MUNDORI Muchamad, 80, pukul 6.30 masih tetap di ranjangnya. Sendirian. Tiba-tiba ia merasa kasurnya terangkat, maka ia pun tersentak bangun. Dia meronta, dan berteriak minta tolong. Tapi tiga orang penggotongnya tidak menggubris kepanikan orang tua itu. Seisi rumah juga tak mendengar jeritan Mundori karena ia segera digulung dengan kasurnya, dan dimasukkan ke-Colt yang sudah menanti di pinggir jalan. Mobil itu segera meluncur pergi. Kejadian yang menimpa penduduk Desa Bakal, Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, itu diadukan Choirul Anam, 40 anak korban, ke Polsek Dieng Kulon 23 April yang lalu, 20 hari sejak kejadian di pagi itu. "Ayah saya dimasukkan ke mobil, terus dibawa pergi oleh Ali Sudjirno dan kawan-kawannya," katanya. Perkara ini sampai sekarang maslh terus dalam pengusutan polisi setempat. Adapun Ali Sudjirno Ali Saechu, dan Chambali, yang mengambil Mundori dengan paksa itu, menyangkal telah melakukan penculikan. Menurut Ali, mereka membawa orang tua itu ke RS Jiwa Magelang karena ada surat pengantar dari Dokter Uripno Budiono, dari Puskesmas Batur. Surat dokter bertanggal 3 April 1984 itu menyatakan bahwa Mundori sakit jiwa sejak berusia 40 tahun. Maka, ia harus dirawat. Ketika sampai di RS Jiwa Magelang dan diperiksa dokter, "Mundori benar-benar sakit keras - karena disangka gila," kata Dokter David Japarianto dari RSJ Magelang. Dan ternyata ia tidak gila. Keadaan orang tua itu lemah, suhu tinggi, dan batuk-batuk. Bahkan pasien ini mogok makan, selama dua belas hari. Barisan pendukung Ali Sudjirno dan kawan-kawan ternyata cukup banyak. Misalnya. Asrori, Kepala Desa Bakal. "Mundori memang sakit jiwa, sudah 40 tahun lamanya," katanYa. Bahkan, tambahnya, orang tua itu punya kebiasaan, kalau makan minta-minta ke tetangga. Tentang Choirul Anam, Asrori menunjukkan rasa tak senangnya, "Choirul dari dulu memang senang bentrok," katanya. Dokter Uripno Budiono dari Puskesmas Batur menolak menjawab waktu ditanya kebenaran surat keterangan yang dikatakan Ali dan kawan-kawan menyebutkan bahwa Mundori sakit jiwa. Yang pasti, kata dokter itu, ketika ia memeriksa Mundori setengah tahun yang lalu, orang tua itu menderita lemah fisik. Didapatkan tanda-tanda proses ketuaan. Penjemputan paksa atas Mundori itu menurut penuturan Choirul Anam, terungkap dalam sidang pengadilan tentang kasus sengketa warisan. Yaitu sidang di Pengadilan Negeri Banjarnegara, 14 April yang lalu, antara Mundori Muchamad dan para keponakannya: Ali Sudjirno, Chambali, Ny. Muntarib, dan Asrori. Sengketa ini menyangkut tanah seluas 7.600 m2 di lereng Pegunungan Dieng. Dalam hal ini, Choirul Anam mendaDat surat kuasa fari Mundori untuk mengurusnya. Dalam sidang yang dipimpin Hakim S. Djarwadi, S.H., Ali Sudjirno bersikeras mengajukan bukti, surat keterangan Dokter Uripno Budiono bahwa Mundori sakit jiwa, suka mengamuk dan mengganggu masyarakat. Karena mendengar hal itu di dalam sidang, maka Choirul Anam sadar bahwa ayahnya pasti ada di RS Jiwa Magelang, rumah sakit jiwa terdekat menurut anggapannya. Esok harinya Choirul Anam mencari ayahnya ke RS Jiwa Magelang. Benar. "Keadaannya sudah kritis," tuturnya. Benar pula, yang mengirimkan ayahnya ke rumah sakit itu Ali Sudjirno dan kawan-kawan. Sayangnya, Ali Sudjirno, yang masih kemanakan Mundori tidak pernah menjenguknya. Sampai-sampai dokter yang merawatnya menganjurkan supaya Mundori dibawa pulang saja. Keadaan Mundori makin payah. Sebelum dibawa ke RS Umum Wonosobo, orang tua itu menginap sehari di rumah. Setelah beberapa hari di rumah sakit, Mundori meninggal. Yang paling sedih agaknya Choirul Anam. Dia penasaran kepada Ali Sudjirno, yang menyengsarakan orang tua itu. Menurut dugaannya, surat keterangan dokter yang menyatakan Mundori sakit jiwa hanyalah dalih Ali Sudjirno saja. Polisi kini masih terus mengusut kasus penculikan tadi. "Dalam waktu dekat perkaranya akan dilimpahkan ke kejaksaan," kata polisi yang menangani masalah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini