Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mencomblang Macan Benggala

Sepasang bayi harimau benggala lahir di Taman Safari Indonesia Prigen. Satu tahap pemurnian gen telah dilampaui.

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkenalkan, Kartini-Kartono. Mereka sepasang bayi harimau blasteran yang amat langka. Bapaknya, Darmayuda, adalah pejantan macan benggala berbulu putih (Panthera tigris bengalensis). Lalu, sang ibu, Popies, adalah betina benggala yang berbulu cokelat (Panthera tigris tigris).

Bayi Kartini-Kartono, yang lahir pada 20 April lalu, segera menjadi bintang di Taman Safari Indonesia (TSI) II, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Maklumlah, biasanya harimau benggala putih dan cokelat, yang berlainan sub-spesies, tidak mau kawin. Macan putih pacaran dengan yang putih, begitu pula yang cokelat cuma mau kepincut dengan sesama cokelat. "Itu sebabnya bayi Kartini-Kartono jadi spesial," kata Rinawati dari Bagian Humas TSI Prigen.

Benar, kisah asmara Darmayuda-Popies, yang didatangkan dari India tiga tahun lalu, tidak sepenuhnya alami. Mak comblangnya adalah Mochamad Nanang Tejolaksono, dokter hewan yang juga staf medis TSI Prigen.

Prosesnya? Nanang memberikan penjelasan. Awalnya, dengan gizi melimpah, Darmayuda dan Popies disiapkan untuk mencapai kondisi prima. Si jantan putih tumbuh gagah dengan bobot 150 kilogram. Popies pun tak kalah indah. Tubuh liatnya yang cokelat mengkilat mencapai bobot 120 kilogram.

Pada 2002, saat memasuki umur tiga tahun, keduanya diperkenalkan secara intensif. Mereka ditempatkan dalam satu ruangan besar. Hampir setahun keduanya beraktivitas bersama-sama: makan, minum, berkejaran, dan beraksi di hadapan pengunjung TSI Prigen.

Layaknya pepatah tresna jalaran saka kulina, Darmayuda-Popies akhirnya saling suka. Tapi hubungan keduanya sengaja dihambat. Ketika musim berahi tiba, mereka ditempatkan dalam kandang terpisah. "Supaya libido mereka tambah tinggi," kata Nanang.

Menjelang musim berahi berikutnya, November 2003, barulah pasangan Darmayuda-Popies kembali disatukan. Kali ini di kandang juga ada seekor harimau cokelat betina bernama Agris. "Supaya Darmayuda punya pilihan," katanya. Ternyata, sang pejantan tetap setia memilih dan mengawini Popies. Apa boleh buat, Agris terpaksa hanya bisa gigit jari.

Desember 2003, Popies bunting. Segera saja calon induk ini ditempatkan dalam kandang khusus dengan perlakuan istimewa. Popies dimanja dengan makanan bergizi tinggi dan bebas dari tugas mejeng di hadapan pengunjung TSI.

Saat kehamilan berusia 108 hari, tepatnya tanggal 20 April 2004, pukul 07.30 pagi, lahirlah Kartini-Kartono, yang masing-masing berbobot 1,5 kilogram. Begitu lahir, Popies menjilati keduanya dengan gembira. Lendir yang menutupi tubuh kedua orok macan pun terhapus hingga tampaklah warna kulit mereka yang cokelat.

Kulit cokelat, menurut Nanang, menunjukkan bahwa gen Popies lebih kuat ketimbang gen putih Darmayuda. Karena itu, 3-4 tahun lagi, Kartini akan dikawinkan dengan sang bapak, yaitu Darmayuda. Hal ini diharapkan menurunkan peran gen cokelat pada generasi kedua. Berikutnya, pada generasi ketiga, Darmayuda masih harus bertugas lagi mengawini cucunya sendiri supaya gen putih jauh lebih dominan. "Ini yang disebut pemurnian gen," kata Nanang. Walhasil, kelak, akan didapatkan harimau benggala yang benar-benar putih.

Sebenarnya, prosedur serupa pernah dilakukan oleh Maharaja Rewa di Bombay, India. Pada 1951, di tengah hutan Rewa, ditemukan seekor harimau putih yang pertama kali sejak awal abad ke-20. Harimau yang dijuluki Mohan?artinya sesuatu yang menarik?ini dikawinkan dengan Begum, harimau benggala cokelat yang ada di Istana Rewa.

Pasangan Mohan-Begum menurunkan 10 anak macan yang semuanya cokelat tetapi membawa gen putih. Mohan diatur agar mengawini anak dan cucunya demi membuat gen putih kian mencorong. Tak sampai 10 tahun, lahirlah dua cicit Mohan yang sepenuhnya putih. Pemurnian gen telah sukses.

Proses serupa diteruskan di berbagai penjuru. Walhasil, bisa dibilang bahwa darah Mohan menetes pada 80 macan benggala putih yang kini ada di penangkaran di seluruh dunia. Termasuk pada Kartini-Kartono.

Mardiyah Chamim dan Bibin Bintariadi (Pasuruan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus