Geger skandal suap Manulife tampaknya akan berakhir menggantung begitu saja. Seperti kasus suap lainnya, meski orang umumnya bisa membaui adanya kejahatan, bukti lebih sulit ditemukan. Sebaliknya, bagi orang yang dituding, ini sama tidak enaknya. Mereka pun sulit membersihkan nama jika benar tidak menerima suap.
Awal pekan lalu, Komisaris Besar Didi Rochyadi, juru bicara Markas Besar Kepolisian, menyatakan berencana menghentikan penyidikan terhadap tiga hakim yang diduga menerima suap dalam kasus PT Asuransi Jiwa Manulife. Alasannya, belum ditemukan cukup bukti untuk meneruskan kasus ini.
Gonjang-ganjing Manulife terjadi pertengahan tahun lalu. Kala itu Hakim Hasan Basri, C.H. Kristi Purnamiwulan, dan Tjahyono memutus pailit Manulife dalam sebuah persidangan niaga. Ketiga hakim memenangkan PT Dharmala Sakti Sejahtera sebagai pihak penggugat. Manulife, yang beraset Rp 3 triliun, dinilai bersalah tidak membayar dividen kepada Dharmala.
Vonis para hakim ini menimbulkan kontroversi luas. Karyawan Manulife berdemo memprotesnya. Pemerintah Kanada, dalam rangka membela perusahan asal negeri itu yang menguasai mayoritas saham di Manulife, juga memprotesnya. Ujungnya, Mahkamah Agung membatalkan keputusan pailit tersebut.
Para pendukung Manulife menduga para hakim itu disuap. Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman segera bergerak memeriksa mereka bertiga. "Sejauh dalam pemeriksaan inspektorat jenderal, ada perbuatan tercela dan dugaan terjadinya penyuapan," kata Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra kala itu. Presiden Megawati Soekarnoputri mengukuhkannya dengan sebuah keputusan memberhentikan sementara ketiga hakim itu. Hasil pemeriksaan inspektorat jenderal itu sendiri lalu diserahkan kepada polisi.
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara juga memeriksa harta kekayaan para hakim itu. Komisi mengaku menemukan beberapa keganjilan dalam harta para hakim, khususnya Hasan Basri dan Kristi. Majelis Kehormatan Hakim turut pula dibentuk untuk memeriksa.
Namun, menurut Didi Rochyadi, penyidikan polisi tidak berhasil menemukan fakta adanya tindak pidana penyuapan. Polisi juga mengatakan tidak menemukan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening para hakim dan keluarganya, baik di bank dalam negeri maupun luar negeri.
Hasil penyidikan polisi itu memperkuat kesimpulan pemeriksaan Majelis Kehormatan Hakim yang menyatakan mereka bertiga tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Menteri Kehakiman Yusril pasrah dengan temuan polisi ataupun Majelis Kehormatan. "Kalau pihak-pihak lain mengatakan memang tidak ada bukti suap, ya, kami pun tidak punya pilihan lain kecuali mengusulkan agar Presiden mencabut keputusan tentang penghentian sementara mereka," kata Yusril.
Tapi, Komisi Pemeriksa tidak puas dengan hasil kerja polisi. "Ini keputusan yang tergesa-gesa!" kata Petrus Selestinus, anggota komisi yudikatif komisi itu. Polisi, menurut Petrus, seharusnya menggali sebanyak mungkin informasi dari masyarakat. Soalnya, komisi itu sendiri sempat menemukan keganjilan dalam kekayaan para hakim. Ada sejumlah kekayaan yang tidak dilaporkan, dan asal-usulnya pun tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Salah satu contoh adalah rumah Hakim Kristi di Kalibata Tengah, Jakarta. Kristi mengatakan rumah itu dibangunnya sendiri di atas lahan kosong, tapi Komisi menemukan bukti Kristi membeli rumah mewah itu dalam keadaan sudah jadi.
Hasan Basri, yang membeli rumah di kawasan Tebet, punya pengeluaran setahun sampai Rp 1 miliar. "Kekayaan mereka tidak sebanding dengan gaji yang diterima," kata Petrus.
Hakim Hasan, menurut Petrus, bahkan sudah mengaku kepada petugas pemeriksa kekayaan bahwa 10 persen hartanya berasal dari pemberian para pencari keadilan. "Ini bisa menjadi bukti kuat untuk perkara korupsi," ujar Petrus. Meski begitu, Petrus mengakui pemeriksaan komisinya tidak difokuskan hanya pada kasus Manulife?artinya, belum jelas benar, misalnya, apakah Hasan dan Kristi membeli rumah setelah persidangan Manulife.
Para hakim Manulife merasa senang dengan kabar penghentian penyidikan polisi. "Saya hanya bisa bersujud syukur," kata Kristi di ruang kerjanya akhir pekan lalu, "Sejak awal, saya yakin kebenaran pada akhirnya pasti terungkap." Kristi menuturkan, dirinya tidak pernah menyembunyikan apa pun ketika diperiksa polisi dan Majelis Kehormatan Hakim. "Polisi memeriksa semuanya. Bahkan rekening keluarga pun dibuka."
Tapi Kristi tetap berhati-hati menyikapi kabar terbaru ini. Soalnya, dia belum menerima pemberitahuan resmi dari polisi. Didi pun, ketika ditanya lebih lanjut, belum memastikan kapan surat perintah penghentian penyidikan akan dikeluarkan. "Kita masih menunggu apakah ada bukti lain yang ternyata bisa mendukung penyidikan," ujar Didi.
Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, mengingatkan, walau hasil Majelis Kehormatan Hakim mengatakan ketiga hakim itu bersih, tidaklah serta-merta kepolisian bisa menutup kasus itu. "Kepolisian kan punya mekanisme penyidikan sendiri," katanya kepada Sri Wahyuni dari Tempo News Room.
Komisi Pemeriksa Kekayaan sendiri sudah mengambil ancang-ancang untuk memberikan data temuannya kepada polisi bila polisi akhirnya benar-benar menghentikan penyidikan.
Perang tampaknya belum berakhir.
Ardi Bramantyo, Wahyu Mulyono, Wahyu Dhyatmika (TNR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini