Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Membenam belerang, menunda matang

Dengan memeram pisang dalam belerang dioksida, pematangannya bisa ditunda. teknik pengawetan temuan ribu surbakti & haliansyah ini bisa dimanfaatkan eks portir buah segar. konon tak ada efek samping.

29 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NURSIM Sembiring punya bisnis kecil-kecilan. Sopir truk rute Medan-Jakarta ini sering menyisipkan beberapa tandan pisang ke dalam truk, untuk dijual di Ibu Kota. Untungnya lumayan. Sesisir pisang ambon yang dibeli Rp 250-350 di Medan bisa laku Rp 1.500 di Jakarta. Namun, dia sering jengkel, pisang-pisang itu sering busuk setelah tiga hari diperam dalam bak truk. Suatu hari, Nursim mengeluhkan perkara pisang busuk itu kepada tetangganya, Ribu Surbakti, 45 tahun, yang kebetulan Kepala Laboratonum Biokimia dan Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Ribu merasa ditantang. Maka, sarjana kimia lulusan program S2 ITB. Itu mengutak-utik buku untuk menjawab tantangan Nursim. Ribu menoleh ke bahan Natrium bisulfit, NaHSO3, yang menurut buku teks bisa dipakai untuk menekan kerja enzim pada bahan makanan. "Bahan ini layak dicoba," ujar dosen kimia pangan USU itu. Sebab "Pematangan pada dasarnya adalah proses enzimatis," tambahnya. Uji coba pun dia lakukan bersama seorang mahasiswanya. Dia siapkan beberapa sisir pisang yang mengkal, masih hijau tapi tua. Pisang-pisang itu pun dia celup dalam larutan NaHSO3 pada pelbagai tingkat konsentrasi. Ternyata, dalam dua hari penyimpanan, pisang itu malah busuk. Ribu membuka-buka lagi buku teks. Lantas ketemu dengan beleran dioksida, SO2. Bahan ini pun layak disoba, karena bisa menghambat reaksi enzimatis kendati tidak umum dipakai sebagai pengawet. Maklum, gas belerang ini dalam dosis 100 ppm dianggap beracun, bikin sesak napas, bisa melukai tenggorokan dan paru-paru. Gagasan itu dilemparkan Ribu kepada Haliansyah, 24 tahun, asistennya di laboratorium kimia pangan Mahasiswa jurusan kimia itu tergoda, dan menyatakan kesanggupannya untuk meneliti. Beberapa sisir pisang mengkal, yang baru dipetik, dia boyong ke laboratorium. Pengadaan gas belerangnya pun tak jadi soal. Untuk memperoleh gas berbau merangsang itu Haliansyah cukup membakar belerang padat jadilah SO2 gas. Pada eksperimen itu, ia membagi pisang-pisng sampel yang seragam kemengkalannya itu dalam 6 kelompok. Masing-masing diperam dalam boks yang berisi gas SO2 selama dua jam. Gas SO2 yang diberikan pada buah pisang itu bervariasi. Ada yang menerima SO2 dalam jumlah yang setara dengan 0,25 gram belerang padat, untuk setiap butir pisang. Ada yang mendapat catu setara 0,5 gram, 0,75 gram, hingga sampai dosis tertinggi yang setara dengan 1,5 gram belerang padat. Masing-masing perlakuan dicoba dalam beberapa ulangan. Keenam kelompok ini dibandingkan dengan kelompok pisang tanpa SO2. Hasilnya cukup menggembirakan. Kelompok yang tidak dibenam dalam SO2 mulai masak pada hari keempat sampai keenam. Proses pematangan itu ditandai dengan menguningnya kulit dan daging buah yang mulai empuk. Hari ke-10 seluruh buah tanpa belerang itu ranum sempurna. Sementara itu, pisang ber-SO2 baru mulai menguning pada hari ke-10, dan ranum penuh pada hari ke-15. Gas belerang dioksida, menurut Ribu tak hanya menunda kematangan. Seperti terlihat pada eksperimen di USU itu, pisang-pisang ber-SO ini lebih mulus kulitnya, tidak cepat berubah menjadi cokelat tua, dan jauh dari bercak hitam akibat infeksI jamur. "Memang, SO2 bisa membasmi jamur pada kulit buah," ujar Prof.Dr.F.G. Winarno, guru beiar teknologi pangan IPB, sembari mengakui cara Medan itu sebagai terobosan baru. Selama ini, "Tak pernah terdengar orang memakai SO2 sebagai pengawet," tambahnya. Enzim yang dipengaruhi langsung oleh kehadiran Gas belerang ini, menurut Ribu, terutama amilasi dan fenolase. Enzim amilase sehari-harinya bertugas sebagai katalisator reaksi perubahan pati menjadi gula. Pada pisang, reaksi biokimia itu diikuti dengan melunaknya dain buah. Sementara itu, enzim fenolase adalah penyebab pencokelatan pada kulit buah. Kedua enzim itu jadi lamban bereaksi lantaran kalah bersaing dengan SO2. Teknik penghambatan semacam itu -- memang jarang dilirik oleh pengekspor buah berskala besar. Mereka lebih suka menggunakan teknik penghambatan respirasi (pernapasan), yakni menekan laju reaksi biokimia di dalam buah sampai tingkat yang paling rendah. Eksportir apel Australia, misalnya, menurut F.G. Winarno, lebih suka mempraktekkan teknik CAS (Control Atmosphere Storage), yaitu menyimpan buahnya dalam boks khusus, yang atmosfer di dalamnya sama sekali berbeda dengan udara normal. Kandungan gas N2:O2:CO2 dalam boks itu komposisinya sekitar 92%:4%:5%. Komposisi ini berbeda dengan kondisi alamiah yang 77%:20%:0,03%. Tingginya kandungan CO2, dan rendahnya O2, dalam boks itu akan menghambat respirasi buah. Akibatnya, pematangan buah bisa ditunda sampai 100 hari. Upaya menghambat respirasi itu juga bisa dilakukan dengan teknik waxing, menyelimuti buah dengan lilin (malam) tipis. Teknik itu menyebabkan buah tak bisa menyerap oksigen dari luar, dan respirasi tak jalan. Namun, cara ini mendatangkan pekerjaan ekstra: lilin itu harus dihilangkan sebelum sampai ke konsumen. Teknik CAS dan waxing itu agaknya sulit dipraktekkan oleh Nursim yang sopir truk itu. Tak mengherankan jika eksperimen Haliansyah mendapat pujian di lingkungan peneliti USU. Namun F.G. Winarno mengingatkan soal sifat racun SO2. "Yang penting, bagaimana agar residunya tak berbahaya," ujarnya. Tapi, sampai sampai batas yang telah dicoba, gas itu tak berbahaya. Buktinya, Ribu dan Haliansyah telah menyikat habis pisang eksperimen itu. "Tak ada efek samping," kata Haliansyah. Dalam dugaan Ribu, sebagian SO2 itu terserap di kulit, sehingga daging buahnya tidak berbahaya. Eksperimen lanjutan masih dilakukan oleh Ribu dan Haliansyah.Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Mukhlizardy Mukhtar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum