Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WARNA kertas itu sedikit pink. Urat seratnya terlihat jelas. Namun kertas ini lebih halus, tipis, dan liat ketimbang kertas biasa. Inilah kertas pertama di dunia yang dibuat dari ganggang merah, meski rasanya—saat dicicipi Tempo—tetap saja seperti kertas dari kayu.
Kertas dari ganggang merah Rhodophyta ini belum dijual. Pembuatnya, Pegasus International, perusahaan yang berbasis di Korea Selatan, masih menyempurnakan kualitasnya. Meski begitu, penemuan ini sudah dipatenkan di 44 negara, termasuk Indonesia.
Bulan lalu, Pegasus memamerkan kertas ini di Konferensi Kelautan Dunia di Manado. Maklumlah, ini kertas ramah lingkungan. ”Bila kertas dari ganggang merah ini kelak dapat diproduksi massal, penyusutan hutan setidaknya dapat dikurangi,” ujar wakil Pegasus di acara itu, Sohn Munho.
Per ton bubur kertas memerlukan sedikitnya 4,5 meter kubik kayu gelondongan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kertas itu, per tahun sekitar 300 ribu hektare hutan alam ditebang.
Ide pembuatan kertas dari rumput laut datang pada You Hack-churl, bos Pegasus, secara tak sengaja. Suatu kali agar-agar yang sedang ia makan terjatuh. Ia memperhatikan ceceran agar dari rumput laut tersebut. Sekilas mirip bubur kertas. Ide pun datang: bisakah bubur agar-agar itu dibuat kertas?
Pertanyaan itu mengendap lama dalam pikirannya, karena You cuma lulusan sastra. Jawabannya baru datang setelah ia menggandeng para peneliti dari beberapa perguruan tinggi di Korea Selatan, termasuk Universitas Nasional Chungnam.
Para peneliti itu menyimpulkan ganggang merah dapat dijadikan lembaran kertas. Bahkan kualitasnya lebih baik. Dibanding kertas biasa, kertas dari ganggang merah bisa dibikin sangat tipis namun tetap kuat. Panjang seratnya seragam sehingga permukaannya lebih halus. Tak hanya itu, kerapatan seratnya juga sangat padat sehingga tak dibutuhkan materi pengisi di antara serat seperti pada kertas dari kayu. Ganggang merah juga lebih gampang dibudidayakan daripada pohon. Tak seperti pohon, yang memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum bisa dipanen, ganggang cuma butuh 70 hari.
Sengaja datang jauh-jauh ke Manado, Pegasus juga sedang mencari lahan budi daya dan bahan baku ganggang merah di Indonesia. Menurut Sohn, ganggang ini tak cocok ditanam di wilayah subtropis seperti negerinya, karena hanya bisa dipanen sekali setahun pada musim panas. ”Panen di Indonesia bisa lima kali dalam setahun,” katanya.
Untuk itu, Pegasus akan berinvestasi di Indonesia dengan modal dasar Rp 15 miliar. ”Kami telah melakukan uji coba di Lombok seluas dua hingga tiga hektare. Satu hektare bisa menghasilkan 3-5 ton ganggang merah,” kata Sohn.
Mitranya di Indonesia sejauh ini baru Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Menurut Deputi Kepala BPPT Pengembangan Sumber Daya Alam, Jana Anggadiredja, dari penelitian lembaganya, rumput laut jenis Gelindium yang terbaik untuk dijadikan bubur kertas. ”Seratnya lebih bagus daripada jenis Gracilaria. Lebih kuat untuk bahan kertas,” katanya.
Gelindium adalah bahan agar-agar. Ampasnya yang dipakai sebagai bahan baku bubur kertas. ”Jadi, kita bisa memenuhi kebutuhan pangan dan kertas sekaligus,” ujar Jana. Jika ampasnya masih sisa, tenang saja, karena sampah itu tinggal diolah jadi bahan bakar. Diketahui, ampas agar-agar juga potensial untuk bahan baku bioetanol.
Menurut Sohn, proses pembuatan bubur kertas dari lumput laut memang hampir tak menghasilkan limbah. Prosesnya terdiri atas lima tahap: penyimpanan bahan baku, pemasakan, ekstraksi, pemutihan, dan pencetakan. Ampas untuk bahan baku kertas dihasilkan setelah proses ekstraksi.
Ampas itu diputihkan dua kali. Pemutihan pertama memakai klorin dioksida (ClO2). Pada pemutihan kedua digunakan hidrogen peroksida (H2O2). Proses kimiawi ini lebih aman daripada proses yang sama pada kertas kayu, karena tidak memakai bahan beracun. ”Pada pembuatan kertas dari kayu diperlukan bahan kimia NaOH dan Na2S untuk memisahkan serat selulosa. Selain itu, dipakai juga H2S, yang baunya menyengat,” ujar Sohn.
Firman Atmakusuma, Sigit Zulmunir (Garut)
- Ampas pembuatan ekstrak agar-agar diputihkan dua kali. Pemutihan pertama memakai klorin dioksida (ClO2). Pada pemutihan kedua digunakan hidrogen peroksida (H2O2).
- Dijadikan bubur kertas dan dicetak.
- Menjadi lembaran kertas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo