Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Evolusi di Nusa Damai

Manusia Bali mengubah lingkungan. Pada akhirnya ini mengubah rantai DNA mereka sendiri. Satu bukti untuk mekanisme evolusi baru.

26 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Garis-garis pematang di sawah subak yang bertingkat-tingkat seakan-akan berpindah ke kening Safarina G. Malik. Ningrat Yogyakarta ini selalu seperti itu, berkernyit dalam, jika berpikir keras.

Peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman itu salah satu ahli soal mitokondria, organel sel yang berperan sebagai pabrik energi. Selama 15 tahun, peraih gelar doktor dari Monash University, Australia, ini meneliti pabrik energi itu. Beberapa penelitiannya berkaitan dengan penyakit metabolisme.

Sejak tiga tahun lalu, Safarina dan timnya mencermati berkas penelitian sejawatnya mengenai peningkatan prevalensi penyakit metabolisme di Bali, dari obesitas hingga kencing gula dan tekanan darah tinggi. Ia tak sekadar menghubungkan penyakit itu dengan perubahan gaya hidup, tapi juga melihat perubahan yang terjadi pada gen.

"Evolusi mungkin diam-diam sedang terjadi di Bali," ujarnya kepada Tempo dua pekan lalu. Tiga tahun ia dan timnya menelisik perubahan gen orang Bali. Hasilnya: pergeseran pola hidup selama 40 tahun terakhir telah mempengaruhi susunan DNA—tepatnya susunan nukleotida yang tertanam di dalam asam deoksiribonukleat—penduduk Bali itu. November lalu, Safarina mempresentasikan temuannya dalam Konferensi Internasional Eijkman kelima di Jakarta. "Manusia Bali mengubah lingkungan yang pada akhirnya mengubah rantai DNA mereka."

Temuan ini sangat berharga tidak hanya untuk pembuat kebijakan di Bali. Inilah bukti untuk mekanisme baru dalam evolusi spesies yang diajukan akhir dekade 1990-an tapi gagal populer karena kurang fakta. Mekanisme itu bernama niche construction. Para pengusung teori ini meyakini konsep tersebut sama pentingnya dengan teori seleksi alam Charles Darwin.

Menurut mekanisme ini, makhluk hidup mengubah lingkungannya dan perubahan lingkungan itu memaksa ia memodifikasi diri, termasuk modifikasi gen, untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. "Modifikasi di level gen ini diwariskan kepada generasi selanjutnya," kata Safarina.

Niche construction, ujar Safarina, mengadopsi konsep spesies akibat batasan geografi Alfred Russel Wallace dan konsep perubahan satu spesies menjadi spesies lainnya yang dikedepankan Jean-Baptiste Lamarck. "Hanya, pada konsep niche construction, spesies aktif mengubah lingkungan dan beradaptasi terhadap lingkungan yang ia ubah," katanya.

Di Bali, ujar Safarina, interaksi manusia-lingkungan hingga level gen terlihat cukup jelas. Jejaknya bisa dilacak ke masa 60 ribu tahun lalu, saat pulau ini menjadi titik singgah manusia yang bermigrasi dari India dan Asia Tenggara menuju Australia maupun Samudra Pasifik. Jejak itu ditinggalkan mereka yang memilih menetap di Bali dan mengembangkan sistem pertanian unik, terdiri atas pura air, terasering, dan tata kelola irigasi yang disebut subak.

Beberapa prasasti mengungkapkan, subak telah ada pada masa pra-India. Prasasti Bebetin yang bertarikh 986 Masehi, misalnya, telah menyebut-nyebut kata subak. Prasasti Sukawana (882 M) juga memuat kata huma atau sawah irigasi. Menjelang dan beberapa waktu setelah Indonesia merdeka, subak masih lestari. Ini diceritakan K’tut Tantri, warga Amerika kelahiran Inggris, dalam buku Revolt in Paradise (Revolusi di Nusa Damai).

Ribuan tahun hidup bersama subak, kata Safarina, menjadikan orang Bali sebagai pekerja keras dengan gen yang tahan banting saat paceklik. "Sistem subak menciptakan niche construction," ia menguraikan.

Lalu Bank Dunia memperkenalkan sistem pertanian modern pada 1970-an. Padi unggulan didatangkan, pestisida digunakan. Sistem kerta masa (sistem tanam serempak) dan kerta gadon (sistem tanam secara tidak serempak) ketika air seret diganti sistem tulak sumur. Sawah ditanami padi sepanjang tahun, tanpa variasi palawija.

Pada saat yang sama, sawah menyempit akibat perkembangan industri pariwisata. Badan Pusat Statistik Bali mencatat, memasuki abad ke-21, luas sawah tinggal 97.337 hektare atau 17 persen dari luas Bali dengan laju alih fungsi sawah sekitar 1.000 hektare per tahun. Banyak petani beralih profesi: menjadi pelayan hotel, pemandu turis, hingga penjual buah tangan. Pola hidup manusia Bali pun berubah drastis, jadi lebih santai ketimbang generasi sebelumnya. "Ini lebih dari cukup untuk membuat gen orang Bali guncang sehingga perlu beradaptasi lagi," katanya.

Safarina dan timnya berburu gen yang sedang berubah itu di antara penduduk berusia 35-63 tahun di empat tempat: Legian dan Nusa Ceningan, yang mewakili perkotaan, serta Pedawa dan Penglipuran, yang mewakili wilayah pedesaan. Tak perlu waktu lama, mereka segera merasakan impak dari niche construction.

Pengukuran sampel indeks massa tubuh (BMI) menunjukkan populasi Bali memiliki indeks sekitar 24. Untuk orang Asia, BMI di atas 23 sudah termasuk kelebihan berat badan. Sampel BMI di Legian bahkan berada pada angka 25. Itu ada di gerbang obesitas. "Sampel di kota juga memiliki BMI yang lebih besar ketimbang di pedesaan, sehingga menguatkan pendapat bahwa perubahan pola hidup mulai mempengaruhi kesehatan generasi yang tak lagi merasakan sistem subak," ujar Safarina.

Namun itu baru setengah dari penelitian timnya. Tantangan yang lebih penting: membuktikan perubahan basa pada DNA sebagai upaya mempertahankan diri terhadap perubahan.

Ahli mitkondria itu melakukan pemeriksaan pada gen bernama UCP2 untuk single-nucleotide polymorphism (perubahan basa tunggal) Ala55Val. Perubahan nukleotida pada daerah ini berhubungan dengan respons gen terhadap kemampuan metabolisme yang berhubungan dengan obesitas. UCP2 juga berhubungan dengan sekresi insulin, yang berguna sebagai pemecah glukosa. "Gen ini juga berpengaruh terhadap risiko penyakit metabolisme, seperti diabetes melitus, kelainan metabolisme, dan darah tinggi."

Di Penglipuran dan Pedawa, perubahan basa tunggal pada gen UCP2 masih menunjukkan pengaruh. Artinya, gen mereka masih berasal dari tradisi subak. Namun di Legian dan Ceningan, yang terekspos oleh turisme, perubahan basa tunggal tak berpengaruh lagi pada karakteristik kimia masyarakat. "Ini berarti mekanisme niche construction bekerja pada masyarakat yang meninggalkan subak," katanya.

Menurut Safarina, mekanisme evolusi manusia Bali ini masih perlu diteliti lebih jauh. Namun menurut guru besar Departemen Kedokteran Komunitas dan Keluarga Universitas Indonesia, Firman Lubis, ini bukan fenomena khas Bali. "Peningkatan kasus obesitas dan prevalensi penyakit degeneratif banyak teramati selama transisi masyarakat agraris menjadi masyarakat industri," katanya.

Ia bercerita, pada dekade itu, masyarakat Eropa menjadi lebih gemuk akibat transisi agraris menjadi industri. Pemerintah setempat kemudian mensosialisasi pola asupan makanan seimbang dan olahraga rutin. "Dalam waktu 10 tahun, masyarakat Eropa kembali masuk ke dalam jalur hidup sehat," kata dia.

Bali harus melakukan hal yang sama atau orang-orangnya makin gemuk, makin berpenyakit. Soalnya, kata Edy Herry, sosiolog pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, perubahan dari kota-kota di Bali itu akan terus meluas ke desa-desa.

Safarina membayangkan keadaan yang terjadi bila gaya hidup ini tidak berubah.Manusia Bali dan pulaunya, ujar dia, seperti penghuni pesawat antariksa Axiom dalam film Wall-E. Penumpang Axiom mengubah pola hidupnya dengan meminimalkan gerak tubuh, sehingga mereka berubah menjadi gemuk. Sang kapten bahkan sampai kesulitan bergerak. "Kondisi serupa bisa saja terjadi pada Bali," kata Safarina.

Yosep Soprayogi, Anton William, Tjandra Dewi 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus