Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, perlukah ada debat terbuka untuk mengetahui visi dan platform antar-calon presiden dan wakil presiden? 14 - 21 Mei 2004 | ||
Ya | ||
92.10% | 688 | |
Tidak | ||
6.43% | 48 | |
Tidak tahu | ||
1.47% | 11 | |
Total | 100% | 747 |
Wacana debat terbuka calon presiden selalu muncul menjelang pemilihan orang nomor satu di republik ini. Ide ini mulai muncul sejak Soeharto jatuh. Sebab, sejak Soeharto berkuasa, tak pernah ada calon presiden alternatif. Hampir semua wakil rakyat di DPR satu suara mendukung Soeharto sebagai calon presiden, sampai akhirnya Soeharto dilengserkan melalui ?Revolusi Mei 1998?.
Setelah Soeharto jatuh, ide ini mulai muncul dan mendapat banyak tanggapan. Setidaknya, itulah yang menjadi wacana saat pemilihan presiden dalam Sidang Umum MPR, 1999 lalu. Wacana ini terus membesar. Apalagi kini presiden tak lagi dipilih oleh anggota MPR, tapi langsung oleh rakyat.
Debat ini bertujuan mengetahui ?isi kepala? calon presiden, dari visi sampai platform, jika dipercaya memegang jabatan. Mayoritas responden setuju perlunya debat terbuka semacam ini. ?Debat terbuka mengenai visi dan platform akan membuka mata rakyat Indonesia untuk mengetahui siapakah calon presiden yang memang layak dan kredibel untuk memimpin bangsa ini,? kata Yudistira, responden asal Brisbane, Australia.
Debat ini juga untuk memastikan bahwa rakyat Indonesia tak salah menentukan pilihan. Sebab, yang dipertaruhkan adalah nasib 200-an juta rakyat Indonesia. ?Debat terbuka sangat harus agar kita tidak beli kucing dalam karung,? kata Moch. Fahmi, responden asal Malang.
Selama ini, debat calon presiden sering diasumsikan sebagai sarana untuk saling menjatuhkan antar-calon. Padahal esensi dari debat semacam itu adalah untuk menguji konsep calon pemimpin tentang gagasan-gagasannya dalam menjalankan pemerintahan, agar terlihat jelas siapa yang secara konseptual siap dan layak untuk maju dalam pemilihan.
Indikator Pekan Ini: Hingga kini, pengusutan atas kasus huru-hara 13-14 Mei 1998 lalu tak pernah tuntas. Kerusuhan yang membakar Jakarta menjelang lengsernya Soeharto itu seperti timbul-tenggelam. Kasusnya nyaris hanya muncul dan jadi perdebatan saat kalender menunjuk ke arah Mei: saat korban kerusuhan memperingatinya dengan kesedihan dan mahasiswa turun ke jalan mengenang jatuhnya Soeharto. Puaskah Anda dengan pengusutan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam kasus kerusuhan 13-14 Mei 1998? Kami tunggu pendapat Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo