Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Peneliti Astronomi: Awal Ramadan Nanti Seragam tapi Tidak untuk Idul Fitri

Peneliti astronomi sarankan pembentukan otoritas tunggal biar perbedaan awal Ramadan dan Idul Fitri tak berulang.

17 Maret 2023 | 12.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Santri saat memantau hilal menggunakan teleskop di Masjid Al-Musyari'in, Jakarta Barat, Jumat, 1 April 2022. Kemungkinan besar awal puasa Ramadan akan jatuh pada Ahad, 3 April 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, mengungkap kemungkinan terjadinya awal Ramadan yang seragam pada tahun ini. Namun, tidak untuk Hari Raya Idul Fitri nanti. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Thomas menerangkan bahwa saat magrib 22 Maret 2023 posisi Bulan di Indonesia sudah memenuhi kriteria baru penentuan hilal yang berdasarkan kesepakatan bersama Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Kriteria itu adalah tinggi minimal posisi Bulan saat Matahari terbenam sebesar 3 derajat dan sudut elongasi atau posisi Bulan dari Matahari sebesar 6,4 derajat (3-6,4).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pada saat yang bersamaan juga sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal bahwa 1 Ramadan 1444 pada 23 Maret 2023 sehingga dua kriteria tersebut menjadi seragam," tutur Thomas di Gedung BJ Habibie, Jakarta, 16 Maret 2023.

Di sisi lain, Thomas menyebut adanya potensi perbedaan untuk awal Idul Fitri 1444 H. Sebabnya, posisi Bulan saat matahari terbenam pada 20 April 2023 kemungkinan belum memenuhi kriteria MABIMS. Namun di sisi lain, sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal.

"Jadi, ada potensi perbedaan, yaitu versi 3-6,4 mensyaratkan 1 Syawal 1444 H pada 22 April 2023, sedangkan versi Wujudul Hilal telah menetapkan 1 Syawal 1444 H pada 21 April 2023," ujarnya

Ketidakseragaman penentuan awal Ramadan ataupun Idul Fitri bukan sekali ini terjadi, dan diyakini akan terus berulang. Sebabnya, menurut Thomas, belum disepakatinya kriteria awal Bulan Hijriah. Dan, prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriah, dia menambahkan, harus ada otoritas tunggal.

"Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama," katanya.

Mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) itu menyarankan, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan terlebih dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. 

Untuk kebutuhan kesepakatan bersama dalam penentuan kriteria itu nanti, Thomas berpendapat, ilmu astronomi hadir untuk memberikan kemudahan. Dijelaskannya, kriteria hilal yang diadopsi harus berdasarkan kepada hukum agama tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih.

"Kriteria juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama, termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS)."

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus