Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menyusul: letusan gunung api ?

Gempa tsunami di pesisir selatan ke. nusa tenggara. adanya korelasi gempa tektonis dan kegiatan vulkanis. lewat teori lempeng benua. apakah gunung api di jawa akan terangsang akibat gempa tsunami?.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEMPA dangkal yang mencetuskan tsutlami di pesisir selatan Kepulauan Nusa Tenggara, masih ada buntutnya . Sabtu sore, 27 Agustus, jarum seismograf di Uppsala, Swedia, mencatat gempa susulan yang ke-7 setelah gempa 19 Agustus. Kantor berita AFP tak menyebut kekuatan gempa itu. Namun hari Kamis sebelumnya, gempa susulan yang ke-6 masih berkekuatan 6,5 pada skala Richter. Akhir minggu itu juga, seismograf di Elonolulu, Hawaii, mencatat gempa berkekuatan 6,4 skala Richter. Diduga bukan gempa susulan dari Sumba. Sebab tercetus di Laut Banda yang relatif stabil sejak 1938. Episentrumnya 800 km timur laut Sumba dan 800 km sebelah utara Darwin. Hampir serentak, getaran kulit bumi juga menggoncang Pulau Atauro di lepas pantai Dili, Timor Timur. Menurut Pusat Meteorologi dan Geofisika. gempa berkekuatan 6,7 skala Richter itu berpusat di laut. Kira-kira 45 km di selatan Timor, dengan kedalaman 33 km. Jadi termasuk gempa dangkal pula. Suka Melancong Ular naga, kepala lembu, penyu raksasa atau entah apa yang berdiam dalam kulit bumi itu, memang lagi senang ajojing. Minggu sorenya, 28 Agustus, dari pantai timur Sulawesi Tengah juga dilaporkan gempa. Tak begitu kuat -- 5 skala Richter -- dan episentrumnya terletak di darat, 50 km selatan Palu. Sebegitu jauh belum dilaporkan adanya kerusakan van berarti. Keesokan harinya gempa merambat ke utara. Hari Senin 29 Agustus, seismograf di Hongkong, Manila dan Matsushiro di utara Tokyo mencatat gempa berkekuatan 6,3 skala Richter. Menurut UPI, belum ada kesepakatan antara llongkong, Manila dan Tokyo mana persisnya pusat gempa itu. Orang Hongkong bilar sumbernya, di lepas pantai Pilipina. Orang Manila bilang "bukan di sini, tapi di Laut Tiongkok Selatan 225 km sebelah barat Manila". Sedang oleh Tokyo sumber gempa ditaksir tetap di lepas pantai Pilipina, dekat Pulau Luzon. Timbul pertanyaan awam: mana daerah berikutnya yang bakal diserang gempa? Irian Jaya, di mana lemper Pasifik saling adu bahu dengan lempeng Indo-Australia di punggung Pegunungan Jayawijaya? Atau di sepanjang Bukit Barisan yang sejajar dengan patahan Semangka? Atau di bagian selatan Pulau Jawa, di mana getaran bumi sedikit saja akan cukup membuat oleng jutaan bani Adam yang berjubel di perahu ini? "Ah, anda fikir gempa ini suka melancong dengan kecepatan jet," ukas Prof. Katili, geolog terkemuka yang punya jabatan Dirjen Pertambangan, sambil tertawa. Dia lebih cenderung berpendapat: sesudah rentetan gempa ini, keadaan justru akan lebih tenang. Alasannya: "setelah enerji potensiil dalam lempeng-lempeng dilepaskan, puncak ketegangan sudah lewat. Puncak ketegangan itu, menurut para ahli, adalah tahun lalu yang begitu banyak gempanya. Sebab enerji itu tak mungkin ditimbun terus-menerus, dan juga dilepaskan sekaligus". Namun sementara Prof. Katili berusaha menetralisir spekulasi awam, lain lagi sikap para ahli gunung api. Selama tahun ini, Seksi Pengawasan Gunungapi Direktorat Geologiyang dikepalai J. Matahelumual sibuk mengawasi kegiatan gunungapi di Indonesia. Terutama gunungapi di Jawa Timur. Gunung Ijen, 5 Juni lalu disurupi gempa kuat hingga jarum seismograf meloncat ke luar skala. Akibat gempa vulkanis itu, 1,12 juta meter kubikkawah terbenam. Suhu air danau -- yang merosot 208 senti -- masih tetap panas (42øC). Apungan belerang (2 x lebih banyak) melepaskan bau gas yang sangat tajam. Suara Seruling Kapal Kegiatan Gunung Semeru, sejak 1956 paling top di Indonesia. Tinggi puncak lava di Kawah Jonggringseloko kini telah melampaui 3700 m di atas muka laut. Berarti melebihi titik tertinggi Pulau Jawa (lebih kurang 3676 m). Asap kawah tebal, dan kadang membubung tinggi. Lahar meleleh ke luar pipa kawah, membentuk kerucut, dan sebagian gugur dari lereng. Hembusan gas kebiru-biruan sering terlihat dari pos pengawasan disertai suara seruling kapal terputusputus. Matahelumual dkk juga asyik mencari kaitan antara aktivitas gunung api dan gempa tektonis. Tulisan seorang jago dalam bidang ini, Dr P. Hedervari dari Budapest, Hongaria, belakangan sering mengisi Berita Direktorat Geologi (Geosurvey Newsletter). Ahli itu telah menyelidiki ulah 27 vulkan di Indonesia, yang sejak 1913 telah meletus sebanyak 129 kali. Ternyata, dalam waktu 4 bulan sebelum dan sesudah ledakan gunung api, telah terjadi gempa tektonis dalam radius 700 km. Beberapa contoh yang menarik: ù kebangkitan kembali Gunung Merapi setelah gempa dalam (90 km) yang berkekuatan 8,1 skala Richter, 23 Juli 1943. * 26 Juni tahun lalu, terjadi gempa dangkal berkekuatan 6,6 skala Richter di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Hampir 3 bulan kemudian Gunung Karangetang di Kepulauan Sangihe, tetangga di selatannya, meletus setelah absen 2,5 tahun. * Letusan kedua Gunung Agung di Pulau Bali, 16 Mei 1963, segera diikuti tiga kejutan tektonis "persis di bawah vulkan itu." Gempa Pelatuk Langsung Begitu dikemukakan Dr Hedervari dalam lokakarya musibah gunungapi di Durham, Inggeris, bulan lalu. Khusus tentang letusan magma dari gunung-gunung api di Jawa Timur, dalam kesempatan lain ahli vulkan Hongaria itu pernah mengemukakan bagaimana letusan Gunung-Gunung Slamet, Merapi, Kelud dan Semeru selalu didahului satu atau lebih gempa pelatuk langsung (direct triggering shocks) dalam jarak kurang dari 300 km. Adanya korelasi antara gempa bumi (tektonis) dan kegiatan vulkanis memang bisa diterangkan dari teori lempeng benua juga. Seperti pernah dijelaskan Prof. Katili kepada TEMPO, lempeng yang menghunjam ke bawah lempeng lain sampai kedalaman 300 - 400 km di bawah muka bumi, bisa "menggelitik" magma nun jauh di bawah sana. Akibatnya magma semakin panas. Karena bera jenisnya lebih kecil dari kulit bumi yang padat, batubatuan cair dan pijar itu mendesak ke atas, hingga timbul bisul - yang bernama gunung itu. Pada saat tekanan sudah cukup besar sang bisul bisa pecah dan meletuslah itu gunung. Kejadian itu setiap kali bisa berulang kembali. Tapi betulkah gejolak gempa di tenggara Indonesia akan merangsang tingkahgunung api di Jawa? Mudah-mudahan tidak. Namun ada baiknya juga memahami isyarat dari bawah kulit bumi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus