KALAU kulkas atau mesin AC kehilangan freon, itu ibarat mesin mobil dengan tangki kosong. Macet tak berfungsi. Namun kini muncul teknik baru, menjalankan mesin pendingin tanpa freon. Terobosan ini dikerjakan oleh tim yang dipimpin Steven Garrett dari Naval Postgraduate School di Monterey, California. Teknik yang digunakan di Monterey ini agak ganjil, yakni memanfaatkan gelombang getar demi menghasilkan aliran hawa dingin. Garrett menggunakan sumber getar berupa loudspeaker berkekuatan 160 desibel (dB), lebih memekakkan kuping dibanding raungan mesin pesawat jet. Namun, Garrett membungkus sumber getaran itu dengan bahanbahan kedap. Lewat membran tipis itu, entakan gelombang suara yang bergetar 600 kali/detik itu disalurkan ke dalam tabung panjang tertutup rapat dan berisi gas campuran heliumxenon, atau bisa pula diganti dengan campuran helium argon. Membran itu berfungsi seperti piston, naik-turun. Ketika bergetar, membran bergerak ke bawah, mendesak molekul gas-gas mulia itu ke bawah. Sebaliknya, di saat bergerak naik, dia menarik gas tadi kembali ke atas. Begitu seterusnya. Gerak molekul gas yang berlari naik-turun itu membuat ujung tabung bagian atas bersuhu tinggi, dan di ujung bawah bersuhu rendah. Bagian ujung bersuhu rendah ini dimanfaatkan untuk memproduksi udara dingin, yang kemudian disemburkan keluar sebagai hawa AC. Yang unik dari proses itu adalah bagaimana mekanisme membuat ujung tabung gas mulia itu panas di satu sisi dan dingin di sisi yang lain. Garrett menyebutkan semua proses ini sebagai sistem cooling sound. Ketika bergerak turun, membran seperti menendang molekulmolekul gas mulia di bagian atas. Benturan itu membuat molekulmolekul di bagian atas memiliki energi besar dan suhu tinggi. Peristiwa yang terjadi berikutnya adalah tabrakan berantai: molekul-molekul tadi menubruk dinding tabung dan molekulmolekul sebelahnya. Proses pemindahan panas pun terjadi. Mula-mula molekul tadi melepaskan sebagian panas ke dinding tabung, dan sebagian lagi ke molekul-molekul di bawahnya. Berikutnya, molekul di bawah pun melakukan hal yang sama. Namun, di bagian paling bawah, panas "warisan" membran itu telah habis. Alhasil, benturan molekul justru menarik panas dari dinding tabung. Maka, suhu dinding bawah tabung secara berangsur menurun. Lalu, ke arah ujung tabung dingin itu udara ditiupkan, dan menjadi hawa dingin AC. Namun, sebaliknya, ujung tabung itu naik suhunya, untuk kemudian diambil lagi oleh gas mulia itu lewat benturan ke dinding. Pada saat yang sama, aliran udara bebas juga dipakai untuk mendinginkan sisi tabung bagian atas. Begitulah cara Garrett "menceraikan" AC dari freon. Sebagai salah satu bentuk senyawa CFC (kloro-fluor-karbon), freon kini memang dimusuhi. Protokol Montreal, yang diteken oleh 50 negara di 1987, tegas menyebutkan bahwa pada tahun 2000 nanti, freon dan senyawa-senyawa CFC lainnya harus enyah dari muka bumi. Soalnya, CFC merupakan senyawa yang merusak lapisan ozon, payung bumi dari sengatan sinar ultraviolet, di puncak atmosfer sana. Upaya Garrett untuk menggantikan freon dengan gas mulia agaknya memang pas. Gas mulia -- semacam xenon, argon, atau helium -- dikenal stabil, dan tidak korosif. Yang lebih penting, "Dia tak gampang meledak," tutur Ir. Tutuk Zakaria, 32 tahun, staf di laboratorium Teknik Kondisi, Jurusan Fisika Teknik, ITB. Tutuk menghargai karya Garrett. Namun, dia meragukan efisiensi teknik baru ini. "Saya kira kapasitasnya tak bisa besar," ujarnya. Dia menduga mesin AC ala Garrett itu tak bisa bersaing dengan AC konvensional -- yang biasa disebut sistem konversi uap -- yang mampu memberikan udara sedingin -- 60C. Dibanding AC konvensional, sistem cooling sound ala Garrett memang lebih rumit. Tutuk pun mempertanyakan soal getaran yang besarnya 160 dB tadi. "Sulit untuk mengisolasikannya," ujarnya. Bocor sedikit saja, mesin AC bisa jadi biang keributan. Belum lagi loudspeaker yang 160 dB itu masih sulit dibuat. Banyak jenis mesin pendingin tanpa freon sebetulnya telah dibuat orang. Di antaranya ada yang disebut dengan sistem absorbsi, memakai bahan LiBr (litium- bromida) dan air. Prinsipnya mirip dengan konversi uap. Ada lagi pendingin model termo elektrik, menggunakan dua keping bahan semikonduktor jenis "p" dan "n". Jika arus listrik dihubungkan ke kedua keping semikonduktor itu, akan muncul arus panas dan arus dingin. Arus dingin itu bisa digunakan sebagai mesin AC, dan menghasilkan hawa dingin sampai -- 60C. Tutuk telah membuat lemari pendingin kecil dengan sistem termo elektrik ini untuk menyimpan spesimen riset calon astronaut RI, Dr. Pratiwi Soedarmono, di pesawat ulang-alik, kelak. Tapi, jenis termo elektrik ini pun, menurut Tutuk, sangat mahal. "Yang murah dan fleksibel memang masih mesin pendingin konversi gas yang pakai freon," ujarnya. Putut Trihusodo dan Dwiyanto Rudy S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini