Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

"Kini damai tapi gersang"

Suasana di timor timur sudah aman dan pembangunan dimulai. tapi akibat kekeringan, beberapa daerah masih kekurangan pangan. monopoli pembelian kopi oleh pemda dipersoalkan. (dh)

3 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH 3 tahun Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah RI. Umumnya keamanan baik, kecuali sebelah timur Los Palos dan Matabean. "Senjata mereka sudah tidak ada artinya," ujar Kol. Soebroto, Pelaksana Komando Taktis Timor Timur. Diharapkan akhir tahun depan keamanan seluruh wilayah propinsi ke-27 ini sudah mantap. Tidak disangkal, masih ada gerombolan Fretilin di hutan dan pegunungan. Tapi di Kabupaten Baucau misalnya, tinggal satu dua orang saja. "Mereka sebenarnya ingin pulang tapi masih ragu-ragu," kata Letkol Hendrokusumo, Dan Dim Baucau. "Gerombolan di hutan-hutan juga tinggal sedikit. Mereka ingin turun tapi takut balas dendam penduduk," kata Abel Gomes, ketua DPRD tk II Kabupaten Kovalima. Perjalanan 2 hari dari Dili ke Kovalima di pantai selatan juga tidak menjumpai gangguan apa-apa seperti yang misalnya dilakukan Dan Dim Kovalima, Mayor Rasyid belum lama ini. Gerombolan bisa ditumpas. Tapi keadaan alam, di masa perang atau damai sama saja. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Timor Timur beriklim tropis, tapi coraknya musson, dipengaruhi perubahan musim di Australia. Ketika Australia musim vinter (Juli-Agustus) di Timor Timur justru sedang musim kemarau dengan suhu 18ø C. Ketika Australia musim summer (April-Mei), di Timor Timur sedang musim penghujan dengan suhu sampai 32ø C. Menunggu Bibit Di musim penghujan, Desember-Mei, hujan turun setiap hari di Tim-Tim. Sungai-sungai yang semula kering, meluap. Dataran rendah yang terdiri savana (padang rumput) dan steppa (semak belukar) kebanjiran. Hanya ada 2 sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun: Sungai Laclo dan Sungai Lois. Musim kemarau di Tim-Tim memang lebih lama, sejak Mei sampai Oktober. Hampir tak ada hujan, banyak rerumputan dan tanaman lain mati. Tanah pun banyak yang rengkah. Ternak banyak mati kehausan dan kepanasan. Di bulan Oktober seperti baru lalu kemarau yang gersang amat terasa di Dili, ibukota propinsi Timor Timur itu. "Sekarang sudah damai, tapi gersang," ucap seorang pejabat di Dili bergurau mengingatkan judul sebuah lagu pop. Wartawan TEMPO pertengahan Oktober lalu sempat ikut terbang dengan tim survai pembangunan kehutanan Dirjen Kehutanan di atas Dili -- Kovalima -- Viqueque -- Los Palos -- Baucau. Dan menyaksikan gambar musim kemarau seperti di atas. Apalagi penggundulan hutan bukan.hanya di dataran rendah tapi juga sampai ke puncak-puncak gunung. Hutan yang masih tampak hijau cuma terlihat sedikit di pantai selatan, di suaka alam Tilomar, Kabupaten Kovalima, di Lore, Los Palos, di hutan ujung timur serta di Pulau Jaco. Akan halnya pembakaran rerumputan dan ilalang kering oleh penduduk, itu merupakan persiapan musim tanam jagung bila hujan mulai turun Nopember ini. Jagung memang makanan pokok di sana. Cuma sayang, bantuan 100 ton bibit jagung beium datang juga dari Surabaya. Susahnya, "tak ada kapal yang berlayar secara tetap ke mari," kata Sinaga, Sekwilda Propinsi Timor Timur. Sedang untuk carter terlalu mahal. Padahal bibit jagung cuma tahan 3 bulan sejak dipetik. Sarana perhubungan di sana memang sudah lumayan. "Perjalanan ke seluruh kabupaten sudah dapat dilakukan," kata Gubernur Timor Timur Guilherme Maria Goncalves. Di beberapa kota, jalan-jalan memang sudah diaspal. Selebihnya hanya diratakan dengan tanah, asal bisa dilewati saja, meskipun di musim hujan bukan hanya becek tapi banjir. Itulah sebabnya beberapa pejabat di sana mengkhawatirkan sulitnya penyampaian bibit jagung kepada penduduk di seluruh pelosok bulan ini. Selain masalah perhubungan dan ancaman kekeringan, hama tikus juga menghadang. Di musim tanam baru lalu, tikus menyerang Kecamatan Fatumea Kabupaten Kovalima. Juga di Baucau, Liquica dan Viqueque. Bahkan di Baucau 60% sawah dirusak tikus. Penduduk di 4 kabupaten itu kini sangat membutuhkan bantuan pangan. Di Liquica saja diperlukan persediaan pangan untuk 1 tahun lagi, dihitung dari saat tanam jagung yang makan waktu 9 bulan. Sehari, kini harus disediakan 300 gram beras untuk sekitar 30.000 jiwa. "aka tak bisa dibayangkan andaikata bibit jagung itu tak sampai ke tangan penduduk di gunung-gunung," kata seorang pejabat di Liquica. Keadaan seperti itu menjadi lebih parah karena harga-harga yang membubung, terutama beras. Di pasar-asar Dili misalnya 100 kg beras mencapai Rp 19.000. Penjualan eceran tidak dilakukan kiloan melainkan dengan kaleng mentega ukuran sedang. Harga per kaleng Rp 3.000. Sedang sayuran selalu dijual dengan harga dasar Rp 100, tidak bisa ditawar lagi. Tomat 3 biji seratus, kelapa 2 butir seratus, jagung 4 buah seratus. Maka sulitlah bagi Bentu, 29 tahun, sopir Dinas Pertanian Propinsi Timor Timur buat menghidupi 4 anaknya. Untung, meskipun gajinya cuma Rp 22.000 ia masih menerima beras 50 kg cuma-cuma. Meskipun harga-harga umumnya naik, tapi menurut Bentu keadaan sekarang lebih baik. "Dulu jalan-jalan di Dili belum diaspal dan rumah-rumah belum banyak. Sekarang setelah integrasi di tiap kabupaten jalan-jalan kotanya sudah diaspal. Dulu di Dili radio saja tidak ada. Sekarang malah ada televisi," kata Bentu. Tapi dengan gaji yang pas-pasan, ia baru dapat membeli pakaian setelah menabung 6 bulan. Upaya meningkatkan taraf hidup tentu saja ada. Pemerintah Daerah Timor Timur telah membagi 5 wilayah pembangunan. Yaitu: Kovalima dengan titik berat tanaman pangan dan perkebunan Dili perdagangan Baucau petemakan dan pertanian Los Pal.os juga peternakan dan Oecusse, seperti halnya Kovalima dengan titik berat tanaman pangan dan perkebunan. Ternak Sesudah perang kemerdekaan 3 tahun lalu, usaha pembangunan juga dimulai dengan memulihkan jumlah ternak. Di waktu pergolakan ternak sebagian besar ikut tewas. Di Kovalima kini misalnya, jumlah ternak tinggal 20% saja. Begitu pula di Alieu, "kerbau tinggal 6 ekor saja, "ujar Thojib Hadiwidjaja, bekas Menteri Pertanian yang ditugasi Presiden Soeharto membangun perkebunan cengkeh dan kopi di sana. Di seluruh Timor Timur, sisa ternak itu bahkan tinggal 5-10% lagi. Presiden juga membantu pemulihan jumlah ternak di sana, misalnya untuk Kabupaten Maliana 3.000 ekor sapi. Sampai akhir pekan lalu yang sudah diterima baru 1.540 ekor. Bantuan itu diberikan secara kontrak. Kepada setiap 5 kk diberikan 10 sapi betina dan 2 jantan. Kalau beranak induknya diambil, diberikan kepada yang belum menerima, sementara anaknya menjadi milik si pemelihara pertama. Dari jumlah ternak yang tinggal tersisa sedikit itu, di Dili saja setiap hari penduduk makan 2 ekor sapi. Semakin langkanya ternak sapi itu, sementara sapi di Los Palos terkenal baik dan gemuk, banyak mata mengincar ke kabupaten yang banyak ditumbuhi jenis rumput kesukaan sapi itu. Ketika Portugis masih bercokol di sana, pernah ada ranch di Los Palos seluas 180 ha. Sebuah perusahaan asing dari Korea kabarnya sudah berminat membuka peternakan besar di Los Palos. Begitu pula sebuah perusahaan swasta PT Buana Putera, yang kabarnya mendapat 'jalan terang' dari seorang pejabat di Dili. Bila hal itu terlaksana, maka Timor Timur bakal tak kalah dalam hal perlombaan membuka ranch besar-besaran setelah NTT. Selain membantu pemulihan jumlah ternak,,Presiden Soeharto juga membantu usaha penanaman cengkeh, terutama di Maliana. Dari 1,5 juta benih cengkeh yang disemai, hanya 50% saja yang tumbuh. Hal itu menurut Thojib Hadiwidjaja, karena sulitnya air di rmusim kemarau ini. Juga lantaran para pekerja yang belum faham perihal penanaman cengkeh. "Ini benar-benar tugas berat bagi saya yang mestinya sudah pensiun ini," kata Thojib, "tapi juga satu kehormatan." Thojib yang juga pernah menulis buku "Cengkeh, Data dan Petunjuk ke Arah Swasembada" itu tampaknya benar-benar mempertaruhkan namanya dalam hal penanaman cengkeh di Timor Timur. Jenis tanaman seperti itu memang manja dan membutuhkan pemeliharaan yang teliti, padahal tanah di Maliana hanya beberapa lokal saja yang baik untuk tanaman ini. Itulah sebabnya kalangan staf Thojib punya saran agar penanaman cengkeh diusahakan dengan cara perkebunan, bukan menganjurkan penduduk menanam dengan pembagian benih secara cuma-cuma. Perkebunan itu juga disarankan agar dikaitkan dengan usaha pemukiman penduduk, tidak menyebar seperti sekarang. Dengan kata lain, penanaman cengkeh hendaknya mirip perkebunan kopi di Timor Timur yang telah lama ada sejak zaman Portugis. Tapi menurut Gubernur Maria Goncalves, tanah di Kovalima sebenarnya lebih baik buat tanaman kopi atau cengkeh ketimbang di Maliana. Tanah di Kovalima hampir seluruhnya merupakan dataran, sementara di musim kemarau beberapa sungai masih mengalirkan air. Lagi pula penduduk Maliana sudah beruntung bisa menanam padi karena tanahnya memang baik untuk itu. "Itulah sebabnya banyak penduduk kabupaten lain merasa heran mengapa Maliana masih perlu dibantu dengan tanaman cengkeh," kata gubernur. Barangkali mendengar keluhan rakyat seperti itulah, Presiden juga menugaskan Thojib menyebarkan bibit kopi 1 juta pohon untuk semua kabupaten. Sejak dulu kopi merupakan hasil utama Timor Timur. "Dulu sampai bisa mengekspor kopi 6.000 ton setahun," kata Gubernur Goncalves yang punya kebun kopi 300 ha. Tapi setelah jadi gubernur, ia tak sempat mengurusnya lagi. Bagi Indonesia, kopi merupakan ekspor ketiga di luar minyak setelah kayu dan karet. Kopi di Timor Timur, menurut Goncalves juga ada yang merupakan hasil silangan (hybrida) yang unggul, tahan hama dan bisa tumbuh di tanah rendah atau tinggi. Akibat perang kemerdekaan yang lalu, banyak kebun kopi tak terurus, termasuk di Ermera yang dikenal sebagai penghasil kopi utama. Masalah Harga Tapi sekarang rakyat menghadapi masalah harga. Pemda Propinsi Timor Timur memonopoli pembelian kopi cuma seharga Rp 250/kg. Ini sangat berat terutama dibanding harga bahan pangan yang lebih tinggi. "Seharusnya Rp 650 per kg," kata Fransisco Dos Santos Ribeiro, Bupati Liquica. Tapi ada yang bilang, sisa harga kopi itu akan diberikan dalam bentuk rehabilitasi pembangunan. Menurut ir. Azis Hasjim, pendamping Kepala Dinas Pertanian Propinsi Timor Timur, sebagian besar rakyat bukanlah pemilik kebun kopi. Ini mungkin akibat perang kemerdekaan yang lalu, yang belum jelas benar siapa yang memiliki kebun-kebun kopi itu. Jadi yang memetik kopi sekarang inil bukanlah si pemilik. Lalu ada yang menganggap, harga Rp 250/kg itu sebagai upah petik saja. Yang mengherankan, pelaksanaan pembelian dan pemasaran kopi di sana dimonopoli oleh PT Denok Hernandez International yang swasta. Kalau monopoli itu diteruskan, menurut Joao Martins, Sekretaris DPRD tk. I Timor Timur, "akan bikin susah rakyat dan kelak bisa menyulitkan pemerintah sendiri." Jalan keluarnya, menurut Martins, pemda harus segera meninjau hak monopoli itu. Harian Merdeka akhir Agustus lalu mengungkapkan sinyalemen anggota F-KP, Sugiarso, bahwa PT Denok Hernandez International telah menyalahgunakan legalitas Laksusda Nusatenggara No. T/36-5/Kamda/V/1979 untuk membeli kopi di Timor Timur dengan harga terlalu rendah. Padahal harga rata-rata di Manggarai, NTT, bisa mencapai Rp 950/kg. Untunglah, akhir pekan lalu sebuah sumber menyebutkan bahwa pihak Laksusda di sana sudah minta agar soal monopoli itu diselesaikan sebaik-baiknya, "agar tidak menimbulkan keresahan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus