Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Google Doodle hari ini merayakan riwayat dan warisan dari Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, ulama dan pahlawan nasional asal Riau. Raja Ali Haji dituliskan sebagai sejarawan, intelektual dan penulis yang memimpin kebangkitan sastra dan budaya Melayu di abad ke-19. Dia mendapat gelar Pahlawan Nasional Indonesia setelah kematiannya pada hari ini, Sabtu 5 November, pada 2004 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raja Ali terlahir sebagai pangeran berdarah Bugis-Melayu pada 1809 (menurut biografi di laman rajaalihaji.com, tahun kelahiran adalah 1808). Ketika dia masih belia, keluarganya pindah ke Pulau Penyengat, kini termasuk wilayah Kepulauan Riau. Dia belajar bersama para intelektual terkenal dari Kesultanan Riau-Lingga dan diakui sebagai siswa yang cemerlang.
Saat beranjak remaja, Raja Ali menemani ayahnya menjalani misi ke Jakarta, juga sebagai jemaah haji ke Mekkah. Keduanya kemudian dicatat sebagai bangsawan Riau pertama yang menjadi haji.
Ketika berusia 32 tahun Raja Ali mendapat penugasan memimpin wilayah Lingga--bersama sepupunya--mewakili Sultan Mahmud Muzaffar Syah yang saat itu masih berumur sangat muda. Raja Ali Haji kemudian diangkat sebagai penasihat religius Sultan.
Pada masa ini, dia mulai menulis tentang bahasa, budaya dan literatur masyarakat Melayu. Hasil karyanya termasuk kamus bahasa Melayu, teks edukasional tentang tugas-tugas raja, silsilah Melayu dan Bugis, sebuah antologi puisi, dan banyak lainnya. Adapun kematiannya dicatat disejumlah sumber pada 1872. Tapi ada pula yang menyebut 1873.
Pada 2004, Raja Ali Haji diberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia untuk kontribusinya terhadap bahasa, literatur, budaya Melayu dan sejarah Indonesia. Karyanya paling terkenal adalah Tuhfat al-Nafis, hasil perjalanannya ke Betawi, yang dipandang sebuah sumber berharga terkait sejarah Semenanjung Melayu. Itu sampai terukir di nisan makamnya.