Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Nilai kaset merapi di Prancis

Untuk mengikuti kegiatan vulkanis, ahli-ahli prancis dan indonesia bekerja sama memasang magnetometer di gunung merapi. data yang direkam pada kaset dikirim ke prancis. (tek)

3 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun lalu suatu tim ahli vulkanologi dari Perancis, dipimpin Profesor Dr. Haroun Tazieff, hadir di beberapa gunung berapi di Indonesia. Masyarakat yang awam mulai gelisah dan menduga kegiatan gunung itu sudah begitu gawat sehingga perlu mendatangkan ahli vulkanologi asing. Ketika kemudian tampak perhatian mereka terpusatkan kepada Gunung Merapi yang terkenal aktif, dugaan ini makin bertambah. Sebetulnya mereka sedang menjajaki kemungkinan mengukur perubahan kekuatan magnetis bumi untuk mengetahui proses yang menuju letusan vulkanis. Pengetahuan ini diharapkan dapat membantu orang meramalkan sesuatu letusan gunung berapi, sehingga bisa bertindak untuk menyelamatkan penduduk dan harta jauh sebelumnya. Banyak negara, termasuk Indonesia -- selama ini untuk mengetahui kegiatan vulkanis -- menggunakan cara pengukuran seismik, pengukuran suhu dan analisa komposisi gas, ditambah pengamatan visuil. Ini dilakukan umumnya dengan tenaga dan dana yang sangat terbatas (TEMPO 24 Maret 1979). Sejak September lalu, 3 ahli geofisika Perancis -- Dr. F. Robach, Dr. M. Bof dan Dr. Chapuis -- berada di lndonesia. Mereka melanjutkan missi Tazieff, bekerja sama dengan ahli vulkanologi Indonesia untuk mendirikan jaringan alat pengukur magnetis bumi yang permanen di lereng Gunung Merapi -- suatu metode baru. Berdasarkan penelitian sebelumnya, mereka dapat menentukan lokasinya. Gunung Merapi dipilih sebagai medan ekspenmen mereka, karena terkenal aktif. Tapi yang terpenting adalah bahwa Merapi sejak dulu dimonitor oleh jaringan pos pengamat yang baik. Dan kota besar seperti Yogyakarta berada di dekatnya. Tiga buah sensor ditempatkan di sana. Dipakai berbagai pertimbangan lokasinya yang, misalnya, sangat peka terhadap perubahan kekuatan magnetis di kala terdapat kegiatan vulkanis. Perubahan kekuatan magnetis bumi disebabkan tekanan dalam formasi batubatuan serta perubahan suhu telah lama diketahui dalam ilmu geofisika. Juga diketahui bahwa kegiatan vulkanis dibarengi dengan gejala ini. Persoalannya tinggal mengukur saja berapa besar perubahan kekuatan magnetis di sekitar vulkan itu dan menghubungkan data ini dengan kegiatan langsung. Ini akan menghasilkan suatu pola yang bisa dipergunakan untuk meramalkan kegiatan serupa di masa depan. Sensor (alat "peraba") itu terselubung dalam tabung berdiameter 15 cm, dan panjang 60 cm. Ia ditempatkan di atas tiang, 6 m di atas permukaan tanah. Dalam tabung pelindung itu terdapat dua botol kaca yang dililiti kumparan kawat kuningan dan terisi dengan cairan khusus. Keseluruhannya dibandingkan Dr. Robach dengan sebuah lingkaran oskilator dalam teknik radio. Orang Perancis itu menerangkan prinsipnya kepada T. Manyaka Thayeb dari TEMPO di pos Plawangan, pada ketinggian 1275 m, setelah 3/4 jam mendaki sisi bukit terjal dari Kaliurang. Sensor itu, katanya, merupakan alat pengukur pokok yang mengirim datanya melalui kabel langsung -- berjarak dekat -- ke peralatan perekam di pos Plawangan. Pos pengamat Direktorat Vulkanologi di Plawangan itu merupakan suatu bangunan kayu dengan ruang sederhana. Dari ruang ini ke arah utara tampak krucut megah Gunung Merapi, sedang ke arah selatan dan barat terhampar pemandangan dataran wilayah Yogyakarta dan Magelang. Dalam ruang itu terdapat satu teropong kuno dan di atas beberapa meja terletak peralatan rekaman tim Perancis itu. Peralatan itu sendiri terdiri dari alat penghimpun dan pengolah frekwensi yang diteruskan kepada perekam kaset, tidak jauh berbeda dengan kaset recorder biasa. Semua data direkam pada kaset ini, sekaligus direkam pada rol kertas grafik. Frekwensi data tu dapat juga dilihat sebagai gelombang sinus pada layar sebuah osiloskop kecil. Peralatan ini sekaligus menerima data -- melalui pemancar radio -- dari dua sensor pembanding yang terletak 4-5 km dalam pola segitiga yang tidak beraturan dari pos Plawangan. Sensor pembanding pertama terletak pada ketinggian 1200 meter di tengah jalur lahar di lereng barat daya Merapi itu. Dari desa Argomulyo dekat pos pengamat Ngepos di kecamatan Srumbung, lokasinya bisa dicapai 1« jam berjalan kaki menyusur "sungai" lahar. Pada lokasi ini berdiri dua tiang. Satu mendukung sensor serupa seperti di Plawangan, dan satu lagi untuk pemancar radionya. Di tengah kedua tiang itu terdapat lempengan pengubah sinar matahari yang diolah menjadi listrik untuk menjalankan sensor dan pemancar itu. "Biarpun 10 hari mendung," cerita Dr. Bof di atas bukit itu, "accu khusus masih mampu mengeluarkan 20 W untuk menjalankan peralatan itu. Eksplorasi Mineral Peralatan serupa dijumpai pada ketinggian 2000 m di atas lereng sebelah tenggara Gunung Merapi. Lokasi ini lebih sukar dicapai karena melalui tebing yang amat terjal. Ketiga sensor tadi merupakan proton magnetometer dengan polarisasi dinamis, yang dapat mengukur perubahan kekuatan magnetis sekecil 0.01 gamma. (1 gamma - 1/100.000 Gauss, -- unit kekuatan magnetis). Magnetometer ini berdasarkan prinsip pengukuran arah perputaran proton yang diketahui langsung bereaksi terhadap pengaruh kekuatan magnetis. Prinsip ini dibahas dalam tahun 40-an oleh seorang ahli fisika Soviet dan diteruskan oleh tim Amerika Serikat pimpinan Dr. Bloch. Ini pada tahun 50-an menghasilkan magnetometer yang dapat mengukur kekuatan medan magnetis dengan sangat teliti. Segera penggunaannya dalam berbagai bidang ilmu terbukti. Terutama dalam bidang geologi, khususnya untuk eksplorasi mineral seperti minyak bumi. Perancis mencoba menerapkannya pada penelitian kegiatan vulkanis. Dengan dana dari Komisariat Penelitian Atom (CEA) di Grenoble, Perancis, Profesor Taieff dengan beberapa pembantu semula berangkat ke Guadeloupe, wilayah Perancis di kepulauan Antilles, Hindia Barat. Di pulau Guadeloupe terdapat gunung berapi bernama Soufriere, tempat mereka melakukan percobaan pengukuran magnetis pertama. Dari sana menjelma program penelitiannya di Gunung Merapi. Juga terjamin dana dari CEA. Tim Perancis itu barusan saja kembali pulang, meninggalkan peralatannya. Petugas Direktorat Vulkanologi diharapkan terus merekam data pada kaset yang akan dikirim setiap bulan ke Perancis untuk mereka pelajari. Ada kemungkinan bahwa magnetometer akan menggantikan peralatan seismograf sebagai andalan pokok untuk mengikuti kegiatan vulkanis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus