SELAMATKANLAH badak Kalimantan. Tinggal 15 atau 20 ekor.
Caranya? Suaka Margasatwa Kutai Timur hendaknya dikhususkan
untuk melindungi badak bercula dua yang nyaris punah itu. Tentu
bersama fauna Kalimantan lainnya yang nyaris punah pula,
seperti orang utan, banteng, dan lainnya.
Usul itu kembali bergema di ruang simposium Pusat Penelitian
Biologi Tropika (Biotrop) di Tajur, Bogor, dua pekan lalu.
Pengusulnya lohn Blower dari tim FAO/UNDP, yang diperbantukan
pada Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA). Ia
berbicara dalam kesempatan Simposium Pengelolaan Satwa Lindungan
se-Asean yang dituanrumahi oleh Biotrop. Di situ dia mengulangi
lagi apa yang sudah diusulkan oleh tim ahli Biotrop sendiri. Di
bawah pimpinan Dr Soegeng Reksodihardjo, tim itu meninjau Kutai
Timur di tahun 1970.
Suaka itu sendiri luasnya 306,6 ribu Ha, dan ditetapkan 42 tahun
yang lalu oleh Sultan Kutai yang herkeraton di Tenggarong, dekat
Samarinda. Di sebelah timur suaka itu dibatasi oleh pantai Selat
Makassar. Di utara dan selatan diapit oleh Sungai Sengata dan
Sungai Santan. Di barat ia dibatasi Sungai Sedulang. Daerah itu
tadinya merupakan habitat yang subur bagi badak Kalimantan
(Dicerorhinus sumatrersis harrissorli), suatu turunan dari
badak Sumatera yang juga bercula dua.
Di masa silam, binatang pemakan rumput yang suka berkelana
seekor diri itu banyak terdapat di hulu-hulu sungai yang
bersumber di pegunungan Schwaner dan Muller. Tapi akibat
perdagangan penduduk Kalimantan dengan Tiongkok, binatang itu
mulai terancam kelestariannya. Cula badak dipercayai oleh orang
Cina sebagai sejenis obat kuat. Menurut catatan pemerintah
Hindia Belanda, antara 1919-1927 sejumlah 344 kg cula badak
diekspor dari luar Jawa (Sumatera dan Kalimantan).
Konsesi Hutan
Akibatnya, sejak akhir 1930-an badak itu mulai punah di daerah
Kalimantan bagian selatan. Di hulu Sungai Barito, binatang itu
masih agak lama bertahan. Menurut catatan Tom Harrison, kurator
Museum Kucing di Sarawak (Malaysia Timur), badak terakhir di
hulu Barito terbunuh tahun 1958.
Sekarang ini seluruh populasi badak di Pulau Kalimantan ditaksir
tinggal 15 sampai 25 ekor saja. Paling banter tinggal tiga ekor
di Sarawak, maksimal 5 ekor di Kalimantan Timur, dan 10 sampai
20 ekor di Sabah (juga Malaysia Timur) .
Namun perburuan badak -- begitu pula orang utan yang sangat
langka-di daerah suaka sendiri masih jalan terus. Rupanya sanksi
hukum yang disebutkan dalam Peraturan Perlindungan Binatang Liar
(Lembaran Negara No. 266/1931) yang sudah diperbaharui, dalam
praktek tak pernah jalan.
Sementara itu perusakan habitat terakhir badak Kalimantan itu
pun sampai sekarang masih berjalan terus. Sejak 1969, beberapa
izin penebangan hutan diberikan kepada maskapai swasta di
sekeliling suaka. Bagian selatan suaka malah telah dipotong
untuk diberikan kepada PT Kayu Mas yang sebelumnya telah
memanfaatkan hutan dalam suaka sebelah timur.
Repotnya, Kutai Timur masih berstatus "suaka margasatwa".
Artinya hanya binatangnya yang dilindungi. Belum berstatus cagar
alam atau taman nasional, yang seluruh flora dan faunanya tak
boleh diganggu-gugat. Kini praktis tinggal 30% dari areal suaka
yang belum dikonsesikan. Itupun sudah terbelah oleh jalan poros
PT Sylva Duta yang mendapat konsesi di sebelah barat di luar
suaka. Belum lagi jalanjalan pintas yang dibuka oleh maskapai
lain.
Dinamit Pertamina
Mau meluas ke utara mengikut jejak-jejak badak yang masih
ditemukan A.M.K. van der Zon di lembah Banumuda tahun lalu? Juga
sudah sulit. Di sana, PT Porodisa telah mendapat HPI. Sementara
itu, mesin bor dan dinamit Pertamina dan kontraktor minyaknya
sibuk beroperasi sepanjang sungai Sengata, mencari minyak dan
gas bumi. Lalu, apa usul John Blower, yang juga mengepalai
perwakilan WWF (World Wildlife Fund) di Indonesia?
"Penebangan hutan tetap harus distop. Saran Biotrop untuk
memasukkan 50 ribu Ha daerah aliran sungai Banumuda ke dalam
suaka, juga perlu dilakukan," sahut Blower, yang pernah ke
kawasan itu tahun 1975. Cara-cara pengeluaran kayu gelondongan
oleh Sylva Duta dan Kayu Mas melintasi hutan suaka hendaknya
dicari alternatif. Daerah industri di sekitar Bontang yang
sesung guhnya termasuk areal hutan suaka boleh dikeluarkan saja
dari suaka. Selanjutnya, seorang petugas senior PPA perlu
ditempatkan di Sangatta, dilengkapi dengan 20 Polsus PPA, sebuah
mobil jeep dan tiga perahu motor untuk patroli di sungai dan di
pantai.
Untuk lebih memperkuat usulnya, Blower akan mengirim seorang
anak buahnya lagi ke Kutai Timur bulan depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini