Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis buat Kursi Kosong

Bambang Sutrisno divonis hukuman penjara seumur hidup. Peradilan berlangsung in absensia, tapi di Singapura dia meneken kuasa banding.

24 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAKIM Rukmini tergemas-gemas. Bukan apa-apa, pada Rabu dua pekan lalu itu ia cuma bisa menjatuhkan hukuman seumur hidup ke hadapan kursi kosong. Sang terdakwa tak hadir. Dia adalah Bambang Sutrisno, mantan Wakil Komisaris Utama Bank Surya, dan bekas direktur utamanya, Andrian Kiki Ariawan. Keduanya dinyatakan bersalah telah menggangsir dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 1,8 triliun. Selain hukuman bui sepanjang hayat, mereka juga didenda Rp 30 juta dan diperintah membayar ganti rugi Rp 1,5 triliun. "Saya sendiri juga geregetan," kata Rukmini, ketua majelis yang mengadili perkara ini. Hakim Rukmini memang pantas gemas. Putusannya supaya Bambang segera dikerangkeng tak bisa dieksekusi jaksa. Bankir licin ini sudah sejak tahun 1997 hengkang ke luar negeri. Yang menjengkelkan banyak orang, hanya dua hari setelah vonis diketuk, Pengacara Salim Muhammad datang mengajukan banding. Bambang buron dan peradilan terpaksa digelar in absensia (tanpa kehadiran terdakwa). Lalu, siapa yang memberi kuasa? "Saya dipanggil ke Singapura sore hari usai putusan, dan Pak Bambang (Sutrisno) menunjuk saya untuk mengajukan banding," kata Salim, yang mengaku telah mengenal Bambang sejak tahun 1970. Pertemuan berlangsung di Hotel Orchid. Menurut Salim, kliennya tak bisa hadir bukan lantaran kabur, melainkan karena masih sakit dan harus berobat bolak-balik ke Singapura, Hong Kong, dan Cina. Sakitnya pun "parah" tak ketulungan. Bambang baru pulang dari Negeri Mao untuk menjalani operasi tumor kelenjar getah bening di lehernya. Tapi, seorang hakim yang minta namanya tak disebut meyakini itu cuma dalih Bambang. Surat keterangan dokter menyatakan penyakit Bambang tergolong tak gawat amat dan bisa diobati di sini. "Kalau tidak salah, cuma hipertensi," katanya. Lebih lagi, kedutaan Indonesia di Singapura pun telah menyatakan tak bertanggung jawab atas kebenaran isi surat keterangan sakit yang diajukan Bambang. Bahkan, buron ini juga sempat dua kali bertemu Presiden Abdurrahman Wahid di Hotel Shangri-la, Singapura. Karena itulah, banyak kalangan menyoal kepatutan langkah Bambang mengajukan banding. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6/1988 yang diteken Ali Said, ketuanya saat itu, misalnya, telah memerintahkan semua ketua pengadilan negeri dan tinggi agar menolak setiap advokat yang diberi kuasa oleh mereka yang suka menghilang dari muka meja hijau. Pertimbangannya, praktek ini dinilai menghambat proses peradilan dan cuma dijadikan alasan pembenar bagi terdakwa untuk sengaja tak hadir di ruang sidang. Berdasarkan pertimbangan ini pulalah Hakim Asep Iwan Iriawan pernah mengusir seorang pengacara bos Bank BHS yang juga buron, Hendra Rahardja, saat ngotot hadir mewakili kliennya di persidangan yang sebelumnya juga telah dinyatakan in absensia. Dwiyanto Prihartono, pengacara Bambang, masih hakul yakin bahwa kliennya tak sekuku pun bersalah. Menurut dia, saat dana BLBI mengucur, Bambang sudah tak lagi berada di Bank Surya. Dwiyanto lalu menunjuk nama seorang kerabat Cendana sebagai si pengeruk duit sesungguhnya. Tapi hakim sumber TEMPO yakin Bambang punya andil besar dalam penyelewengan itu. Ada banyak bukti. Misalnya, bagaimana Bambang mendirikan 60 perusahaan fiktif untuk mengeruk dana BLBI dari Bank Surya. Pun ada pernyataan Bambang yang mengaku bertanggung jawab atas segala transaksi di Bank Surya sebelum diambil oper pemerintah. Surat ini diajukan Sudwikatmono, sepupu Soeharto dan mantan Komisaris Utama Bank Surya, ketika bersaksi di pengadilan. "Bayangkan, di masa krisis tiap hari dia (Bambang?Red) mengambil uang negara Rp 1 miliar seperti uang neneknya saja," kata si hakim, geram. Aparat memang cuma bisa memendam gusar. Jaksa Penuntut Umum Arnold Angkouw menyatakan, karena tak punya perjanjian ekstradisi dengan Singapura, Bambang tak bisa sembarangan dibekuk di sana. Yang bisa dilakukan pihaknya paling sebatas mempersempit ruang gerak Bambang, misalnya dengan berkirim surat ke kedutaan Indonesia di Singapura supaya paspornya dibekukan. Jadi, kecuali Bambang pulang sukarela untuk ditangkap, Jaksa Arnold tampaknya bakal cuma gigit jari. Ahmad Taufik, Ardi Bramantyo, Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus