Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Biar Mahal Asal Kenyang

Macam-macam usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi beras, insus yang pakai uang perangsang menimbulkan kekhawatiran. masalah penyimpanan 2 juta ton beras setiap saat di gudang-gudang bulog di permasalahkan.(eb)

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI orang bicara lagi soal swa-sembada. Apalagi setelah Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan 16 Agustus mengungkapkan bahwa produksi beras tahun 1980 akan mencapai 20 juta ton atau 10% lebih besar dari produksi pada 1979. Angka yang dikemukakan Presiden itu dengan demikian merupakan angka perkiraan produksi beras yang terbaru. Sebelumnya perkiraan produksi beras pada 1980 adalah 18,5 juta ton, lalu diubah menjadi 19,6 juta ton. Kalau perkiraan produksi 20 juta ton bisa tercapai di akhir Desember nanti, itu berarti rekor baru buat produksi beras di Indonesia. Tapi melonjaknya produksi beras tahun ini bukan tanpa masalah. Surplus padi yang berada di tangan para petani memberi kewajiban kepada pemerintah lewat Bulog untuk membeli padinya itu. Maka pembelian beras dari dalam negeri oleh pemerintah -- yang tadinya diperkirakan hanya akan mencapai 600.000 ton -- kini sudah mencapai dua kali lipat, menjadi 1,2 juta ton. Ini juga merupakan rekor pembelian dalam negeri oleh Bulog. Realisasi yang berlebihan itulah menyebabkan Bulog agak kewalahan dalam mencari gudang-gudang untuk menyimpan beras. Akibatnya pembangunan gudang-gudang, seperti kata Ketua Bulog Bustanil Arifin, mesti segera dilakukan untuk menampung beras Bulog yang seluruhnya kini mencapai 2 juta ton, termasuk beras impor. Timbul pertanyaan, kalau produksi beras dalam negeri sudah mencukupi, kenapa mesti terus mengimpor? Pemerintah sudah memutuskan, swa-sembada atau tidak, Bulog harus mempunyai persediaan minimal 2 juta ton beras. Maksudnya untuk berjaga-jaga, kalau terjadi paceklik, panen gagal dan bencana lain. Beberapa pengamat mempermasalahkan: Apakah pendekatan seperti itu tidak terlalu mahal? Menyimpan 2 juta ton beras setiap saat di gudang-gudang Bulog yang mewah itu memang bisa merupakan beban yang cukup mahal. "Dua juta ton beras setiap saat di gudang, berarti sejumlah Rp 300 sampai Rp 350 milyar uahg mati yang terbenam," kata seorang pejabat Depkeu. Artinya, uang yang ditanam itu bukan sebagai modal kerja yang berfungsi. Seorang di Bulog mengakui biaya gudang dan administrasi juga tak kecil. "Belum kalau timbul kerusakan atau penyusutan akibat masa penyimpanan yang terlalu lama," katanya. Penyimpangan Kalau soalnya hanya untuk berjaga-jaga, memang sulit diterima pengeluaran biaya sebesar itu. Toh operasi pasar yang harus dilakukan Bulog terbatas pada masa tertentu, seperti masa paceklik dan masa menjelang Lebaran. Dalam soal pemenuhan perut rakyat yang peka itu, pemerintah kelihatannya memang tak ingin ambll risiko apapun, sehingga timbul kesan pemenuhan target lebih penting dari pertimbangan biaya. Itu pula yang membuat produksi beras tetap akan merupakan salah satu prioritas program pemerintah. Berbagai cara untuk meningkatkan produksi beras sudah ditempuh, sejak program Inmas dan Bimas diperkenalkan di tahun 1968. Berbeda dengan Intensifikasi Massal (Inmas), maka Bimas (Bimbingan Massal) mendapat kredit dari pemerintah -- dan menimbulkan tunggakan hampir Rp 100 milyar, di samping manipulasi seperti terjadinya jumlah sawah fiktif: kredit keluar, tapi sawahnya tak ada. Kemudian usaha perkebunan padi diperkenalkan. Ini sudah masuk daftar prioritas BKPM, sekalipun sampai sekarang belum ada satu investor pun yang berminat. Juga sebanyak 400.000 hektar sawah pasang-surut akan dibuka selama Repelita III ini. Tapi pendekatan terbaru yang ditempuh pemerintah adalah mendorong terlaksananya intensifikasi khusus, yang oleh Presiden disebut sebagai "Intensifikasi vang dilakukan petani secara berkelompok dalam satu hamparan." Insus ini memang sudah banyak dilakukan di berbagai tempat sejak dua tahun lalu, dan hasilnya di luar dugaan. Produktivitas para petani Insus per hektar itu ternyata bisa mencapai 50%-60% lebih tinggi dari produktivitas sawah biasa yang diairi dan diberi pupuk cara intensif. Kelompok petani Insus itu umumnya menggarap daerah persawahan Bimas yang terpilih, dan biasanya berada tak begitu jauh dari prasarana jalan raya. Mereka memperoleh lebih banyak perhatian, bahkan pelayanan dari pemerintah. Dan mereka juga memperoleh uang perangsang sebagai hadiah. Beberapa kelompok Insus dari Ja-Tim, yang ternyata mampu melipatgandakan produksi beras, bahkan dipanggil ke Istana Negara untuk bertemu sendiri dengan Presiden dan menerima hadiah-hadiah. Belum diketahui dengan jelas faktor apa yang membuat produksi Insus itu sangat tinggi. Beberapa kalangan seperti Dr. Rudolf S. Sinaga, kini Ketua Survai Agronomi dan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), mengkhawatirkan jangan-jangan uang rangsangan itulah yang menggairahkan mereka untuk mencapai produksi sebanyak-banyaknya. Seorang ahli dari Departemen Sosial Ekonomi IPB beranggapan sistem Insus itu menimbulkan pilih kasih. Maka timbul kekhawatiran produksi Insus yang sampai 6 ton sehektar itu akan berkurang lagi setelah uang perangsang itu ditiadakan. Menteri Muda Urusan Produksi Pangan Affandi Achmad mengakui, apa yang terjadi pada Insus itu merupakan suatu "anomoli" (penyimpangan). Tapi Affandl yang belakangan ini rajin membuat kertas kerja berpendapat, kunci keberhasilan Insus itu lebih disebabkan adanya kegiatan kelompok, yakni "tindakan bersama dalam kegiatan usaha tani."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus