Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menyunting Gen Babi untuk Transplantasi Organ

Ilmuwan berhasil menyunting gen babi untuk menonaktifkan virus PERVs yang berbahaya. Terbuka jalan aman transplantasi organ hewan ke manusia.

11 April 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TRANSPLANTASI organ tubuh telah menyelamatkan ribuan nyawa tiap tahun. Di bidang medis, inilah temuan paling inovatif dalam satu abad terakhir. Namun ada satu masalah yang tak bisa dihindari, yakni jumlah permintaan dan ketersediaan donor tak berimbang. Setiap tahun rata-rata ada 50 ribu pasien membutuhkan donor organ. Dari jumlah itu, hanya 23 ribu yang menjalani transplantasi.

National Kidney Foundation di Amerika Serikat menyebutkan organ tubuh yang paling dibutuhkan adalah ginjal. Tapi, untuk bisa menerima transplantasi, biasanya pasien harus menunggu 4-6 tahun. Yang menyedihkan, dalam penantian itu setiap hari sedikitnya 17 pasien meninggal.

Masalah inilah yang kemudian membuat ilmuwan kembali melirik sumber donor selain manusia. Salah satu yang terbaru adalah kembali dimungkinkannya babi sebagai potensi donor bagi manusia, setelah sejumlah ilmuwan dua pekan lalu mengumumkan teknik baru membendung sel babi melepaskan virus yang amat berbahaya bagi manusia.

Pada awal 1900-an, sebenarnya para ahli bedah telah mencoba mengganti organ tubuh manusia dengan organ berasal dari hewan, seperti babi, domba, sapi, babun, dan simpanse. Lantaran pengetahuan tentang transplantasi sel, jaringan, ataupun organ beda spesies pada masa itu masih minim, banyak operasi yang berujung pada kegagalan.

Kebanyakan pasien meninggal beberapa bulan setelah transplantasi. Kegagalan biasanya lantaran sistem kekebalan tubuh yang menolak dan menyerang organ asing. Kini, setelah ilmu pengetahuan jauh berkembang, ilmuwan kembali melirik teknik transplantasi di antara dua spesies, yang disebut xenotransplantasi—xenos dalam bahasa Yunani berarti asing.

Xenotransplantasi diyakini bisa menyelamatkan puluhan ribu orang karena ketersediaan organ yang dibutuhkan bisa diadakan secara cepat. Hal ini berbeda ketika organ itu diambil dari manusia. Dari berbagai hewan yang pernah diuji coba sebagai donor, babi paling bagus. Sistem organ babi punya kemiripan dengan manusia hingga 90 persen, baik anatomi maupun fungsinya.

Kemiripan itulah yang membuat ilmuwan menggunakan jaringan babi dalam bidang medis lebih dari 30 tahun. Mereka bahkan mampu menumbuhkan otot-otot kaki manusia menggunakan implan yang terbuat dari kandung kemih babi. "Jika sesuatu bekerja pada babi, ada kemungkinan akan bekerja juga pada manusia," kata Michael Swindle, penulis buku Swine in the Laboratory.

Salah satu yang paling mirip adalah sistem kardiovaskular pada jantung babi. Jantung babi punya ukuran, bentuk, dan sistem yang menyerupai jantung manusia. Babi juga bisa mengalami aterosklerosis—penumpukan plak di pembuluh darah—mirip yang terjadi pada manusia. Bahasa sederhananya, babi juga bisa terkena serangan jantung.

Jaringan yang berasal dari hati babi juga telah digunakan untuk mengganti katup jantung yang rusak pada manusia. Katup dengan jaringan hati babi ini mampu bertahan 15 tahun dalam tubuh pasien. Tak sampai di situ, ginjal babi juga punya ukuran dan fungsi yang sama dengan manusia.

Banyaknya kesamaan ini membuat ilmuwan memilih babi sebagai potensi donor jantung, ginjal, dan paru-paru bagi manusia. Organ dari primata, seperti babun dan simpanse, memang lebih terkait erat dengan manusia, tapi babi memberi pilihan yang menarik sebagai donor organ. Alasannya, babi jauh lebih banyak tersedia dan mudah dikembangbiakkan.

Walau banyak kesamaan, bukan berarti xenotransplantasi tanpa risiko. Ada tantangan besar yang harus diatasi. Pertama, terjadinya penolakan oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Kemudian, risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia, yang disebut xenozoonosis. Bisa saja penyakit yang sebelumnya hanya terdapat pada hewan berada juga pada manusia.

Contohnya virus porcine endogenous retroviruses (PERVs). Di bawah tekanan, sel babi melepaskan PERVs yang amat berbahaya bagi manusia. Virus ini tertanam dalam genom semua babi. Tak dapat diobati atau dinetralkan. PERVs dikhawatirkan bisa menimbulkan penyakit pada manusia penerima donor. Itu sebabnya, pada 1979, xenotransplantasi sempat dilarang secara global.

Kabar baiknya, pada Oktober tahun lalu, ahli genetika dari Harvard Medical School, George Church, telah berhasil menonaktifkan 62 PERVs pada satu sel embrio babi. Dalam jurnal The New England Journal of Medicine dua pekan lalu, Daniel R. Salomon, profesor dari Scripps Center for Organ and Cell Transplantation, mengatakan hasil perkembangan ini akan membantu pengobatan penyakit genetik yang kompleks.

Cara menonaktifkan 62 PERVs dilakukan dengan merekayasa gen melalui sistem Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats-Cas9 (CRISPR-Cas9). Sistem ini memungkinkan ilmuwan menyunting gen. Semua yang menghambat atau mengganggu bisa diganti dengan yang bersifat sebaliknya. Salomon merujuk pada studi yang dilakukan Luhan Yang untuk mengurangi risiko infeksi PERVs. PERVs adalah bagian dari gen yang menyandi enzim untuk mengubah deoxyribonucleic acid (DNA) virus menjadi ribonucleic acid (RNA) virus.

Sistem CRISPR-Cas9 berperan mengikat dan memotong bagian gen penyandi itu dan menonaktifkannya. Tak aktifnya salah satu polimerasi gen ini akan mengacaukan urutan tranlasi PERVs. Hasil ini menunjukkan CRISPR-Cas9 mampu menonaktifkan beberapa gen dalam satu sel secara bersamaan.

Hanya, masih ada hambatan dalam realisasi CRISPR-Cas9 untuk manfaat klinis. Ilmuwan belum memahami mekanisme yang menjadi dasar penolakan jaringan babi oleh tubuh manusia, sehingga sulit untuk merancang pencegahan penolakan ini. Tingkat keberhasilan keseluruhan inaktivasi gen itu dilaporkan baru 20-30 persen.

Selain itu, masih terdapat kekhawatiran serius tentang salah sasaran inaktivasi. Misalnya, terjadi kesalahan inaktivasi gen yang bukan sasaran. Artinya, meski menonaktifkan 62 PERVs dianggap telah membuka jalan untuk xenotransplantasi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Antara lain, pemahaman mekanisme penyakit yang meliputi gen mana, pada tingkat apa, organel yang mana, tipe sel seperti apa, dan organ mana yang cocok diberi proses patogen.

Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Lembaga Molekul Biologi Eijkman Indonesia, mengatakan tantangan selanjutnya adalah membawa sistem CRISPR-Cas9 ke sel yang berada pada organisme. "Yang dibicarakan itu baru pada sel biakan," katanya pekan lalu. Lagi pula, Herawati menambahkan, yang bisa dinonaktifkan baru dalam satu sel. Menurut dia, harus diuji coba pada sel-sel lain. "Tapi ini hasil yang sangat menjanjikan untuk xenotransplantasi."

Masalah lain, dikhawatirkan bahwa hewan seperti babi memiliki rentang hidup yang lebih pendek daripada manusia, sekitar 38 tahun dalam peternakan, sehingga jaringannya akan menua lebih cepat. Selain itu, tentu akan timbul masalah seperti aspek medis, hukum, dan etis.

Abdee Negara, gitaris band Slank, misalnya, tak terlalu setuju dengan xenotransplantasi. Menurut pria yang menderita gagal ginjal stadium akhir ini, penggunaan hewan sebagai donor risikonya terlalu besar. "Selain itu, hewan kan enggak bisa kasih konfirmasi apakah dia setuju atau tidak organnya didonorkan," ujarnya disertai tawa.

Pandangan lain dikemukakan Dahlan Iskan. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara yang pernah empat bulan berharap cemas menanti donor hati ini menyambut baik xenotransplantasi. Menurut dia, penemuan ilmiah harus diterima. Jika berjalan baik, bukan tak mungkin suatu hari nanti kekurangan persediaan organ bisa teratasi. "Jutaan nyawa produktif bisa diselamatkan," katanya.

Tri Artining Putri (Nature.com, Foxnews, NEJM, Latimes)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus