DUNIA bisa bernapas lega pekan lalu. Presiden Saddam Hussein rela tunduk, negerinya diperiksa tim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tergabung dalam Komisi Pemantau, Verifikasi, dan Inspeksi dari PBB (Unmovic). Tim ini mengemban kuasa penuh dari PBB untuk mengubek-ubek senjata pemusnah massal di seluruh penjuru Irak.
Dipimpin oleh Hans Blix, yang juga bertanggung jawab atas inspeksi senjata biologi dan kimia, dan Mohamed el-Baradei dari Badan Energi Atom Internasional, tim ini beranggotakan 220 orang dari 40 negara seperti AS, Kanada, negara-negara Eropa, Australia, dan Selandia Baru.
Rombongan pertama tim itu mendarat di Bandar Udara Baghdad pekan silam. Kedatangan Tim PBB itu adalah yang kedua. Empat tahun silam, Saddam menghentikan pemeriksaan setelah ia menganggap mereka tak lebih dari sekadar kepanjangan mata Amerika Serikat dan Israel, musuh besarnya.
Tim mulai bekerja pekan ini dan diharapkan selesai menjelang Natal. Mereka tidak datang dengan kepala dan tangan kosong. Semua anggotanya telah menjalani program pelatihan selama lima pekan untuk mempelajari semua seluk-beluk perihal Irak, bagaimana cara kerja tim terdahulu, dan apa yang seharus- nya mereka lakukan begitu sampai di Baghdad.
Masalahnya, setidaknya menurut pemerintah Amerika Serikat, yang paling getol melucuti Irak, mencari senjata di negeri Saddam Hussein itu ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Negeri ini sama luasnya dengan California atau Prancis. Kesulitan bertumpuk karena istana Presiden Saddam?yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata?telah bertambah banyak sejak tim PBB terakhir mengunjunginya empat tahun silam.
Tim dari PBB memperkirakan setidaknya ada 1.100 bangunan di seluruh kompleks istana kepresidenan?beberapa di antaranya sebesar stadion sepak bola Senayan?dengan luas total 50 kilometer persegi. Mereka juga mencurigai, jauh di bawah bangunan itulah gudang-gudang senjata Irak disembunyikan.
Tak pelak, mereka akan sangat mengandalkan bantuan sejumlah peralatan berteknologi canggih yang mampu melacak sampai ke sudut-sudut paling terpencil sekalipun. Lagi-lagi Amerikalah yang menjadi pemasok utama informasi bagi tim tersebut. Mereka tak hanya memberikan data satelit tentang isi perut Irak, tapi juga beberapa peralatan mutakhir.
Salah satu yang paling penting adalah pesawat mata-mata tak berawak: RQ-1 Predator. Dikembangkan pada 1990-an, Predator dijuluki sebagai pesawat dengan "mesin perang risiko-rendah". Pesawat itu sepenuhnya dikendalikan komputer.
Pesawat berharga jutaan dolar itu merupakan salah satu alat pengintai paling canggih saat ini. Dioperasikan oleh 55 kru, Predator didukung oleh stasiun kontrol darat dan satelit pengintai.
Predator sangat luwes: bisa berfungsi sebagai pesawat pengintai, bisa pula berubah menjadi pengebom. Lebar sayapnya 14,6 meter. Beratnya mencapai 430 kilogram pada kondisi kosong dan 1.020 kilogram bila dilengkapi peralatan lengkap, termasuk bom. Setiap Predator dilengkapi kamera di ujung hidung (biasanya dipakai oleh operator di darat untuk mengontrol arah), kamera televisi untuk siang hari, kamera sinar-X untuk kondisi minim cahaya/malam hari, dan radar pemindai asap dan awan.
Predator sanggup terbang selama 24 jam terus-menerus, dengan kecepatan maksimum 225 kilometer/jam, pada ketinggian jelajah 7.500 meter di atas tanah. Bantuannya sangat dibutuhkan oleh tim PBB itu untuk mengetahui lokasi tempat-tempat yang dicurigai.
Selain diberi Predator, tim inspeksi PBB dibekali instrumen yang disebut Hanna. Ini suatu perangkat genggam berbentuk kotak persegi berwarna hitam. Pencipta Hanna, Page Stoutland, deputi kepala kontraterorisme di Lawrence Livermore National Laboratory, California, mengatakan, instrumen ini dirancang sebagai pengolah sampel panduan, bukan sebagai detektor pengendus bakteri berbahaya seperti antraks.
Cara kerja Hanna begini. Ia mengambil sampel dari udara atau kertas dari satu tempat tertentu. Sampel dicampur dengan satu bahan khusus, lalu dimasukkan ke tabung. Baru setelah itu tabung diletakkan ke atas Hanna. Dalam tempo 10 sampai 20 menit, Hanna akan mengeluarkan hasil apakah sampel tersebut mengandung kuman antraks atau sesuatu yang mencurigakan.
Ada lagi instrumen yang diberi nama ALEX. Ini perkakas yang memanfaatkan sinar-X untuk melacak pelbagai material, termasuk metal alloy, yang dapat dipakai sebagai bahan pembuat senjata nuklir.
Dengan peralatan serba canggih itulah tim PBB tersebut bekerja. Mereka tak hanya akan memastikan apakah Saddam Hussein benar-benar menyimpan senjata pemusnah massal, tapi mungkin juga bisa berperan mencegah perang lain yang kini sedang dipersiapkan Amerika.
Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini