Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Janin texas, dibidani di cicurug

Pemindahan janin sapi dari cic, as untuk sapi-sapi di cicurug dan sidrap, sebagai upaya mewujudkan gagasan menteri. (ilt)

14 Juli 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENCANGKOKAN janin sapi di Indonesia telah membuahkan hasil. St. Nurendro, direktur pelaksana PT Berdikari United Livestock, tak kecewa, kendati telah mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah untuk menyediakan induk dan membeli janin beku. Perusahaannya kini memiliki 33 sapi bunting hasil pencangkokan. Setelah mengadakan evaluasi, perusahaan itu memulai percobaannya yang kedua, dua pekan lalu. Teknologi reproduksi, yang semula banyak diperdebatkan dan dinilai terlalu canggih bagi Indonesia, kini bukan lagi angan-angan. Tiga bulan lalu, perusahaan peternakan itu mewujudkan gagasan Menteri Koperasi Bustanil Arifin untuk mengimpor janin. "Memang mahal proyek ini," kata Nurendro. Namun, katanya, "Tak ada istilah rugi untuk mendapatkan teknologi baru." Karenanya, anggota Berdikari Group itu berani mengambil alih pembiayaan, yang semula dibebankan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Koperasi. Kebetulan, Granada International Corporation (GIC), Texas, Amerika Serikat, bermaksud menjual janin beku. Malahan, GIC sanggup mengantarkan janin - yang konon berasal dari induk dan pejantan terbaik - sampai ke rahim induknya yang baru dengan aman. Dimulailah pemindahan janin, embryo transfer, dari induknya di Texas ke induk baru di Cicurug, Sukabumi, dan Sidrap di Sulawesi Selatan. Terlindung oieh nitrogen cair dalam bejana, 150 janin beku tiba di Indonesia. Sebanyak 207 sapi betina telah disiapkan, disuntik dengan lutalyse (PGF2-alfa) pada bagian otot pinggul, untuk menyerentakkan berahi. Tak seluruhnya berhasil. Hanya sekitar 113 ekor yang menunjukkan gejala berahi. Dari jumlah itu Geoffrey Mahon dari GIC melakukan seieksi, dan menetapkan 77 ekor sapi yang boleh mendapatkan janin. Sebanyak 75 ekor sapi FH dan dua ekor peranakan Ongole itu dianggap memiiiki corpus luteum - organ penjaga kondisi kebuntingan - yang baik, sehingga dapat menjamin keberhasilan pencangkokan. Sapi yang terseleksi dibius lokal di bagian lambung, bulunya dicukur, dan kulitnya disayat sepanjang 15 cm. Bagian rahim, cornua uteri, ditarik dengan tangan. Janin beku (baru terdiri dari beberapa sel), setelah "dicairkan", diinjeksikan pada rahim. Otot dijahit, kulit dikatupkan kembali. Pekerjaan selama lima menit untuk setiap sapi itu pun usai. Setelah pembedahan, ternyata tiga ekor sapi di antaranya mati. Dua ekor mati karena infeksi, sedangkan yang satu lantaran ususnya terbelit. "Mungkin karena pembedahan," kata Nurendro. Dengan teknik perabaan, palpasi, pada 74 ekor sapi yang tersisa, diketahui bahwa 26 di antaranya bunting. Tingkat kebuntingan 35% pada percobaan ini dinilai kurang berhasil, kendati di Korea Selatan dan Israel - yang juga dilakukan GIC - menghasilkan tingkat kebuntingan sebanyak 20% dan 40%. TENTANG faktor yang menyebabkan kegagalan mencapai persentase sasaran, Mozes Toelihere, guru besar fisiologi reproduksi IPB, belum bisa memberi komentar. "Sebelum ini, kita belum pernah melaksanakannya," kata Mozes. Yang jelas, faktor yang harus diperhatikan dalam pemindahan janin ini adalah pengamatan berahi sapi induk. Pencangkokan, menurut dia, akan lebih berhasil bila sebelumnya diketahui dengan pasti bahwa terjadi dua atau tiga kali siklus berahi secara mantap. Hasil percobaan juga menunjukkan faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencangkokan. Yakni keadaan janin pada saat akan disuntikkan dan kondisi corpus luteum induk penerima janin. Dari 59 janin kualitas A yang disuntikkan, terjadi 24 kebuntingan. Sedangkan 19 janin berkualitas B hanya menghasilkan dua kebuntingan, dan satu janin bcrkualitas C tak menyebabkan bunting. Hampir seluruh kebuntingan, 22 ckor, terjadi pada induk yang mempunyai corpus luteum kelas I. Empat sisanya terjadi pada kelas II. Lebih rendah dari kelas itu tak menghasilkan kebuntingan. Nilai persentase kebuntingan, yang didapat dari pemindahan janin kali ini, mengingatkan orang pada hasil pelaksanaan kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) pada tahap awal. Pada tahun 1970-an, kebuntingan hasil IB hanya sekitar 30%. Baru, setelah dikembangkan beberapa tahun, kebuntingan meningkat sampai 50%. Pencangkokan janin dengan sistem bedah sengaja dipilih. Dengan cara ini, menurut Nurendro, kemungkinan sapi untuk bunting lebih besar daripada tanpa menggunakan pembedahan. Dengan harga janin lebih dari Rp 2 juta, dia menyebut, "Kami tak mau mengambil risiko." Penelitian terdahulu menunjukkan, persentase kebuntingan, yang diperoleh dari penyuntikan ke dalam rahim, 10% lebih baik daripada penyemprotan janin seperti halnya pada kawin suntik. Meskipun demikian, untuk pemakaian sistem pemindahan janin yang dikembangkan di masyarakat luas, pencangkokan tanpa bedah lebih disarankan. Sebab, katanya, "Masyarakat pasti menolak sapinya dibedah." Sebab lain dari lebih rendahnya hasil percobaan ini, agaknya, karena keadaan ternaknya sendiri. Hal ini tecermin dalam respons ternak terhadap penyuntikan prostaglandin. Jumlah sapi yang menunjukkan gejala berahi karena penyuntikan itu hanya 54,6%, sedangkan percobaan di Israel mencatat angka 70%, walaupun sebelumnya hanya 50%. Apa pun hasilnya, percobaan kali ini masih belum mencerminkan penguasaan teknik reproduksi mutakhir di Indonesia. Yang dilakukan di sini hanya merupakan setengah dari pekerjaan pencangkokan janin. Itu pun masih dilakukan tenaga GIC - kendati telah banyak tenaga Indonesia yang menguasai teknik pembedahan dan reproduksi. Pengambilan janin dari induknya, serta pemeriksaan kualitasnya, masih sepenuhnya ditangani tenaga asing. "Secara teori tak ada kesulitan, tapi praktek memang belum," tambah Nurendro. Padahal, jika induk donor tak dipunyai sendiri, harga impor janin itu akan tetap lebih mahal daripada impor sapi dewasa. Kendati begitu, United Livestock masih akan mencoba lagi. Untuk percobaan keduanya, 216 sapi akan diserentakkan berahinya, untuk menampung 130 janin beku yang masih tersisa. Enam bulan lagi, 33 janin sapi warga negara Amerika yang kini masih di rahim - akan melenguh di rerumputan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus