Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok manusia purba--yang sudah punah—mendapatkan nama spesies baru: Homo bodoensis. Penamaan spesies ini tidak berdasarkan identifikasi temuan fosil baru, tapi kepada uji ulang dari fosilnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa dipandang perlu penamaan spesies baru itu? Mungkinkah memberi kejelasan terhadap ‘keruwetan’ silsilah nenek moyang manusia di masa Pleistosen Tengah—sebuah periode penting dalam evolusi manusia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut yang mungkin perlu Anda ketahui.
Siapa Homo bodoensis?
Homo bodoensis adalah nama yang diusulkan untuk fosil dari kelompok hominin (subkeluarga dari primata, terdiri dari simpanse, gorila dan manusia) yang hidup di Afrika pada masa Pleistosen Tengah. Periode itu sekarang disebut sebagai Chibanian, antara 770 ribu sampai 126 ribu tahun lalu.
Spesies ini dideskripsikan oleh Mirjana Roksandic, doktor bidang paleoantropologi dari University of Winnipeg, Kanada, dan koleganya.
Fosil yang ditemukan berupa Cranium Bodo. Ini adalah tulang tengkorak tanpa rahang bawah yang ditemukan pada 1976 di Bodo D’ar di pinggiran Sungai Awash, Etiopia. Fosil itu diperkirakan berusia 600 ribu tahun saat ditemukan.
Menurut Roksandic dkk, H. bodoensis mendiami wilayah luas di Afrika selama ratusan ribu tahun. Mereka menduga spesimen lain dari spesies ini termasuk Kabwe 1 dari Zambia, tengkorak Ndutu dan Ngaloba dari Tanzania dan cranium Saldanha dari Elandsfontein di Afrika Selatan. Para penelitinya bahkan memperkirakan H. bodoensis juga sampai ke Mediterania timur.
Sebelumnya termasuk spesies apa?
Beragam. Sebagai contoh, fosil Cranium Bodo disebut satu spesies dengan Homo heidelbergensis tapi ada juga yang mengelompokkannya sebagai Homo rhodesiensis. Nama spesies yang pertama ditujukan kepada fosil tulang rahang berusia 609 ribu tahun yang ditemukan di Mauer, Jerman. Sedang yang kedua pertama kali untuk mendeskripsikan fosil tengkorak Kabwe 1 temuan 1921 di Northern Rhodesia, kini Zambia.
Bersamanya hidup di masa Pleistosen Tengah adalah Neanderthal di Eropa dan Denisovan di Asia Timur. Di Afrika bagian selatan juga ada Homo naledi. Manusia modern (Homo sapiens) muncul di Afrika sekitar 300 ribu tahun lalu—sekitar separuh akhir dari masa Pleistosen Tengah.
Ilustrasi manusia Neanderthal. zefonseca.com
Roksandic dan para koleganya berargumen bahwa seluruh fosil temuan di Afrika yang mencakup H. heidelbergensis atau H. rhodesiensis bisa dikelompokkan sebagai satu spesies, yakni H. bodoensis. Spesies ini, menurut mereka, yang berkembang menjadi menjadi Homo sapiens.
Fosil manusia purba Homo sapiens tertua yang ditemukan di Gua Misliya, Israel. (npr.com)
Sementara, mereka menambahkan, fosil H. heidelbergensis temuan di Eropa seluruhnya bisa disatukan sebagai Neanderthal awal, dan fosil-fosil dari Mediterania timur yang tidak memiliki kecocokan ke dalam spesies-spesies di atas bisa jadi adalah hasil persilangan. “Tim memilih nama H. bodoensis agar hominin Afrika ini akhirnya mendapatkan nama asli dari benua itu,” kata Roksandic.
Apakah selain tim Roksandic setuju nama spesies baru itu?
Chris Sringer dari Natural History Museum di London, Inggris, termasuk yang kontra. “Tidak perlu,” kata dia.
Stringer setuju nama H. heidelbergensis telah selama ini terlalu mudah digunakan untuk mengidentifikasi temuan fosil. Menurutnya, spesies ini sebaiknya dibatasi hanya untuk fosil tulang rahang Mauer dan beberapa fosil temuan di Eropa seperti tulang rahang BH-1 dari Gua Mala Balanica di Serbia.
Sedangkan untuk fosil temuan di Afrika, Stringer lebih memilih penggunaan nama H. rhodesiensis. Alternatifnya, jika nama itu tidak disukai karena terkait dengan citra buruk Cecil Rhodes di era kolonialisme Inggris di Afrika, adalah Homo saldanensis ketimbang harus menciptakan nama baru.
Stringer juga skeptis terhadap klaim bahwa manusia modern adalah turunan langsung dari manusia purba pemilik tulang cranium Bodo. Pada 2019, Stringer dan timnya menerbitkan hasil studi evolusi wajah manusia yang di dalamnya menemukan kalau spesies pemilik tulang cranium Bodo memiliki jalur evolusi yang berbeda dari yang melahirkan manusia modern.
NEW SCIENTIST, SCITECH DAILY
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.