Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Akademi Sains Kerajaan Swedia memutuskan memberikan Hadiah Nobel Fisika 2021 untuk sejumlah kontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang sistem fisik yang kompleks. Akademi merujuk kepada fisika dari iklim dan fenomena kompleks lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebanyak tiga ilmuwan berbagi Hadiah Nobel Fisika tahun ini untuk sejumlah studi yang mereka lakukan tentang fenomena-fenomena chaos dan kelihatannya acak,” bunyi pengumuman di website NOBEL PRIZE yang dirilis, Selasa 5 Oktober 2021, waktu setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga ilmuwan itu adalah Syukuro Manabe dari Princeton University, Amerika Serikat, dan Klaus Hasselmann dari Max Planck Insitute for Meteorology, Hamburg, Jerman. Keduanya disebut telah meletakkan dasar untuk pemahaman kita terhadap iklim di Bumi dan bagaimana manusia bisa mempengaruhinya.
Keduanya akan berbagi separuh pertama dari Hadiah Nobel senilai 10 juta Kronor atau setara Rp 16,2 miliar. Sedang separuh yang kedua diberikan kepada Giorgio Parisi dari Sapienza University of Rome, Italia. Parisi dianggap berhak atas hadiah tersebut untuk kontribusi revolusionernya untuk teori tak beraturan dan proses acak.
Akademi Sains Kerajaan Swedia memuji peran studi dan temuan dari dua ilmuwan yang pertama, “Untuk pemodelan fisik iklim Bumi, meng-kuantifikasi variabilitas dan memprediksi pemanasan global dengan cara yang bisa diandalkan.” Sedang terhadap Parisi, panitia yang sama mengatakan jasanya, “Untuk penemuan interaksi dari fluktuasi dan ketidakberaturan dalam sistem-sistem fisik, mulai dari skala atom sampai planet.”
Sistem yang kompleks dicirikan oleh tingkat acak dan ketidak-beraturan dan sulit dipahami. Hadiah Nobel Fisika tahun ini memberi pengakuan metode-metode baru untuk melukiskan sistem tersebut dan memprediksi perilakunya dalam jangka Panjang.
Satu sistem kompleks yang sangat vital untuk umat manusia adalah iklim Bumi. Manabe, kini berusia 90 tahun, dinilai telah mendemonstrasikan bagaimana kadar karbondioksida yang meningkat di atmosfer membimbing kepada meningkatnya suhu di permukaan Bumi.
Pada 1960-an, dia memimpin pengembangan model-model fisika dari iklim Bumi dan orang pertama yang mengeksplorasi interaksi antara keseimbangan radiasi dan transportasi vertikal massa udara. Risetnya itu meletakkan landasan untuk pengembangan pemodelan-pemodelan iklim saat ini.
Sekitar sepuluh tahun kemudian, Hasselmann menciptakan sebuah model yang saling menghubungkan antara cuaca dan iklim. Dia menjawab pertanyaan kenapa model-model iklim bisa dipercaya meski cuaca memiliki pola yang berubah-ubah dan chaos. Pria yang juga akan genap berusia 90 tahun pada 25 Oktober nanti tersebut mengembangkan motode yang saat ini digunakan untuk membuktikan bahwa meningkatnya suhu di atmosfer adalah karena emisi karbondioksida oleh manusia.
Pada sekitar 1980, Parisi menemukan pola tersembunyi dalam material kompleks tak beraturan. Penemuan dari ilmuwan yang sekarang berusia 73 tahun ini adalah termasuk di antara kontribusi paling penting terhadap teori sistem kompleks.
Teori ini memungkinkan kita memahami dan melukiskan banyak fenomena dan material yang berbeda dan kelihatannya sepenuhnya acak. Tidak hanya dalam fisika tapi juga di bidang lain yang sangat berbeda, seperti matematika, biologi, ilmu saraf dan machine learning.
“Peraih Nobel Fisika tahun ini seluruhnya telah berkontribusi untuk kita bisa lebih dalam memahami sifat dan evolusi dari sistem fisik yang kompleks,” kata Thors Hans Hansson, Ketua Komite Nobel Fisika.
NOBEL PRIZE