oksigen, material yang diperkirakan pernah hadir di Mars sekian ratus juta tahun silam. Air dan zat asam arang di Mars terjerap dalam batuan yang beku. Suhunya selalu 60 derajat Celsius. Kuat dugaan bahwa dahulu kala suasana di Mars mirip dengan Bumi, ada atmosfer, ada air, dan kehidupan. Namun secara perlahan timbul perubahan iklim. Sinar matahari menyengat di kedua titik kutubnya, membuat timbunan es di sana mencair dan menguap. Suatu saat planet Merah ini mengalami krisis gravitasi. Air beserta hampir seisi atmosfernya terbetot keluar. Itulah akibat buruk sebuah peristiwa ketidakteraturan. Perubahan iklim di Mars itu, menurut Jack Wisdom sebagaimana dikutip International Herald Tribune pekan lalu, terjadi sekitar 100 juta tahun silam. Ketika itu gerak keteraturan Mars terganggu hebat. Sembari menjalani revolusi mengelilingi Matahari di lintasan orbitnya, orientasi sumbu Mars bergerak ekstrem. Walhasil bidang equator Mars sampai membuat sudut 50 derajat dengan bidang orbitnya. Itulah yang membuat kedua kutub Mars terpanggang Matahari. Kini keadaan di Planet Mars itu sudah lebih normal. Sudut orientasi bidang equator terhadap bidang orbit maksimum 25 derajat, tak berbeda jauh dengan Bumi yang 23,5 derajat. Per ubahan orientasi itu yang selama ini membuat Matahari tak selalu persis di atas equator. Kondisi ini menimbulkan adanya fenomena empat musim di Bumi. Gangguan serupa bukannya tak terjadi atas planet Bumi. Tapi, seperti dikatakan Laskar, Bumi tak mengalami nasib tragis sebab ''dijaga'' oleh Bulan. Hubungan istimewa antara Bumi dan Bulan menyebabkan sentakan gravitasi dari planet lain tak berakibat besar, kendati tak bisa disebut aman sama sekali. Sentakan itu pernah pula membuat orientasi garis kutub, dan bidang equator sedikit berubah. Perubahan kecil itu pun sempat menimbulkan akibat besar di Bumi: sebagian air laut membeku di zaman es sekian ratus tahun silam. Untung, kata teori chaotic motion itu, gravitasi Bulan secara perlahan bisa menetralisir dampak buruk itu, dan orientasi Bumi kembali seperti sediakala. Planet Mars, diameternya separuh dibanding dengan Bumi, bukannya tak memiliki satelit. Ia memiliki Phobos dan Deimos yang setia mengorbit mengelilinginya. Diameter Phobos 28 km, Deimos 16 km. Mereka gurem di hadapan sang Dewi Malam yang garis tengahnya 3.500 kilometer. Mungkin karena terlalu kecil, kedua satelit Mars itu tak mampu menjaga ''majikannya'' seperti Bulan terhadap Bumi. PTH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini