Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kerak baja yang terbuang

Menurut penelitian yang dilakukan oleh ipb, ternyata kerak baja bisa meningkatkan daya tahan jenis tanaman rumput-rumputan, bahkan wereng bisa dilawan. di krakatau steel, kerak terbuang saja. (ilt)

8 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Krakatau Steel setiap hari menghasilkan 640 ton baja spons. Tapi setiap hari pula pabrik baja di Cilegon, Kabupaten Serang itu membuang 96 ton limbah berupa kerak baja. Menurut seorang pejabat perusahaan itu, lingkungan di sekitarnya tak tercemar, karena semua limbah ditimbun di halaman belakang pabrik. Tentu saja kemudian dibutuhkan lahan penampungan yang luas. Sekarang bongkahan berwarna hitam pekat itu sudah menggunung di atas 1 ha areal yang disediakan. Semua ini seharusnya tidak merepotkan. IPB sudah meneliti bahwa limbah baja sangat berkhasiat untuk berbagai jenis tanaman rumput-rumputan (graninese) seperti padi, tebu, dan sayur-mayur. Kerak baja (slag) merupakan senyawa kimia dari silikat, kalsium, fospat, magnesium, dan berbagai unsur mikro. Adalah unsur silikat yang ternyata banyak dikandung oleh limbah pabrik baja itu (1,25 sampai 3,4%) sangat dibutuhkan oleh tanaman tadi. Dari penelitian IPB sejak 1979 di lahan pertanian yang umumnya dari jenis latosol, podzolik dan grumusol diketahui jenis tanah yang miskin silikat. Akibatnya tanaman tertentu mudah diserang berbagai hama pengisap dan penggerek seperti wereng dan sundep. Selain itu tanaman mudah pula rebah. Dengan pemberian kerak baja dalam dosis tertentu pohon padi, tanaman tebu dan sayur-sayuran menjadi kuat, tak mudah rebah. Ini sudah terbukti dalam percobaan yang dilakukan oleh IPB. Di ruang kacanya sengaja ditanam padi dan sayur dalam dua model pot. Sebagian diberi kerak baja dan yang lain tidak. Sedangkan di ruangan terbuka ditanam pula tebu dengan cara yang sama. Secara visual saja sudah jelas kelihatan beda tanaman itu. Daun tanaman yang diberi kerak kelihatan bertumbuh baik tak merunduk, dan ia berwarna hijau kehitaman. Sebaliknya tanaman yang tak diberi kerak daunnya lemas merunduk dan kering. Setelah diteliti, dinding sel pada tanaman pertama lebih keras. Lantas berkata Profesor Goeswono Supardi, Guru Besar Kimia Tanah IPB yang memimpin penelitian itu. "Dinding sel itu tak mudah ditembus hama pengisap maupun penggerek." Dia tampaknya yakin bahwa wereng bisa dilawan kalau kerak baja dimasyarakatkan, seperti sudah terbukti di Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. "Di sana sudah lama tak dikenal lagi wereng seperti di sini," ujar Goeswono. Penerapannya tak begitu sulit. Cukup dengan menaburkan kerak baja yang sudah dihaluskan -- lewat prPses pabrik-pada sawah atau ladang. Dari penelitian, Goeswono merekomendasikan dosis: 2 ton/ha untuk ladang tebu, 750 kg untuk padi, dan 1,5 ton untuk sayur-sayuran. Tapi kerak itu baru berfungsi meningkatkan daya tahan tanaman. Selain itu tetap dibutuhkan pupuk seperti biasa. Di ruang kaca IPB bisa terlihat jelas jumlah malai padi yang diberi kerak dengan yang tidak hampir sama saja. Penelitian itu melibatkan 4 sarjana IPB dari fisiologi tumbuhan, agronomi, hama penyakit dan tanaman. Selain mengadakan percobaan di rumah kaca IPB di Bogor, mereka melakukan penelitian lapangan dengan membuka kebun percobaan di Lembang (untuk sayur-sayuran) dan di Subang (tebu). Sayang, hasil penelitian yang sudah selesai akhir 1981 itu kini masih belum bisa diterapkan. Yang jadi soal ialah PT Krakatau Steel, satu-satunya pabrik baja di Indonesia, belum menjawab berkali-kali surat Goeswono yang meminta limbah itu diproses agar bisa dimanfaatkan meningkatkan produksi pertanian. sahkan untuk proyek penelitian IPB itu kerak baja terpaksa diimpor dari Jepang. Goeswono pun seperti mengeluh, "bila saran kami diterima limbah yang mubazir itu bisa bermanfaat. " Dalam hal ini, ketika TEMPO bertanya pihak Humas PT Krakatau Steel di Cilegon hanya menjawab, "kami tak diberi wewenang wawancara."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus