Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kredit: antara karawang-jakarta

Khong boen, pemilik pasific motor karawang, ditahan polisi. dituduh menggadaikan bpkb mobil-mobil kreditan ke berbagai kreditor, senilai Rp 3,5 milyar. banyak mobil kredit dari khong boen disita kreditor.

29 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN pemilik mobil kreditan di Karawang guncang. Sebab, tiba-tiba Pengadilan Negeri Karawang menyita mobil yang mereka cicil dari dealer Pasific Motor Karawang (PMK). Tanpa setahu mereka rupanya pemilik PMK, Khong Boen, telah memohon pailit ke pengadilan. Lebih parah lagi, ternyata BPKB mobil-mobil kreditan itu digadaikan pula oleh bos PMK itu ke Bank Pasar Perjuangan (BPP) Karawang -- dengan utang Rp 1,5 milyar -- dan untuk meminjam dari berbagai kreditor Rp 2 milyar. Tentu saja penyitaan itu membuat para pemilik mobil gregetan. Sebab, tak sedikit di antara mereka yang cicilannya hampir lunas. Bahkan Wawan Saiwan, yang membeli sebuah truk dari PMK dengan pembayaran tunai Rp 18,2 juta pada Maret 1988, juga menjadi korban. Truk itu 7 Maret lalu disetop pada dinihari pukul 2, dan disita. Padahal, seharusnya BPKB truk itu, kata Wawan, sudah selesai Juli tahun lalu. Tapi setiap menanyakan BPKB itu ke Khong Boen, ia mendapat jawaban: sedang diurus. Akibatnya, hingga truk itu disita, BPKB belum ada di tangannya. Memang, setelah mobilnya disita, pihak BPP menawarkan cara damai. Wawan bisa menebus truknya asal membayar Rp 15 juta. Tentu saja tawaran itu ditolak Wawan. "Mending saya beli mobil baru lagi, daripada menebusnya. Kesimpulan saya, Karawang ini kayaknya milik BPP," kata Wawan kesal. Maka, lewat Pengacara Nasrun Hantatury, ia memprotes cara-cara itu. Nasrun mengajukan provisi (perbaikan penetapan) ke Pengadilan Negeri Karawang terhadap penyitaan itu. "Wawan adalah satu-satunya pemilik mobil tersebut," alasan Nasrun. Selain itu, ia juga menggugat Khong Boen dan BPP Karawang. Setelah Wawan menggugat, 12 pemilik mobil lain menikuti jejaknya. Pengacara BPP Julius Rizaldy mengakui, "Khong Boen itu nakal." Ia mengakui banknya telah menerima jaminan ratusan surat mobil -- dibeli konsumen secara kredit -- untuk memberi pinjaman kepada Khong Boen Rp 1,5 milyar. Belakangan, kata Julius, pengusaha itu tak bisa mencicil kreditnya. Bahkan pada Desember 1988 ia mengajukan pailit serta minta agar barang-barang miliknya dibagi rata pada kreditur. Pihak BPP, yang mengetahui soal itu, melaporkan Khong Boen ke polisi. Pimpinan PMK itu pun sempat ditahan selama 2 bulan. Selain itu, BPP katanya juga meminta Pengadilan Negeri Karawang menyita mobil jaminan tersebut. Kepada para pemegang mobil kreditan tersebut, kata Julius, ia membuka kesempatan untuk bermusyawarah agar tak timbul gejolak. "Juga agar sama-sama tak rugi besar," kata Julius. Hasilnya, enam orang menarik gugatannya, tapi 12 orang meneruskan menggugat BPP. Pengacara Khong Boen, Nurdin, membenarkan kliennya bangkrut setelah berutang ke berbagai kreditor -- antara lain ke Prabu Pura Motor, Fortuna Motor, BPP Karawang, dan Tamara Commercial Bank Karawang -- seluruhnya Rp 3,5 milyar. Kesalahannya, katanya, akibat Khon Boen tergesa-gesa membangun showroom baru. Akibatnya, modalnya mandek. "Belakangan ia melakukan sistem gali lubang tutup lubang," kata Nurdin. Tapi tak hanya Khong Boen dealer mobil yang berulah kepada konsumen. Pimpinan dealer Central Sakti Motor, di Jalan Otista Jakarta Timur, Hindra Santoso, juga dituduh menilep uang cicilan dari konsumennya. Uang itu tak disetorkan ke penyandang dana PT Dipo Star Leasing, yang bekerja sama dengannya sejak 1986. Akibatnya, Dipo rugi sekitar Rp 100 Juta. "Tapi saya lebih prihatin atas nasib konsumen," kata Direktur PT Dipo Star Leasing, Fritz Gunawan. Sebab, ternyata BPKB konsumen itu telah digadaikan pula oleh Hindra ke pihak lain. Akibat pengaduan Dipo, sejak 4 April Hindra memang ditahan di Polres Jakarta Timur. Showroom Central Sakti miliknya juga ditutup. Selain menyikat uang konsumen dan Dipo Leasing, Hindra juga tak membayar mobil yang diambilnya dari New Armada. "Jadi, Central Sakti itu makan uang dari dua arah," ujar sumber TEMPO.WY, Ardian T., Tri Budianto S., dan Budiono Darsono (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum