Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Gempa tektonik bermagnitudo 5,3 yang bersumber di daratan wilayah Kabupaten Solok Selatan, Kamis, 28 Februari 2019 menjadi peringatan bahaya gempa besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan riwayat gempa masa lalu, di wilayah itu pernah diguncang gempa darat bermagnitudo skala 7. “Dalam catatan sejarah pernah terjadi dua kali gempa dahsyat,” kata Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Jumat, 1 Maret 2019.
Pada Kamis pagi, 28 Februari 2019, pukul 06.27.05 WIB, wilayah Kabupaten Solok Selatan diguncang gempa tektonik bermagnitudo 5,3. Pusat sumber gempa (episenter) terletak pada koordinat 1,4 LS dan 101,53 BT.
Lokasi sumber gempa itu di darat pada jarak 36 kilometer arah timur laut Kota Padang Aro, Kabupaten Solok Selatan, Propinsi Sumatera Barat. Berkedalaman 10 kilometer, Gempa Solok Selatan ini tergolong jenis gempa tektonik kerak dangkal.
“Pemicu gempanya adalah aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan dan belum diketahui namanya,” ujar Daryono lewat keterangan tertulis.
Pemicu gempa ini diduga berasal dari percabangan dari Sesar Besar Sumatera. Lokasi episenter gempanya berjarak 49 kilometer di sebelah timur jalur Sesar Besar Sumatra tepatnya dari segmen Suliti.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike-slip). Berdasarkan peta geologi kata Daryono, terlihat adanya pola kelurusan yang berarah baratlaut-tenggara.
Mengacu orientasi ini ujarnya, bisa dikatakan mekanisme gempa Solok Selatan ini berupa sesar geser dengan arah pergeseran menganan (dextral-strike slip fault).
Dampak gempa ini guncangannya dirasakan di Solok Selatan mencapai skala intensitas V-VI MMI, Kota Padang III-IV MMI, Painan dan Padang Panjang II-III MMI, Payakumbuh Limapuluh Kota II MMI, Kepahyang I MMI.
Skala itu menandakan guncangan gempa yang hanya terasa beberapa orang (skala I) hingga menimbulkan kerusakan ringan bagian non-struktur bangunan seperti retak rambut pada dinding, genteng bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan.
Berdasarkan laporan BPBD Kabupaten Solok Selatan, lebih dari 343 bangunan rumah rusak dan sedikitnya 48 orang terluka akibat gempa ini.
Catatan sejarah gempa besar di Segmen Suliti kata Daryono terhitung sedikit. Namun pada bagian selatan Segmen Suliti yang berdekatan dengan Segmen Siulak pernah terjadi dua kali gempa dahsyat. “Yaitu Gempa Kerinci 1909 bermagnitudo 7,6 dan pada 1995 dengan magnitude 7,0,” ujarnya.
Peristiwa gempa dahsyat di perbatasan Sumatera Barat, Bangkulu, dan Jambi yang merusak terjadi pada 4 Juni 1909. Pemicu gempanya aktivitas Sesar Besar Sumatera. “Gempa ini menjadi gempa darat paling kuat yang mengawali abad ke-20 di Hindia-Belanda,” kata Daryono.
Peristiwa gempa dahsyat ini banyak ditulis dan diberitakan dalam berbagai surat kabar Pemerintah Hindia Belanda saat itu. Jumlah korban jiwa dilaporkan lebih dari 230 orang, korban luka ringan dan berat dilaporkan juga sangat banyak.
Sejarah gempa dahsyat yang melanda Kerinci terulang pada 7 Oktober 1995 berkekuatan M=7,0. Kerusakan parah terjadi di daerah Sungaipenuh, Kabupaten Kerinci. Gempa ini menyebabkan 84 orang meninggal, 558 orang luka berat dan 1.310 orang luka ringan.
Selain itu 7.137 rumah, sarana transportasi, sarana irigasi, tempat ibadah, pasar dan pertokoan mengalami kerusakan.
Gempa Solok Selatan ini kata Daryono menjadi peringatan bagi masyarakat untuk mewaspadai gempa darat dari aktivitas Sesar Besar Sumatera.
“Efeknya dapat sangat merusak karena karakteristik gempanya yang berkedalaman dangkal dan jalur sesar yang berdekatan dengan permukiman penduduk.” Baca: Gempa Magnitudo 5,6 di Solok Selatan