Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 23 Desember lalu, Presiden Joko Widodo resmi melarang penjualan rokok per batang. Larangan itu dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Larangan tersebut didasari oleh usulan Kementerian Kesehatan yang mengungkap peningkatan perokok pemula di Indonesia selama dekade terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi hal tersebut, pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga Bagong Suyanto aturan itu tak cukup membendung kebiasaan merokok masyarakat menengah ke bawah. “Mengerem kebiasaan merokok masyarakat menengah ke bawah tidak cukup hanya melalui pelarangan, tapi perlu mengubah kesadaran. Ini adalah soal pemahaman mengenai bahaya rokok itu sendiri,” ucapnya dilansir dari laman resmi Unair pada Rabu, 28 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bagong, larangan tersebut tidak sepenuhnya menjadi solusi yang baik dalam mengurangi jumlah konsumsi rokok. Ia mengungkapkan, perokok yang telah kecanduan akan tetap membeli rokok meskipun tidak dapat lagi membeli secara batangan.
Baca juga:Bersaing dengan 27 Negara, Mahasiswa Kedokteran UGM Juara Medical Student di Korea Selatan
“Perokok adiktif akan beli dalam jumlah banyak sehingga penjual rokok tetap akan dapat untung dan tidak akan kapok,” jelasnya. Selain itu, lanjut Bagong, potensi bagi masyarakat untuk beralih menggunakan rokok elektrik dibanding rokok tembakau kebanyakan hanya dimanfaatkan oleh golongan menengah. Akibatnya, rokok tembakau tetap akan marak digunakan.
Dalam paparannya, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair itu juga menilai iklan yang mengajak masyarakat untuk tidak merokok tidak akan efektif selama masyarakat tetap menutup mata dari bahaya merokok.
“Jadi, yang perlu dilakukan adalah promosi bagaimana menciptakan nilai baru soal bahaya rokok, kejahatan rokok, dan lain-lain,” sarannya.
Selain itu, Bagong juga menjelaskan peran penting perempuan dan tokoh lokal. “Biasanya, suami-suami itu nurut kalau istri yang meminta. The power of emak-emak, bahasa kerennya,” ungkapnya. Dalam kebijakan selanjutnya, Prof Bagong juga menyarankan perlunya mengembangkan gerakan perempuan dan anak anti-rokok.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.