Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Pembangkit Listrik Anti-Demonstrasi

Inilah alternatif lain selain memprotes kenaikan tarif listrik: menjajal listrik tenaga surya buatan UGM.

19 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MBAH MO kini bisa tersenyum lebar. Listrik di warung pedagang bakmi di salah satu pojok Bantul, Yogyakarta, ini tak pernah mati lagi. Biarpun setrum dari PLN masih suka ngadat, kadang hidup kadang mati, lampu yang menerangi warungnya menyala terus-menerus setiap malam. Apa rahasianya? Mbah Mo punya panel sel surya. Dari panel tersebut, ia memperoleh listrik yang kemudian disim-pannya ke dalam aki cadangan. Bila aliran listrik dari PLN mendadak padam, lelaki tua ini langsung bisa menghidupkan lampu memakai tenaga dari aki. Mbah Mo hanya satu dari belasan warga Yogyakarta yang baru saja memperoleh kesempatan mendapat energi listrik tenaga matahari yang dikembangkan oleh Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE-UGM). Proyek listrik tenaga matahari dimulai November 2002. Ada beberapa gedung yang menjadi tempat uji coba, di antaranya masjid UGM (48 panel), Fakultas Teknik Fisika UGM (50 panel), beberapa rumah warga Yogyakarta yang terpilih (13 panel), dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Yogyakarta (1 panel). Di Fakultas Teknik Fisika UGM, 50 panel itu dipasang di atas atap gedung berlantai dua. Untuk menampung energi surya yang sudah diubah menjadi energi listrik sebesar 10.000 watt/jam, digunakan 26 aki besar yang diletakkan di sebuah ruangan di belakang gedung. "Energi surya ini dimanfaatkan mencukupi kebutuhan listrik di ruang kuliah, misalnya untuk komputer," kata Rita Kristiyani, Staf Humas PSE-UGM. PSE-UGM mengerjakan proyek listrik tenaga matahari karena beberapa alasan. Menurut Haryono, salah satu staf di lembaga tersebut, ia mendengar ada rencana pemadaman listrik secara bergilir tahun ini di Yogyakarta, yakni dua kali sehari. Kondisi tersebut, katanya, sudah dialami 30 daerah lain di luar Jawa sejak setahun lalu. "Karena itu, pengembangan listrik surya ini sudah waktunya dilakukan," ujarnya. Secara teknis, sistem sel surya buatan UGM sama dengan sistem bikinan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ataupun lembaga lain. Kalaupun ada perbedaan, hanya di aspek kapasitas. Buatan UGM mampu memasok listrik minimum 200 watt/jam sampai tak terbatas. Kampus UGM memilih teknologi sistem sel tenaga surya karena lebih ramah lingkungan. Proses produksinya tak menghasilkan gas karbon dioksida. Sebagai perbandingan, listrik dengan bahan bakar lain hampir semua menghasilkan emisi gas karbon. Contohnya? Pada setiap kilowatt per jam (kWh) listrik dengan bahan bakar batu bara, dihasilkan gas karbon 0,88 kilogram. Solar yang dipakai untuk pembangkit listrik tenaga diesel sama saja. Bahan bakar ini menghasilkan asam arang sebesar 0,6 kilogram per kWh. Bahan bakar minyak lainnya dan gas juga mengeluarkan emisi gas karbon. PLN termasuk yang kurang peduli pada lingkungan. Selama ini hanya 13 persen dari listrik produksi PLN yang dihasilkan dari pembangkit tenaga air. Sisanya diproduksi antara lain dengan menggunakan bahan bakar minyak dan gas (26 persen), dan batu bara (32 persen) Sel listrik tenaga surya pada dasarnya adalah sebuah sistem pembangkit listrik yang berasal dari cahaya matahari. Seperti diketahui, matahari memiliki diameter 865.400 mil dan menghasilkan radiasi energi dengan laju 3,8 X 10 pangkat 24 MW. Berdasarkan teori fisika nuklir, laju radiasi energi matahari diramalkan akan berlangsung tetap selama beberapa miliar tahun lagi dengan intensitas rata-rata sampai ke bumi 1.000 watt per meter persegi. Bila 25 persen daya energi matahari diubah menjadi listrik, bisa diperoleh energi listrik maksimum 250 watt per meter persegi. Bagaimana cara mengubah sinar matahari menjadi listrik? Dengan menggunakan silikon tipis, energi surya dapat dibuat menjadi sumber arus searah. Silikon bisa diperoleh melalui proses pemanasan pada tekanan tertentu sehingga berubah menjadi pengantar. Setelah itu, silikon dipotong-potong menjadi kristal setebal 0,3 mm sehingga akan terbentuk sel silikon tipis yang disebut sel fotovoltaik. Inilah yang menjadi komponen penting pada pembangkit listrik tenaga matahari. Sel fotovoltaik tersebut disusun secara seri dan paralel pada panel-panel sehingga mampu menyerap cahaya ultraviolet matahari di siang hari. Peralatan ini juga secara otomatis mampu mengubah cahaya yang diserapnya menjadi tenaga listrik dan menyimpannya di dalam aki. Teknologi sel surya (solar cell) sesungguhnya bukanlah hal baru. Di Swiss, contohnya, matahari sudah dimanfaatkan sebagai energi alternatif sejak beberapa tahun lalu. Negara ini membangun instalasi sel surya di punggung Pegunungan Alpen, tepatnya di Gunung Soleil. Instalasi terbesar di Eropa ini didirikan dengan biaya investasi hampir Rp 56 miliar. Soleil merupakan salah satu wilayah ideal di Swiss sebagai lokasi pembangkit listrik energi surya karena intensitas cahaya mataharinya tertinggi selama musim dingin. Kini, lokasi ini juga dikembangkan sebagai obyek wisata lintas alam yang setiap tahunnya dikunjungi puluhan ribu wisatawan. Pembangkit listrik tenaga surya di Soleil terdiri dari panel-panel seluas 4.506 meter persegi yang tersusun rapi di padang rumput seluas 20 ribu meter persegi. Panel ini disusun dalam 110 modul, masing-masing seluas 8 X 12 panel. Instalasi ini setiap tahunnya menghasilkan energi listrik sekitar 630 ribu kWh. Seandainya kebutuhan setiap rumah di negara itu sekitar 2.000 kWh, berarti instalasi itu hanya bisa mencukupi kebutuhan listrik 315 rumah. Ini tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan. Saat ini instalasi sel surya Gunung Soleil hanya dipakai sebagai pusat uji fotovoltaik internasional. Karena kapasitasnya lebih kecil, biaya pemasangan pembangkit listrik tenaga surya buatan UGM bisa ditekan. Satu panel hanya memakan ongkos Rp 3,8 juta. Biaya operasinya pun cukup murah karena pelanggan tidak perlu membayar rekening listrik lagi. "Cukup dengan Rp 18 ribu per tahun untuk membeli air aki," ujar Rita. Bila ada kerusakan, tim UGM siap membantu. "Selain menyediakan komponen pengganti, kami juga menyiapkan program pelatihan dan teknisi, sehingga setiap orang mampu merawat alat-alatnya," kata Haryono. Sejumlah konsumen mengaku puas pada kinerja sel surya UGM. Imam Barnadib, seorang dosen, mengaku panel surya miliknya tak pernah rewel sejak dipasang tiga bulan lalu. "Perawatannya pun sangat mudah, kita cuma perlu menjaga kebersihan alat yang terpasang agar tidak berdebu," katanya. Ia menambahkan, meski akhir-akhir ini matahari sering bersembunyi karena musim hujan sudah mulai datang, listrik surya di kamarnya lancar bekerja. Sukses awal listrik tenaga matahari rupanya membuat Bupati Bantul, Idham Samawi, tergoda mencobanya. Ia sudah melakukan survei daerah yang akan dipasangi listrik surya. "Anggarannya sudah ada. Tahap pertama, kami akan memasang 10 panel," tuturnya. Menurut Idham, semula ada tiga pilihan energi alam seperti surya, angin, dan minihidro sebagai alternatif setrum dari PLN. Setelah diseleksi, ternyata sumber alam yang paling murah memang matahari. Panel-panel surya itu akan segera dipasang di daerah pelosok, yaitu Desa Selopamioro, Imogiri. Maklum, desa di lereng pegunungan yang berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul ini memang sulit dijangkau jaringan listrik karena lokasinya yang terpencil. Tentu, pemasangan listrik tenaga matahari itu tidak gratis. Masyarakat tetap harus membayar kendati boleh secara mengangsur setiap bulan. Uang angsuran akan digunakan untuk ongkos pemeliharaan. Sisanya, dikembalikan ke masyarakat lain yang membutuhkan. Langkah Bantul sebentar lagi bakal diikuti oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat. PSE-UGM telah bersiap memasang puluhan panel surya di sana. Kelak, bukan tidak mungkin listrik tenaga surya akan menjadi alternatif yang menarik. Bukan cuma untuk membebaskan diri dari rasa jengkel karena listrik PLN yang kerap mati. Orang pun tak perlu berdemonstrasi saat tarif listrik dinaikkan lagi. Wicaksono, L.N. Idayanie (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus