Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Inovasi

19 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempe Bacem ala LIPI

ANDA sedang di luar negeri dan kangen makan tempe? Tak perlu risau. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bakal meluncurkan LIPI-Co, tempe kemasan kaleng yang praktis dan siap saji. Bisa langsung disantap dari kaleng, tempe ini lebih nikmat bila dihangatkan dengan direbus atau digoreng. Rasanya? Silakan pilih: tempe bacem, tempe kari, atau tempe bumbu steak.

Memang, teknologi pengalengan yang dipakai tidak terlalu mutakhir. Namun, selama empat tahun penelitian intensif, tim LIPI sukses merancang proses dan kondisi lingkungan yang mendukung pengalengan. Ragi yang digunakan, misalnya, adalah Ra-Prima—jenis unggul yang dikembangkan LIPI sejak awal 1980-an. Lama sterilisasi dan suhu yang digunakan juga khusus. "Kalau kelamaan, tekstur dan rasa tempe bisa berantakan," kata Subiyatno, koordinator program di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kimia Terapan LIPI di Cisitu, Bandung. Sebaliknya, bila kurang steril, jamur dan bakteri tumbuh bebas merusak tempe.

Saat ini, LIPI sudah memproduksi 10 ribu kaleng tempe yang diuji coba ke berbagai tempat, termasuk ke Inggris. Hasilnya, tempe LIPI dinyatakan aman dan bercita rasa. Karena itu, jika ada investor yang berminat, menurut Subiyatno, LIPI siap memproduksi 5.000 kaleng sehari.

Dengan harga jual sekitar US$ 1 per kaleng dengan berat total 450 gram, target pasar utama tempe kemasan ini adalah warga Indonesia yang bepergian ke mancanegara. Jemaah haji, misalnya, adalah pasar potensial yang bakal ditembus LIPI-Co. Jadi, tak perlu lagi kangen tempe di Mekah.

Tikus-Tikus Transgenik

BASAL cell carcinomas termasuk salah satu jenis kanker kulit yang populer. "Dari sejuta kasus kanker kulit yang didiagnosis di Amerika, sebagian besar tergolong jenis itu," kata Andrzej A. Dlugosz, M.D., associate professor penyakit kulit dan direktur sains Cutaneous Oncology Program di U-M Comprehensive Cancer Center, Amerika Serikat, kepada situs sains Scientific Daily.

Namun, hingga sekarang, belum ada obat yang efektif menangkalnya. Studi yang pernah dilakukan sebelum ini hanya menunjukkan bahwa suatu mutasi gen yang disebut patched (PTCH) berkaitan dengan berkembangnya basal cell carcinomas manusia. Tapi para ilmuwan belum mengetahui bagaimana perubahan gen tersebut menyebabkan kulit normal berubah menjadi sel tumor.

Belakangan, para periset di Universitas Michigan, Amerika Serikat, dan Rumah Sakit Anak-Anak Universitas Toronto, Kanada, menciptakan tikus transgenik alias hasil rekayasa silang genetika. Berkat studi tentang tikus itu, yang hasilnya diumumkan di terbitan ilmiah Nature, 1 Maret silam, ilmuwan mengetahui adanya peran suatu jenis protein, yakni Gli2, dalam perubahan gen.

Tikus-tikus itu memproduksi sejumlah besar Gli2 abnormal di jaringan kulit. Dalam waktu tiga bulan, hewan ini secara spontan mengembangkan tumor kulit yang mirip basal cell carcinomas manusia. Tumor pada tikus itu juga memperlihatkan tanda protein dan RNA yang sama dengan tumor manusia. Para ilmuwan berharap penemuan awal ini akan membuka pintu menuju pengobatan kanker kulit yang lebih baik.

Tumbuhan Pembersih Limbah

LIMBAH selalu menjadi masalah di mana-mana, apalagi bila limbah itu beracun dan sulit didaur ulang secara alamiah. Karena itulah para ilmuwan selalu mecari cara melawan limbah. Salah satu penelitian terbaru melawan limbah dan polutan dilakukan dengan menggunakan teknik phytoremediation (phyto berarti tumbuhan dan remediation berarti membersihkan). Sesuai dengan namanya, teknik ini menggunakan tumbuhan sebagai media pembersih polusi.

Phytoremediation pernah dicoba di beberapa tempat. Tim dari lembaga lingkungan Amerika (EPA), misalnya, mencoba bunga matahari untuk membersihkan radioaktif yang mencemari air di sekeliling pabrik nuklir Chernobyl, Ukraina. Tim periset dari Argonne National Laboratory menggunakan suatu jenis rumput, Koschia scoperia, untuk tujuan yang sama. Dan yang paling anyar, akhir bulan lalu, para peneliti di Universitas Arkansas, Amerika Serikat, mencoba teknik itu untuk membersihkan limbah hidrokarbon dengan alang-alang. Ketiganya berhasil.

Teknik phytoremediation sejatinya agak kompleks lantaran setiap tumbuhan memiliki cara sendiri-sendiri dalam membersihkan limbah. Alang-alang, contohnya, mengubah polutan menjadi semacam larutan minyak. "Minyak tersebut diubah menjadi makanan," kata Greg Thoma, insinyur kimia di Universitas Arkansas, kepada ABCNews.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum