Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Melego hulu ledak

Amerika bersama republik rusia dan ukraina bekerja sama dalam pemusnahan hulu ledak nuklir. amerika mengkhawatirkan senjata nuklir uni soviet akan ja- tuh ke pihak yang tak bersahabat.

11 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARGA bahan baku nuklir di Eropa terancam anjlok. Meredanya perang dingin antara Timur dan Barat, runtuhnya Uni Soviet, dan lilitan inflasi, membuat negara semacam Republik Rusia dan Ukraina ingin melego bijih uraniumnya ke Barat. Negeri-negeri persemakmuran bekas Uni Soviet itu mulai memburu devisa. Banjir bahan baku nuklir itu diperkirakan akan membludak. Rusia dan Ukraina telah bersiap-siap membongkar rudal-rudalnya, baik yang taktis (jarak menengah) maupun yang strategis (jarak jauh). Mereka mencopot hulu ledaknya (warhead), kemudian "menjinakkan", dan menjualnya sebagai uranium berkadar rendah yang dapat dipakai pada pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Eropa. Serangkaian persetujuan pembatasan senjata nuklir antara Amerika dan Uni Soviet memang telah diteken. Sejumlah roket peluncur bom nuklir dan kendaraan pengangkutnya telah dihancurkan oleh kedua belah pihak. Namun, adakah jaminan bahwa hulu ledak nuklir itu benar-benar dimandulkan? Didorong kekhawatiran itu, Amerika pun memprakarsai kerja sama dalam "pemusnahan" hulu ledak nuklir itu. Sebuah delegasi independen Amerika, beranggota 14 orang, menjelang tutup tahun lalu, terbang ke Moskow. "Kami ingin bahu-membahu menyusun pedoman pemusnahan hulu ledak nuklir," kata David W. Watkins, ahli nuklir dari Laboratorium Los Alamos, New Mexico, yang memimpin delegasi itu. Selama sepekan di Moskow, tamu Amerika itu dijamu oleh mitranya, ahli-ahli persenjataan nuklir, yang beranggota sepuluh orang, dari Republik Rusia dan Ukraina. Mereka adalah para mantan staf ahli dari Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Tenaga Atom dan Energi Uni Soviet. Pertemuan ini berjalan unik. Mula-mula kedua kelompok itu kikuk duduk satu meja. Soalnya, seperti dituturkan Watkins, dulu mereka saling mengintai, mencari kelemahan pihak lain untuk menciptakan keunggulan. "Kini kami bertemu dan kerja sama memecahkan problem bahaya nuklir," tutur Watkins. Persoalan yang mereka tangani adalah hulu ledak nuklir yang telah dikeluarkan dari tubuh rudal atau selongsong bom. Kedua belah pihak itu hendak merintis kesepakatan untuk mengontrol material nuklir yang berdaya rusak tinggi itu. Dalam konsep yang telah disusun, baik delegasi Amerika maupun pihak Persemakmuran, sepakat bahwa pelaksanaan dari perjanjian pembataasan senjata nuklir tidak hanya menghancurkan roket-roket pelontar bom nuklir, kendaraan angkut, dan bunkernya. Yang lebih penting adalah memusnahkan hulu ledaknya itu sendiri. Hulu ledak nuklir yang dianggap membawa ancaman itu ada dua jenis, Uranium (U235) dan Plutonium (Pu-239). Setelah menjadi bom, keduanya sama-sama menjadi senjata pamungkas, memusnahkan sasaran. U-235 dapat diperoleh dari tambang bijih uranium, sedangkan Pu-239 bukan bahan alam. Pu-239 dibuat dari Uranium-238, yang tidak berbahaya, yang ditembak dengan sinar netron? Bahan Plutonium itu sering pula diambil dari limbah PLTN. Penjinakan hulu ledak U-235 itu lebih gampang. Sebagai hulu ledak, U-235 itu memang garang, mudah meledak kalau dipancing dengan tembakan netron karena kumurniannya tinggi, 90-100%. Untuk membuatnya jinak, U-235 berkadar tinggi, yang sering pula disebut sebagai uranium yang telah diperkaya 90-100%, dicampur dengan U238 yang mandul. Lalu, kemurniannya diturunkan. Pada batan/as kemurnian 3% U-235 dan 97% U238, bahan nuklir ini aman dipakai sebagai elemen bakar di PLTN-PLTN. Pada level pengkayaan 20%, U-235 itu diijinkan untuk dipakai di reaktor-reaktor riset seperti yang ada di Kompleks Batan Serpong, dan Tangerang. "Secara teknis, pemanfaatan hulu ledak uranium tak ada persoalan. Yang perlu hanya pengawasannya," kata Watkins. Yang jadi masalah memang hulu ledak Plutonium itu. Delegasi Amerika dan Persemakmuran sepakat bahwa Plutonium itu perlu diencerkan. Tingkat kemurniannya diturunkan sampai serendah mungkin, kemudian limbah hulu ledak nuklir itu disimpan secara permanen dalam bunker di bawah tanah. Tapi, bagaimana pun juga, Plutonium tetap berbahaya: berlaku sebagai isotop yang memancarkan radioaktif. Tak seperti U-235, Pu-239 tak laku untuk industri PLTN. "Sampai saat ini belum ada PLTN yang mengomsumsi elemen bakar Plutonium," tutur Sutaryo Supadi, Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Industri Nuklir Batan. Semua PLTN hanya dirancang untuk "makan" uranium. "Untuk dekade mendatang, mungkin plutonium diperlukan di PLTN," tambahnya. Reaksi nuklir plutonium, menurut Sutaryo, memerlukan pemicu radiasi netron berkecepatan tinggi. Tapi, Uranium hanya butuh netron yang berkecepatan rendah. Alhasil, di PLTN-PLTN air bisa dipakai sebagai medium reaksi nuklir, sekaligus pendinginnya. Kemudahan itu tak bisa diberikan oleh plutonium. Celakanya, dunia kedokteran pun menolak Plutonium untuk sarana diagnostik atau pengobatan. "Karena plutonium itu bersifat toksik," ujar Sutaryo. Jadi, material ini memang belum punya pasaran, selain sebagai bom alias alat pemusnah. Untuk mendorong pelucutan senjata nuklir itu, pihak Amerika telah menyiapkan dana darurat sebesar US$ 400 juta, hampir Rp 800 milyar, ke negara-negara Persemakmuran. Dana itu dimaksudkan untuk membantu bekas seterunya dalam memproses U-235 menjadi berkadar rendah dan menyiapkan bunker-bunker untuk mengubur hulu ledak Pu-239. Amerika mengkhawatirkan bahwa setidaknya 15 ribu dari 30 ribu buah senjata nuklir Uni Soviet akan jatuh ke tangan pihak yang tak bersahabat, sebelum hulu ledak yang berbahaya bagi umat manusia itu dijinakkan. Kecuali menurunkan kadar uraniumnya, mereka juga mau mengobral nuklir "bekas" itu. Siap mau. Putut Trihusodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus