Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kecerdasan Buatan untuk Listrik di Pedalaman

Ketersediaan listrik menjadi salah satu kendala besar bagi fasilitas kesehatan. Peneliti dari ITS Surabaya mengembangkan kecerdasan buatan untuk puskesmas di daerah terpencil.

24 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas Puskesmas di Antapani, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia menempati peringkat ke-107 dari 185 negara. Artinya, Indonesia terbelakang dalam pembangunan kualitas hidup yang layak. Untuk meningkatkan peringkatnya, Indonesia harus mampu memberikan fasilitas kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada kenyataannya, fasilitas kesehatan di Indonesia mengalami keterbatasan akses. Misalnya, sebagai negara dengan 17.508 pulau, Indonesia hanya memiliki 10.205 unit pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan hanya 4.119 yang menyediakan fasilitas rawat inap. Belum lagi puskesmas yang terletak di daerah terpencil yang sulit dicapai. Hal ini menjadi masalah karena banyak masyarakat yang pada akhirnya kesulitan mengakses layanan kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akses tidak hanya soal keterbatasan jarak atau kondisi geografis yang rumit. Ketersediaan sumber energi listrik juga menjadi sebuah komponen penting. Pasalnya, pasokan energi listrik di fasilitas kesehatan di daerah terpencil masih terbatas dan ketersediaannya menjadi masalah serius. Kondisi ini menjadikan pelayanan kesehatan tak dapat dilakukan secara optimal.

Untuk mendorong peningkatan layanan kesehatan, mengembangkan kecerdasan buatan (AI) dinilai akan sangat membantu memenuhi pasokan listrik berbagai unit layanan kesehatan. 360 Info, situs web ilmiah terbuka yang dikelola Monash University, menuliskan serangkaian riset soal AI. Di antaranya oleh trio peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya—Mauridhi Hery Purnomo, Akhmad Musafa, dan Ardyono Priyadi—soal teknologi yang dapat mengatur listrik di puskesmas di daerah terpencil. Mereka tengah mencari cara untuk memanfaatkan sumber energi listrik terbarukan sebagai pemasok listrik dengan menggunakan AI.

Mauridhi Hery Purnomo. its.ac.id

Musafa dkk menilai tenaga surya menjadi potensi sumber energi terbarukan terbesar untuk Indonesia, dengan total potensi energi 200 ribu megawatt. Di samping itu, ada energi, angin, panas bumi, laut, dan biomassa. Berlimpahnya pilihan sumber energi listrik menjadi sebuah permulaan yang baik. Tinggal cara pengolahannya yang perlu dikembangkan.

Peran artificial intelligence akan sangat membantu dari tahap perencanaan, pertimbangan pengambilan keputusan, penerapan, hingga pengoperasian sistem energi terbarukan untuk sistem kelistrikan. Menurut Musafa dkk dalam situs web tersebut, dalam tahap perencanaan, AI memiliki kemampuan memprediksi potensi hasil energi terbarukan di suatu wilayah.

Kecerdasan buatan juga bisa memperkirakan beban energi dan kapasitas penyimpanan energi daerah. Selanjutnya, AI dapat membantu pembuatan keputusan dengan mengumpulkan informasi terkait dengan pilihan seputar manajemen energi, solusi penyimpanan energi terdistribusi, mendeteksi kesalahan, dan mengelola risiko.

Begitu sumber energi alternatif tersedia, Musafa dkk melanjutkan, AI bisa menjadi aset dalam mengelola perhitungan respons permintaan, analisis stabilitas, kontrol kualitas daya, kontrol koordinasi pembangkitan, dan penentuan ukuran serta lokasi sistem penyimpanan energi. Hasilnya, tidak ada daya yang terbuang dan semua terdistribusi sesuai dengan kebutuhan.

AI Energi Terbarukan Tidak Hanya untuk Layanan Kesehatan

Akhmad Musafa mengatakan riset yang mereka lakukan tidak hanya difokuskan pada penerapan AI untuk listrik puskesmas di pedalaman, tapi juga elektrifikasi secara lebih luas di gedung atau rumah. Mahasiswa program doktor di Departemen Teknik Elektro ini menyebutkan Indonesia kaya akan potensi energi terbarukan. “Terlebih jika potensi energi ini dapat dimanfaatkan untuk daerah yang pasokan listriknya masih terbatas, seperti di wilayah pedalaman,” kata Musafa kepada Tempo, kemarin.

Dosen teknik elektro di Universitas Budi Luhur, Jakarta, ini mengatakan penelitian yang tengah dia garap bersama dua rekannya dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu masih dalam tahap pengembangan model untuk mendapatkan rancangan sistem yang tepat sehingga layak secara teknis dan ekonomis.

Musafa berharap hasil penelitian penerapan kecerdasan buatan nantinya dapat menjadi solusi dalam perancangan ataupun penerapan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan skala kecil. Khususnya untuk fasilitas kesehatan di daerah pelosok. “Sehingga dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” kata dia.

ANGGI ROPININTA (MAGANG) | 360 INFO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus