Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GARASI raksasa itu tampak lengang. Hanya ada beberapa pekerja. Pakaian mereka sangat santai, celana jins dan kaus oblong. Siapa mengira hanggar kosong seperti ini adalah pabrik pembuat pesawat penumpang terbesar di dunia yang bisa menampung 500-800 penumpang? Siapa pula yang mengira pabrik di tepi Sungai Elbe yang indah di sisi Hamburg ini adalah pabrik pesawat terbesar ketiga di dunia—setelah Boeing di Seattle, Amerika Serikat, dan kantor pusat Airbus di Toulouse, Prancis.
”Ruangan ini sangat rahasia,” ujar Tore Prang, Manajer Komunikasi Airbus, menunjuk ruang pemasangan interior kabin A380 kepada Tempo dan sejumlah wartawan pada pertengahan Mei lalu. Mungkin karena rahasia, memasukinya pun harus lewat lorong berliku dan pintu berlapis yang hanya bisa dibuka dengan kartu khusus. Setiap tamu masuk ruangan ini juga dilarang memotret.
Sayangnya, pemasangan kabin belum selesai. Untunglah, satu pekan berikutnya, A380 tampil di ajang pameran pesawat internasional di Bandara Schonefeld, Berlin. Di antara jejeran pesawat lainnya, A380 benar-benar burung besi raksasa. Dengan tinggi 24 meter dan panjang 73 meter, dia tampak paling menyolok. Bayangkan, turbinnya saja lebih besar dari kepala truk gandeng.
”Saya sungguh takjub. Dia sangat besar, tak mungkin mendarat di Bhutan,” ujar Rinzin Wangchuk, pengunjung dari Bhutan. Karena terlalu besar itulah, pesawat ini hanya bisa mendarat di 60 bandara di dunia pada 2010, termasuk Soekarno-Hatta di Jakarta. Bandingkan dengan pesaingnya, Boeing 747-400 dengan kapasitas penumpang 416 orang, namun bisa mendarat di lebih dari 210 bandara.
”Ini adalah pesawat terbesar abad ke-21,” Tore menerangkan dengan antusias. Menurut dia, sampai beberapa tahun ke depan, tidak mungkin dibuat pesawat lebih besar lagi. Sebab, sayapnya akan sangat panjang dan tidak mampu mengimbanginya. Badan si Jumbo ini bahkan cukup untuk menampung 70 sedan—kabinnya selebar 7 meter dan panjangnya 70,4 meter.
Dengan ruang selebar itu, kemewahan Airbus tak bisa ditandingi Boeing. Di ajang pameran ini, Tempo berkesempatan melongok isi perut pesawat yang sanggup terbang 16-18 jam nonstop atau menempuh jarak Singapura-New York tanpa transit.
Tengoklah kabin pesawat yang memiliki dua lantai ini. Airbus memberikan efek cahaya lampu kabin warna biru, menambah teduh suasana. Di malam hari, cahaya ini bisa menjadi seperti titik-titik bintang di atap kabin yang gelap. Jadi, meski di luar pesawat sudah terang benderang, penumpang tetap bisa tidur nyenyak untuk sebuah perjalanan panjang.
”Luas kabin 50 persen lebih besar dibandingkan pesaingnya (Boeing 747-400),” ujar Tore. Bila semua ruang kabin dipakai untuk kelas ekonomi, dia bisa mengangkut penumpang 853 orang, belum termasuk kru 20 orang.
Dengan badan yang le-bih lega, A380 pun bisa meng-usung ”mal” ke angkasa. Me-re-ka menawarkan tempat untuk rileks seperti bar, toko, restoran, salon, ruang kerja, tempat tidur, dan kasino! ”Kami mendesain kabin se-suai dengan pesanan konsu-men,” kata Corrin Higgs, Ma-najer Pemasaran A380, kepada Tempo. ”Jika ada konsumen yang minta dibuatkan bar di kelas ekonomi, kami akan memenuhinya.”
Duduk di kursi kelas ekonomi A380 terasa lebih nyaman ke-timbang di kursi kelas ekono-mi biasanya. Kursi-nya lebih lebar 2,54 sentimeter, ruang kakinya lebih lega. Lo-rongnya juga lebih longgar ken-dati terkadang senggolan pan-tat sulit dihindari, apalagi jika disengaja.
Di kelas bisnis, kemewahan ada di mana-mana. Kursinya bisa disetel se-perti tempat tidur. Penumpang pun bisa mengakses internet di setiap kursi. Mau kerja lebih serius? Ada ruang kerja lengkap dengan telepon dan internet. Setelah capek bekerja, penumpang juga bisa rileks di bar sembari minum kopi atau bir.
Ada lagi yang lebih mewah, yakni di kelas satu. Di sini, luas ruang per orang saja empat meter persegi atau enam kali lipat ketimbang ruang penumpang di kelas ekonomi. Kursinya bisa diubah menjadi tempat tidur. Bahkan maskapai Virgin Atlantic menawarkan sepasang tempat tidur di kelas satu.
Meski belum digunakan untuk pe-nerbangan komersial, antusiasme publik cukup besar. Singapore Airlines (SIA) adalah maskapai pertama yang akan menerbangkannya. Semula ditargetkan akhir tahun ini, sayangnya, penyerahan pesawat diundur. Jadi, kemewahan di angkasa yang diimpikan banyak orang itu untuk sementara ”terbang”.
Heri Susanto (Berlin)
Penantang Baru Boeing Dreamliner
Kalah hebat dibanding Airbus A380, Boeing mengembangkan pesawat kelas menengah yang efisien, yakni Boeing 787 Dreamliner. Pesawat ini ternyata laris manis, telah laku 393 unit. Untuk mengimbangi kesuksesan Boeing ini, Airbus merombak secara radikal pesawat sekelas, yakni A350 menjadi A350 XWB (extra wide body) atau badan ekstralebar. Desain pesawat berubah total dari ujung hidung sampai ekor seperti halnya Boeing mengubah model 787.
Di pameran pesawat internasio-nal Farnborough, Inggris, pertengahan Ju-li lalu, untuk pertama kalinya pesawat kelas menengah A350 model baru diperkenalkan. Perubahan bukan hanya pada desain pesawat, tetapi juga memperbaiki kenyamanan penumpang melalui penurunan tingkat kebisingan dan desain ulang interior kabin. Bahan bakarnya juga lebih efisien.
Kerangka A350 XWB akan dibuat dari bahan baku lebih ringan yang berasal dari 45 persen bahan campuran dan 17 persen dari aluminium lithium. Sayap lebih aerodinamis dan dibuat dari bahan campuran yang ringan agar mampu meningkatkan kecepat-an pesawat. Kapasitas penumpang berkisar 270 sampai 350 orang setara dengan kapasitas Boeing 787 Dreamliner sebanyak 220–300 orang.
Heri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo