Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Memunggah sampah ruang angkasa

Di ruang angkasa banyak sampah yang terdiri dari satelit yang sudah tidak berfungsi dan pelbagai benda yang diluncurkan dari bumi. arus lalu lintas ruang angkasa tidak aman. (ilt)

2 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIADA dinyana, masalah sampah kini ikut jadi urusan NASA - lembaga penerbangan angkasa luar AS itu. Tentu bukan sembarang sampah. Melainkan sampah antariksa, yang belakangan ini makin terasa mengganggu keamanan lalu lintas penerbangan ruang angkasa. Menurut perkiraan Komando Pertahanan Ruang Angkasa Amerika Utara (NORAD), sekarang ini paling tidak terdapat 3.800 potong "sampah" yang beredar mengitari bumi. Berat total benda tak berguna itu mencapai sekitar enam ton. Dua pertiga di antaranya berada di orbit geosinkron, sekitar 35.000 km dari permukaan bumi. Sisanya beredar di orbit yang lebih rendah, dari 190 km sampai 483 km di atas kepala kita. Bulan pun, ternyata, tak lagi se-"suci" dulu. Di permukaannya kini terdapat beberapa onderdil bekas, peralatan kamera seharga US$ 5 juta, bahkan dua butir bola golf yang dulu ditinggalkan astronaut Apollo, Alan Shepard. Tetapi, dibandingkan dengan sampah yang beredar diruang angkasa tadi, pencemaran bulan belum sampai mengkhawatirkan. Sebagian besar sampah ruang angkasa itu terdiri dari satelit yang sudah tidak berfungsi, dan sisa pelbagai benda yang diluncurkan dari permukaan bumi. Tetapi ada juga mur, baut, tabung oksigen, bahkan patahan panel tenaga surya. Astronaut Ed White, yang turut dalam penerbangan Gemini 4, 1965, kececeran sebelah sarung tangan di angkasa luar. George Nelson, montir Solar Max itu, ikut andil pula dengan melepaskan sebutir sekrup. Benda-benda dalam orbit bumi rendah itu beredar tanpa kendali, sampai keausan yang lambat oleh pergeseran molekular, plus daya tarik bumi, membuat ia kembali memasuki atmosfer dengan kecepatan 18 000 mil per Jam. Dengan kecepatan demlklan tmggl, benda-benda itu langsung terbakar. Demikianlah, misalnya, nasib yang menimpa satelit pertama buatan manusia, Sputnik 1, yang hangus ketika kembali memasuki bumi tiga bulan setelah peluncurannya yang bersejarah, 4 Oktober 1957. Sejak saat itu, tidak kurang dari 9.695 barang buatan manusia berjatuhan dari orbit. Tetapi, jumlah yang berhasil menembus atmosfer dan mendarat di permukaan bumi tak pernah tercatat. Berbagai kepingan jatuh di belasan negeri, termasuk ambia, Finlandia, dan Nepal. Pada 1961, misalnya, Fidel Castro pernah murka, karena sekeping benda yang disimpulkannya sebagai pecahan kapal antariksa AS melesat dari angkasa, dan menewaskan seekor lembu Kuba. Setahun kemudian, sepucuk tabung logam mendarat di sebuah persimpangan jalan di Kota Manitowoc, Wisconsin, AS. Menurut para pejabat angkatan udara AS, benda itu adalah pecahan Sputnik 4, satelit Soviet yang diluncurkan dua tahun sebelumnya. Itulah pecahan satelit pertama yang diketahui mendarat di bumi Amerika. Tahun berikutnya, sebutir bola logam yang sudah berubah menjadi arang menghunjam di peternakan domba di New South Wales, juga diduga pecahan benda angkasa buatan Soviet. Namun, korban jiwa yang disebabkan kejatuhan benda angkasa ini masih dianggap belum berarti. Perusahaan asuransi Lloyds of London, misalnya, menganggap mustahil memasukkan faktor ini dalam memperhitungkan asuransi pertanggungan jiwa. Padahal, pada 1969, sekeping pecahan kapal angkasa Soviet menghajar sebuah kapal barang yang sedang berlayar di Laut depan. Lima awak kapal menderita luka berat. Inilah satu-satunya korban pecahan kapal angkasa yang diketahui sampai sekarang. Lebih dari ancaman langsung terhadap jiwa penduduk bumi, sampah ruang angkasa itu paling merepotkan di tengah padatnya arus lalu lintas antariksa belakangan ini. Februari lalu, Shuttle 10 detik ke bumi dengan lubang sebesar tinju pada kaca jendelanya. NASA belum menyimpulkan sesuatu dari kenyataan ini. Tetapi, mungkin saja sentuhan itu berasal dari pecahan titanium, beryllium, atau material abad ruang angkasa lainnya. Saat ini ruang angkasa demikian ramainya, sehingga benda-benda yang diluncurkan manusia hanya mengambil jarak sekitar 50 km. NASA, misalnya, harus melepas pesawat angkasanya yang terakhir pada kesempatan pertama dalam bulan April lalu, supaya pesawat itu tidak lebih dekat dari 209 km dengan stasiun angkasa Soviet, Salyut 7. Menurut seorang pejabat Pusat Penerbangan Antariksa Kennedy, "Kami mempunyai persetujuan tidak tertulis dengan Soviet, untuk tidak saling mendekati dari jarak 200 km." Itulah sebabnya, sukses reparasi Solar Max, April lalu, menerbitkan pelbagai gagasan pada sejumlah otak yang bekerja di NASA. Kini mereka mulai berpikir tentang mengirimkan regu-regu astronaut yang berkeliaran di ruang angkasa, lepas dari pesawat mduknya, dan mengutipi sampah yang bertebaran itu. Sampah itu kemudian digandeng bagaikan kereta barang, lalu dengan roket tertentu dicampakkan ke laut, atau ke "lubang sampah. khusus" di ruang angkasa sana. Salah satu situs yang layak dijadikan penimbunan sampah ruang angkasa itu adalah bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus