GERAKAN back to nature alias kembali ke alam juga diikuti oleh udang di tambak. Sebab, kaum udang itu ternyata mulai tak menyukai makanan yang serba-artifisial atau buatan pabrik, seperti yang selama ini dicatu oleh pemilik tambak. Kalau ingin cepat bongsor, para udang itu mesti melahap makanan alamiah, yakni cacing lur. Paling tidak, itulah yang terungkap dalam orasi ilmiah yang dibawakan oleh Biolog Dr. Edy Yuwono, dalam ulang tahun Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Senin pekan lalu. Edy Yuwono, 33 tahun, memang punya cerita. Udang di tambak lebih cepat bongsor dengan makanan cacing lur ketimbang diumpani pelet pabrik. Nafsu makan mereka menggelora melihat cacing lur yang habitat aslinya di tanah berawa payau itu. "Pertumbuhan mereka bisa dua kali lebih cepat," ujar Edy, mengutip hasil penelitian mahasiswa bimbingannya di balai budi daya air payau Jepara dan tambak rakyat di Brebes. Bahwa udang dan ikan laut doyan cacing lur, para petambak serta ahli perikanan sudah lama tahu. Tapi Edy, doktor biologi laut lulusan Universitas New Castle, Inggris, tahun 1992 ini, melangkah lebih jauh. Ia kini sedang berkukat menyiapkan cara budi daya cacing lur (Nereis sp.) secara praktis. "Agar memberikan manfaat ekonomi yang kongkret," ujar Edy Yuwono. Kebetulan, 61% dari tubuh cacing adalah protein. Dari sepasang induk bisa lahir ribuan cacing lur muda. Edy merasa tak asing dengan cacing lur yang berukuran segede tali sepatu itu. Ketika belajar di Inggris, ia meneliti aspek kehidupan cacing lumpur payau ini, bahkan bereksperimen membuat hewan ini awet muda (lihat boks: Cacing Berselera Muda). Ia tertarik untuk menangkarkan cacing itu sebagaimana sempat dilihatnya dilakukan oleh Seabait Ltd., sebuah firma kecil di Lynemouth, Inggris. Penangkaran oleh Seabait Ltd. sederhana saja. Beberapa pasang cacing dewasa dilepas ke dalam kolam 4 m x 5 m. Cacing ini tak perlu air berkualitas tinggi. Seabait itu memanfaatkan air limbah industri yang hangat untuk mengaliri kolam-kolamnya. "Suhu yang hangat akan mendorong cacing lur kuat makannya," kata Edy. Adapun pakan cacing tak perlu dibeli. Satwa ini makan plankton. Cukup menabur pupuk, seperti NPK, ke air kolam, produktivitas plankton dijamin tinggi. Dalam umur 4 bulan, cacing-cacing lur muda yang panjangnya 25 cm itu bisa dijual di pasar domestik atau diekspor ke beberapa negara tetangga. Konsumennya para penggemar mancing atau pemilik kolam ikan. Seekor cacing lur itu, menurut Edy Yuwono, harganya kalau dirupiahkan bisa mencapai Rp 150. Cara pengangkutannya juga tidak sulit. Selama ia diberi air dan udara, ia sanggup bertahan tiga hari kendati ditumpuk-tumpuk tanpa makanan. Koloni cacing itu bisa dibangun di kolam-kolam kecil di sekitar tambak. Sejauh air di situ subur untuk pertumbuhan plankton, cacing lur itu bisa dipastikan mau berbiak. Cara penangkapannya pun mudah. Tinggal disorok dengan jaring di pagi hari, ketika cacing-cacing itu hendak mencari makanan dan naik ke permukaan. Secara kecil-kecilan Edy pernah mencobanya. Ia pun mempunyai cara untuk memaksa cacing itu berbiak sepanjang tahun, dengan teknik reproduksi buatan. Sayang, ia belum menghitung berapa banyak kolam yang diperlukan untuk 1 ha tambak udang, misalnya. Ia hanya mengatakan, siklus panennya 40 hari. Satu kolam bisa dipanen beberapa kali. Kesulitannya adalah udang perlu makan setiap hari. Soal giliran panen pun menjadi problem tersendiri. "Tapi pada prinsipnya udang dan cacing itu bisa dibudayakan bersama-sama," katanya. Putut Trihusodo dan Faried Cahyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini