Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Ilmuwan Stanford Bikin PigeonBot, Robot Pertama Berlagak Burung

Karena gerakan yang dibuat sayap dari bulu burung itu superior, robot ini bisa membuka peluang perubahan desain pesawat di masa depan.

20 Januari 2020 | 14.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pigeon bot. LENTINK LAB/STANFORD UNIV.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Department of Mechanical Engineering, Stanford University, Amerika Serikat, menciptakan robot burung bersayap bulu burung merpati. Pigeonbot, namanya, adalah robot pertama yang mampu mengubah bentuk sayap dengan merentangkan bulu-bulunya atau saling membuatnya lebih dekat, seperti cara kerja sayap burung aslinya, saat terbang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim penelitinya pigeonbot terdiri dari Eric Chang, Laura Y. Matloff, Amanda K. Stowers dan David Lenthink. Mereka mempelajari gerakan merpati, mengamati dengan cermat sendinya dan bagaimana mengendalikan sebaran bulu sayapnya. Mereka kemudian mengembangkan robot menggunakan seperangkat sayap biohibrid yang bisa berubah bentuk. Setiap sayap terdiri dari 40 helai bulu, 20 di atas dan 20 di lapisan bawahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam makalahnya yang diterbitkan Jurnal Science Robotics beberapa hari lalu, David dkk menyatakan mempelajari merpati terbang, mengamati persendiannya dan bagaimana burung itu mengendalikan kerja sayapnya. Mereka lalu mengembangkan pigeonbot menggunakan sepasang sayap lentur biohybrid dari bulu-bulu merpati itu.

“Kami membuat penanda ke setiap sayap dan mengukur secara hati-hati hubungan antara gerakan bulu dan gerakan tulang," kata David. 

Penelaahan mereka terhadap sistem biologi dari bulu-bulu itu menemukan bahwa sudut dua sendi di sayap, yakni tulang sayap dan bulu-bulu, memiliki peran terbesar untuk terbang si burung. Merpati menggunakan tulang 'pergelangan' ketika sayapnya sebagian ditarik atau dilipat, dan tulang 'jemari' ketika dibentangkan. Seluruhnya berguna untuk mengendalikan terbang.

Pergerakan sendi-sendi itu juga memungkinkan bulu-bulu berinteraksi konstan, memungkinkan kedua sayap bergerak kontinyu selama terbang. Dengan menguji bulu asli, para peneliti itu juga menemukan bahwa bulu yang berdekatan akan tetap pada posisinya dan tidak sampai tergelincir ke satu arah tertentu menggunakan molekul yang dideskripsikan penelitinya sebagai 'velcro penentu arah'.

Karena gerakan yang dibuat sayap burung itu superior daripada sayap pesawat, temuan robot merpati ini bisa membuka peluang perubahan desain pesawat di masa depan. "Bulu burung juga unik karena mereka ringan namun kukuh untuk muatan aerodinamik dam mereka musah diperbaiki," kata David.

DESIGN BOOM | NEWSCIENTIST 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus