GEDUNG jangkung yang terbuat dari beton bertulang bisa terbakar?
Beberapa kasusnya terjadi akhir-akhir ini. Umpamanya, kejadian
di lantai II, III dan IV gedung Kejaksaan Agung di Jalan
Singamangaraja, Kebayoran Baru.
Api berkobar di situ sekitar dua jam lamanya, walaupun 60 mobil
pemadam kebakaran dan satuan helikopter dikerahkan untuk
memadamkannya. Jaksa Agung Muda Sadeli SH menduga -- masih belum
diumumkan konfirmasinya -- bahwa api berasal dari kortsluiting
listrik di ruang data lantai II, kemudian menjalar ke atas.
(Untung tak ada berkas penting yang ikut terbakar di ruang data
intel dan ruang rapat tersebut, demikian laporan resmi).
Hari Selasa, 9 Januari yang sama, lantai kedua Hotl Kartika
Plaza juga terbakar. Terpaksa mobil pemadam kebakaran yang
bertugas menyemprotkan air di Kejaksaan Agung bolak-balik ke
Jakarta Bypass untuk membunuh api di Kartika Plaza. Kali ini,
bukan. Iistrik yang dituding sebagai kambing hitamnya, melalnkan
api dari kompor gas, walaupun ini masih diselidiki pula.
Kebakaran di hotel mentereng atau kantor pemerintah seperti ini
memang jarang terjadi. Berbagai peristiwa kebakaran sebelumnya
menelan korban bangunan umum seperti pusat pertokoan (shopping
centre) dan pasar. Dan ir Sri Oeripto, Kepala Sub-Direktorat
Perencanaan pada Direktorat Tata Bangunan, Departemen PU, juga
tak begitu khawatir terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran di
gedung-gedung pemerintah.
Alasannya? "Tingkat disiplin pemakai cukup baik, dan jumlah
orang yang berada di situ relatif sedikit," katanya kepada
Slamet Djabarudi dari TEMPO. Sebaliknya, orang-orang yang
berjubel di bangunan umum jauh lebih banyak, dan kesadarannya
akan bahaya kebakaran "masih memprihatinkan".
Karena Ceroboh
Oeripto mengatakan orang pasar sering menambah kabel tanpa
diperiksa oleh yang ahli. Ini sering membuat kabel menjadi
kelewat panas yang bisa mengakibatkan kebakaran.
Tapi kelalaian, yang lebih bersifat kecurangan, dapat juga
terjadi pada saat perencanaan dan pelaksanaan bangunan. "Pemilik
bangunan yang pelit," kata Oeripto lagi, "sering tak mau
menuruti petunjuk perencana." Maka terpasanglah kabel, misalnya,
yang tak sesuai dengan beban listrik yang harus dipikulnya.
Dianjurkannya agar izin bangunan lebih diperketat, antara lain
dengan harus adanya Sertifikat Kelayakan Instalasi dan Bangunan
sebelum bangunan baru itu boleh ditempati. Pendapat Oeripto itu
didukung oleh ir Suryono, dosen FT Usakti yang juga bergerak
dalam bidang instalasi listrik.
Suryono menjumpai: Selama ini bouwheer hanya memeriksa gambar
sipilnya. Segi teknik sipil itu pulalah yang lebih diperhatikan
oleh pemborong. Sementara gambar dan perencanaan instalasi
listriknya, kurang diperhatikan secara cermat. Itu sebabnya, tak
sedikit instalatir listrik tak sepenuhnya mematuhi ketentuan
PLN. Misalnya dalam soal pemasangan kotak sambungan berterminal
jepit, pemutus arus yang bocor ke tanah, ketentuan instalasi di
daerah yang berbahaya lantaran ada gas-gas atau bahan kimia
lainnya yang mudah terbakar.
Oeripto menekankan pula perlunya pengujian berkala alat pencegah
dan pemadam kebakaran di gedung bertingkat. Terutama alat
pemadam api yang tergantung pada mutu fasilitas pelayanan umum.
"Kalau alat itu tersumbat garagara air dari Pejompongan kotor,
'kan percuma saja," katanya.
Wisma Nusantara, yang nantinya bakal jadi milik negara, termasuk
contoh gedung yang telah diuji oleh dinas PU. Sebelum ditempati,
diujinya segala perlengkapannya, baik instalasi listrik termasuk
lift, maupun alat pemadam kebakaran di tiap lantai. Yang tak
diuji coba hanyalah detektor asap karena alat itu sangat mahal
harganya, dan hanya bisa sekali pakai saja.
Tempat Lari
Meskipun jarang terjadi kebakaran di gedung pemerintah atau
hotel mewah bertingkat banyak, kesiagaan masih tetap persoalan.
Mobil pemadam kebakaran di Jakarta maksimal hanya bisa
menjangkau ketinggian 40 meter. Atau kurang lebih 11 tingkat
saja. Itupun sudah payah, sebab beratnya 20 ton. Lebih sulit
lagi memadamkan lokasi yang sudah terkotak-kotak -- seperti di
Wisma Nusantara --daripada lokasi yang terbuka. Maka
Sukmadiharja, Kepala Dinas Kebakaran DKI berpesan: "Jangan
terlalu mengharap bantuan dari bawah." Maksudnya agar setiap
peralatan anti-kebakaran di setiap lantai gedung bertingkat
berfungsi dengan baik.
'Jalur penyelamat' (fire escape), dan alarm kebakaran (fire
alarm) dituntut juga supaya terpelihara. Konstruksi gedung
Kejaksaan Agung, memungkinkan orang-orang di sana menyelamatkan
dirinya dengan cepat. Setelah ditambah di sayap kanan, gedung
itu memiliki dua lift, dua tangga yang lebarnya hampir tiga
meter dan dua tangga darurat. Di bagian belakangnya terdapat
teras sele bar tiga meter pada setiap lantai yang semuanya ada
enam. Ketika Ruangan Operasi di lantai II dan III mengeluarkan
asap tebal di sisi kanannya, orang-orang di situ bisa. segera
lari ke sisi kiri melalui teras atau gang. Hanya saja, sistem
alarm di situ kurang efektif. Kebakaran baru diketahui setelah
beberapa orang mencium bau hangus.
Pengamanan kantor pusat Pertamina yang bertingkat 21 di Jl.
Perwira 6 tampaknya jauh lebih baik. Malah lebih baik daripada
ketentuan Pemerintah DKI yang tertuang dalam Perda No. 3/1975.
DKI mewajibkan adanya alat penyemprot otomatis (automatic
sprinkle) mulai dari tingkat 11 ke atas -- berhubung mobil
pemadam kebakaran DKI hanya bisa mencapai tingkat 11 itu. Tapi
Pertamina telah melengkapi gedungnya dengan alat otomatis itu
dari tingkat kolong (basement) sampai tingkat 21. Alat itu akan
menyemprotkan air ke dalam ruangan secara otomatis bila suhu
ruangan itu mencapai 68ø C.
"Sejak BPM, Shell dan sekarang Pertamina, kami selalu
menggunakan standar internasional untuk soal kebakaran," ucap
Djohan Sanusi, petugas Fire Safety Pertamina. Titik beratnya
lebih pada segi pencegahan, walaupun kesiagaan dalam
penanggulangan tak ditinggalkannya. Di seluruh ruang kerjanya
terdapat alat pemadam kebakaran cangkingan (portable). Juga di
gudang-gudang. Sistem alarm kebakarannya dapat disetel otomatis,
atau manual. Di tiap ruang khusus -- misalnya ruang komputer --
tersedia detektor asap.
Ada pula alat pemadamnya seperti di ruang komputer di lantai I
yang tak menggunakan air, melainkan Halon 1301. Zat ini lebih
berbahaya bagi kesehatan manusia, tapi kurang merusak bagi pita
komputer ketimbang kena air.
No Smoking
Gedung setinggi hampir 100 meter itu masih dilengkapi pula
dengan 3 keran air bertekanan tinggi di tiap lantai, yang dapat
dengan mudah dihubungkan dengan selang. Di gedung utamanya ada
dua pintu darurat yang tahan api selama 4 jam. Juga ada lift
khusus bagi pemadam api, dan dua mobil besar yang dapat mencapai
ketinggian 25 meter. Di lantai bawahnya tersedia busa pemadam
api.
"Alhamdulillah, sampai sekarang belum pernah terjadi kebakaran
yang cukup besar," kata Sanusi. Kebakaran kecil di situ pernah
terjadi sekali dua, tapi dalam areal sempit dan dapat segera
dipadamkan dengan alat cangkingan. Soalnya, sampai sekarang
masih sering ada kegiatan mengelas atau memasang kabel listrik
di kantor induk Pertamina itu. Kegiatan itulah yang
kadang-kadang menimbulkan kebakaran.
Hampir sepertiga dari seluruh karyawan Pertamina di
Jakarta sudah dilatih menanggulangi kebakaran. Dan sering
ada pengumuman "dilarang merokok dalam lift" lewat corong. No
Smoking, tertulis pun ada. Selain alasan kesehatan, juga demi
keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini