Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Limnotek

Puslitbang, limnologi, lipi, bogor, menciptakan alat untuk menangani air yang mengalami eutrofikasi. alat itu dinamakan limnotek. dapat menolong makhluk air yang kekurangan oksigen.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SITU Bojongsari mulai berubah. Tumbuhan apu-apu, yang biasa menyita permukaan telaga itu, perlahan menyingkir. Ikan tawes serta mujair mulai betah menghuni danau di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Bogor, itu. Apa yang sedang terjadi? Sebuah tabung, sepanjang 3,5 meter bergaris tengah 40 cm, dibenamkan di tengah telaga dan cuma terlihat ujung atasnya. Dari ujung bawah tabung, dekat dasar telaga, dialirkan udara tekanan tinggi -- berasal dari kompresor yang diparkir di darat -- dan menimbulkan olakan air. Inilah pekerjaan Limnotek, alat buatan Balai Litbang Dinamika Perairan, Puslitbang Limnologi, LIPI, Bogor. Limnotek merupakan salah satu karya yang disajikan dalam arena Pameran dan Ekspose LIPI di Gedung LIPI Jalan Gatot Subroto Jakarta, akhir tahun lalu. Alat itu sanggup menangani air yang mengalami eutrofikasi, tercemar oleh zat-zat hara -- bahan yang sebetulnya diperlukan tumbuh-tumbuhan. Namun, zat hara yang berlebihan itu, justru merugikan. Gulma air semacam apu-apu tumbuh terlalu pesat, menutupi permukaan telaga, dan memonopoli konsumsi oksigen dalam air. Plankton dan ganggang mikro di bawahnya mati lantaran tak mendapatkan sinar matahari. Air telaga jadi miskin oksigen, dan ikan-ikan enggan bermukim di sana. Limnotek pun dibuat untuk menolong makhluk air itu. Cara kerjanya agak unik. Mula-mula udara disemburkan lewat bawah tabungnya yang terbenam di dekat lantai telaga. Tekanan udara ini menyebabkan kolom air dalam tabung terangkat naik dan kemudian disalurkan ke lapisan air yang miskin udara, lewat empat buah lengan yang terpasang di bagian atas tabung. Keunggulan Limnotek memang bukan pada injeksi udaranya, "Melainkan distribusinya," kata Ir. Dede Irving Hartoto, Kepala Balai Litbang Dinamika Air. Lapisan miskin oksigen biasa disebut sebagai daerah termoklin -- yang juga ditandai dengan suhu yang rendah. Pemasokan oksigen yang besar itu bisa menyebabkan zat besi di situ bereaksi dengan gugus fosfat, membentuk senyawa garam yang lantas mengendap di dasar telaga. Amonium pun menyusut karena mikroba air mendapat angin untuk bernapas dan memangsa zat itu. Akibatnya, nutrisi untuk gulma air itu terbatas. Seperti terbukti di Bojongsari, kandungan fosfat menurun dari 252 mikrogram/l air menjadi 43 mikrogram, dan amonium menurun dari 329 menjadi 9 mikrogram/l. Sebaliknya, oksigen terlarut naik dari 0,13 ppm menjadi 5,5 ppm.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus