Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mantra dan Ramuan Anti-Ompong

Terapi sel punca memungkinkan gigi dewasa yang tanggal digantikan dengan tumbuhnya gigi baru permanen. Temuan tak terduga yang membahagiakan.

28 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gigi susu tanggal, itu pertanda gigi dewasa atau gigi tetap akan tumbuh sebagai pengganti. Tapi, ketika giliran gigi dewasa yang tanggal, alamak, itu alamat bakal ompong seumur-umur jika tak mampu pasang gigi palsu. Begitulah teori lama yang selama ini berkembang di dunia kedokteran gigi.

Pada masa mendatang, teori tersebut boleh jadi tak berlaku. Hasil penelitian paling anyar dokter gigi Mantra Nandini, pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Pa­djadjaran, Bandung, menunjukkan hal sebaliknya: di lokasi gigi dewasa yang ompong bisa tumbuh gigi baru yang bersifat permanen.

"Penelitian memang baru dilakukan pada kelinci percobaan (praklinis). Kami berharap mendapat hasil yang sama jika suatu saat dilakukan uji klinis pada manusia," kata Mantra kepada Tempo di kediamannya di Jalan Ciumbuleuit, Bandung, Selasa tiga pekan lalu. Sehari sebelumnya, perempuan 60 tahun itu berhasil mempertahankan disertasi dan meraih gelar doktor di Unpad dengan predikat cum laude. Disertasinya bertajuk "Perbandingan Implantasi Tulang Komposit I, II, III dan IV terhadap Remodeling Osteogenesis pada Critical Sized Osseus di Mandibula".

Temuan regenerasi gigi alias odontogenesis pada 13 dari 40 ekor kelinci putih jantan Selandia Baru itu sungguh di luar dugaan. Sejak awal ia tak bermaksud meneliti soal tersebut. Seperti judul penelitiannya, dokter spesialis bedah mulut itu menguji rekayasa jaringan dalam meregenerasi tulang (osteogenesis) dan pembuluh darah (vaskulogenesis). Rekayasa ini diperlukan untuk mencari model penanganan defek atau cacat ukuran besar di tulang rawan atau mandibula. Di klinik bedah mulut, ia sering menjumpai kasus serupa. Kecacatan rahang pada pasien bisa terjadi karena trauma, tumor, kelainan bawaan, penyakit penuaan, dan sebagainya.

Laiknya pasien, kelinci-kelinci yang menjadi obyek penelitian dibuat cacat. Di rahang kanan kelinci dibuat dua lubang bulat berdiameter 10 milimeter. Setelah itu, dilakukan pencangkokan dengan empat macam tulang komposit sebagai tandur atau graft untuk mengetahui perbedaan hasilnya.

Bahan komposit merupakan campuran dari sel punca mesenkim—sel yang mampu mengurangi gejala penolakan organ transplan—dan bahan stimulus pertumbuhan serta cetakan penyangga (scaffold) dari kitosan dan kolagen. Materi stimulus pertumbuhan berupa rhBMP-2 (recombinant bone morphogenetic protein-2) dan PRP (platelet rich plasma). Kitosan dan kolagen merupakan hasil produk daur ulang dari bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi sehingga harganya murah dan gampang didapat.

Mantra memilih sel punca mesenkim dari sumsum tulang kelinci karena potensial digunakan untuk regenerasi jaringan yang rusak, juga dapat merespons proses penyembuhan tulang.

Dalam penelitian ini, pendonor dan penerima sel punca adalah individu yang sama sehingga menutup kemungkinan terjadinya penolakan tubuh karena dianggap sebagai benda asing. Penelitian dilakukan di Laboratorium Stem Cell, Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, Surabaya; Batan Research Tissue Bank, Jakarta; dan Departemen Patologi Anatomi Unpad/Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, dari Mei 2011 hingga Juli 2012.

Hasil yang didapat, rekayasa jaringan menggunakan tulang komposit yang mengandung sel punca mesenkim, rhBMP-2 dan PRP, serta cetakan kitosan dan kolagen dapat memproduksi tulang dan pembuluh darah. Itu berarti komposit tersebut memberikan penyembuhan yang sangat bagus, bahkan dinilai jarang terjadi sebelumnya. Di luar itu, yang mengejutkan, ditemukan formasi gigi pada kelompok pasca-implantasi tulang komposit yang berisi rhBMP-2.

"Butuh waktu sekitar enam bulan untuk mendiagnosis dan akhirnya bisa memastikan adanya gigi baru itu," kata Mantra. "Saya hampir putus asa, dan Tuhan memberikan kesabaran untuk mengeksplorasi temuan itu setiap hari."

Dosen teladan FKG Unpad 1992 itu mengaku sempat mengalami kesulitan memaknai tumbuhnya gigi baru tersebut. Sebab, di literatur, baik di dalam maupun di luar negeri, belum ada yang mengungkap masalah tersebut. Rumus baku yang diterima para ahli menyebutkan bahwa gigi kelinci dan manusia hampir sama, yakni tumbuh dua set (gigi sulung dan permanen). Tak ada sejarahnya gigi set ketiga. Dengan temuan baru itu, kata Mantra, "Ini anugerah, hal yang di luar dugaan."

Kebaruan ini dibenarkan Profesor Fedik A. Rantam, anggota promotor Mantra, yang juga menjabat Kepala Tim Laboratorium Stem Cell Universitas Airlangga, Surabaya. "Ini temuan Mantra, dan kita harus menghargai," ujar Fedik kepada Tempo setelah menguji Mantra.

"Ini temuan yang sangat menakjubkan," kata Profesor Ponpon S. Idjradinata, ketua tim promotor, dalam sidang promosi. Ia berharap temuan tersebut bisa diaplikasikan pada manusia di kemudian hari. Hal serupa disampaikan Profesor Sunardhi Widyaputra, anggota tim promotor.

Pertumbuhan gigi tersebut terjadi, Mantra menjelaskan, mungkin karena ada benih gigi berlebih, atau dari sisa gigi yang tertinggal akibat perlakuan selama penelitian, yakni saat membuat lubang di rahang. Pada tataran manusia, berdasarkan pengalaman di klinik gigi, jika tertinggal sisa gigi, yang terjadi adalah kista. Uniknya, dalam penelitian ini, setelah diberi sel punca dan dikombinasikan dengan cetakan (scaffold) dan stimulus pertumbuhan, terjadi perubahan lingkungan mikro sehingga memunculkan gigi baru. Untuk memastikan mana dugaan yang benar, penelitian lanjutan sangat dibutuhkan.

Fungsi sel punca, menurut Fedik, antara lain memperbaiki dan menggantikan jika ada sel yang rusak. Dalam kasus penelitian Mantra, kemungkinan ada benih gigi yang mendapat stimulasi sel punca dari luar sehingga benih tersebut tumbuh. Apalagi ada tambahan ramuan lain, seperti ce­takan dan faktor pertumbuhan.

Agar bisa diaplikasikan pada manusia, temuan Mantra harus dilanjutkan dengan pengujian fase kedua, yakni pada binatang besar dan filogenik alias mendekati fisiologi manusia, seperti babi, anjing, dan kambing. Selepas itu, ya, harus lolos tiga fase uji klinis pada manusia untuk mengetahui manfaat, keamanan, efek samping, dan sebagainya. Sinergi pusat-pusat penelitian sel punca yang ada di Tanah Air menjadi sangat penting. "Mari, kembangkan temuan ini," kata Fedik.

Mantra sepakat dengan promotornya itu. Meski masih jauh, ia menargetkan temuannya bisa dipraktekkan pada manusia dan dipasarkan ke publik. "Setiap tujuan harus punya khayalan," ujarnya.

Becermin pada hasil penelitian itu, menurut Mantra, peran dan fungsi gigi dewasa yang tanggal terbuka kemungkinan digantikan oleh gigi baru. Syaratnya, di tempat yang ompong tersebut ditanam benih gigi dari donor yang karakteristiknya sesuai dengan gigi yang lepas. Kemudian benih tersebut dipupuk dengan sel punca sehingga tumbuh menjadi gigi dewasa. Walhasil, gigi palsu bakal tinggal kenangan.

Jika semuanya sudah teruji secara klinis dan bisa dipraktekkan secara luas, Mantra percaya ada saja orang yang mau mendonorkan benih giginya. "Organ yang lebih vital saja, seperti ginjal, ada orang yang rela mendonorkan, kok," kata pemegang hak paten untuk temuan tulang rahang, pembuluh darah, dan gigi baru ini.

Seandainya prediksi itu benar, meminjam istilah Asmuni, pelawak Srimulat yang tersohor itu, bukan hil yang mustahal jika nanti orang akan bilang, "Selamat tinggal, gigi palsu!"

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus