Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Perangsang Selera Anak Muda

Pameran electroni 1982 di arena PRJ merangsang mata dan telinga serta membangkitkan selera konsumtif. Banyak remaja terbaik pada bidang komunikatif cb atau krap. (ilt)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK mobil yang pekan lalu sempat memasuki arena Pekan Raya Jakarta, mendapat tambahan sticker promosi salah satu produk, entah itu televisi, kipas angin atau perangkat Hi-Fi. Upaya promosi para peserta pameran Electroni '82 di sana memang hebat. Di hampir semua stand para petugas tak hentinya mendemonstrasikan kehebatan dan kemampuan berbagai peralatan. Alat pengisap debu, kotak es mini, mesin cuci, alat perajang dan peremuk bahan makanan, komputer ataupun mesin fotokopi. Yang tak sabar menanti berbagai keterangan itu, cukup minta brosur, daftar harga dan daftar kredit, yang disebarkan setiap stand kepada tangan yang terulurkan. Yang tampak merajai pameran barang elektronika itu tak ayal lagi ialah pesawat televisi berwarna. Tak kurang 9 penyalur menyajikan pesawat televisi berwarna bermacam ukuran dan model. Menumpuk, bersusun, melintang atau tersendiri, tak satu pun di antaranya yang tak menampilkan citra di layarnya. Acara resmi TVRI, maupun film video, semua dalam tatawarna yang indah cemerlang. Tak satu pun pesawat tv hitam putih tampak di antaranya. Semua penampilan itu tentu saja amat merangsang mata dan telinga. Di atas bentangan karpet di muka tumpuk an pesawat televisi sejumlah bocah kecil tekun mengikuti petualangan Tom dan Jerry. Di tempat lain puluhan remaja terpukau kedahsyatan pendekar silat dari Taiwan atau pahlawan marinir Amerika Serikat yang menaklukkan tentara Jepang yang kerdil. Sementara para oom leluasa menyaksikan grup disko dari Jerman Barat lengkap dengan cewek yang menggiurkan dan tante terhibur oleh film pernikahan Charles yang menggiring Di yang tersenyum menawan. Stand Sony yang menyajikan film perkawinan Charles itu juga punya hiburan lain. Sebuah layar videoscreel/berukuran diagonal 6 feet (180 cm) memantulkan sorotan citra yang terdapat di layar televisi biasa. Yang menarik tanpa sadar penonton yang menyaksikan citra di layar itu tiba-tiba menemukan gambar dirinya atau anaknya. Ternyata seorang petugas tanpa hentinya mengarahkan kamera sistem CCTV (Closed Circuit Television) kepada suasana pameran, mengutamakan cewek cakep tentunya. Di tengah hiruk-pikuk pameran itu tampak tak banyak dikunjungi orang, sebuah meja dekat pintu masuk. Di situ diperagakan beberapa jam meja elektronik. Jam ini.erhiaskan gambar masjid dan memang ternyata ia khusus untuk memberitahukan saat salat masuk. Melalui speaker kecil setiap masuk waktu salat, berkumandang azan yang direkam pada kaset. Pada layar kecil tampak waktu dalam bentuk angka (digital), dan. waktu salat bisa diprogram sesuai waktu yang berlaku. Sayangnya lagu azan yang dikumandangkan produksi Jepang itu agak janggal di telinga. Tapi menurut penjualnya, lagu azan itu bisa digantikan dengan yang lebih nyaman di telinga orang Indonesia. Kasetnya serupa dengan kaset lagu biasa hanya jalan pitanya berlainan. Satu stand yang juga tampak sepi menampilkan produksi nasional yang bukan memamerkan alat elektronika, melainkan mebel. lpa kebijaksanaan menghadirkan industri mebel di tengah fair itu tak jelas. Produksi benda listrik dalam negeri juga muncul dalam bentuk aneka ragam lampu hias, gantung maupun berdiri. Yang menarik justru produk seorang wanita asal Argentina. Ia membuat kap lampu yang sangat artistik, menggunakan isain dari bunga dan daun yang dipres. Organ Mini Sudah tentu sebagian terbesar perangkat elektronika diproduksi di dalam -negeri, paling tidak dalam bentuk perakitan. Ini terutama untuk produk seperti televisi. Tak diduga bahwa juga organ Yamaha yang cukup terkenal sudah diproduksi di dalam negeri, bahkan enam model sudah diproduksi, meski sifatnya perakitan. Yamaha juga menampilkan produknya yang terbaru yang masih diimpor. Yaitu perangkat organ mini. Organ mini ini tak kalah kemampuannya dengan organ besar. Perkembangan pengecilan itu, menurut Haryono, ahli teknik Yamaha, dimungkinkan karena digunakan komponen IC (Integrated Circuit), lC ini mencakup satu auu beberapa lingkaran elektronis pada sebidang teramat kecil. Mini organ juga umpil di stand Casio yang menjangkau dunia musik melalui berbagai jenis Casiotone. Tapi bukan itu rupanya yang membuat stand itu penuh sesak. Kebanyakan pengunjung berjejal di muka, tempat peragaan puluhan jenis kalkulator dan jam digital yang beraneka ragam kemampuannya. Keadaan serupa ditemukan di stand Sharp, di mana orang desak-mendesak menyaksikan produk kalkulator yang terbaru. Dan Sharp memanfaatkan betul pameran ini--seperti halnya produsen dan penyalur lainnya--untuk mempromosikan produk mereka yang terbaru. Misalnya Sharp menampilkan kalkulator yang bisa menyimpan dan mencetak kata. Ini diprogram dengan serangkaian tombol mirip mesin IBM. Kalau perlu memo pendek --atau panjang -- bisa ditulis dengan alat ini yang tak lebih besar dari kotak pensil anak sekolah. Kenyamanan lain ditemukan pada sebuah kalkulator kecil yang mampu menjumlah, mengali, membagi dan mengurangi. Tentu saja. Tapi seluruh proses kalkulasi itu tersimpan dan bisa diulangi tahap demi tahap. Ini memungkinkan meninjau kembali proses kalkulasi itu tadi dan mengadakan perubahan atau koreksi jika perlu. Meski kedua stand itu selalu penuh sesak, sebuah stand kecil lebih penuh lagi terutama oleh para remaja. Stand itu diselenggarakan oleh Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), organisasi yang menghimpun para penggemar CB (Citien Band Tranceiver). Alat komunikasi "swasta" ini di Indonesia diberi julukan resmi KRAP (Komunikasi Radio Antar Penduduk). Apa yang menarik banyak orang agaknya penggunaannya dan persyaratannya yang sangat mudah. Beli perangkat KRAP dengan mike-nya, pasang antena, bayar kewajiban pada Telekom dan RAPI, dan boleh langsung mengudara, bergabung dengan ribuan KRAP lainnya di negeri ini, anpa banyak cing-cong seperti ujian atau memahami teknik elektronika. Harganya? Beli dua perangkat masih jauh lebih murah timbang pasang telepon," komentar seorang calon pengemar. "Apalagi tak perlu antre ." Harganya memang relatif murah. Tak sampai Rp 300 ribu dan sudah bisa mengudara. Asal jangan beli perangkat bikinan luar negeri. Bea impor yang dikenakan melipatkan harganya sampai dua kali dan memasukkannya dalam koper tak lagi boleh. Setidaknya tak diberi izin mengudara. Seperti ditandaskan Kol. Harsono, Ketua RAPI, "Setiap pendaftar harus bisa menunjukkan asal usul pera-ngkatnya." Zaman pemutihan perangkat "gelap" itu sudah lampau. Itu sebabnya kini pemerintah merangsang produsen nasional untuk memproduksi perangkat KRAP itu. Dan hasilnya pertama kali diperkenalkan dalam pameran elektronika pekan lalu itu. Dua perusahaan nasional tampil memelopori produksi perangkat KRAP di dalam negeri. PT Dipta Aries Komunika dan PT Rico. "Bukan berarti kami memonopoli produksi itu," ujar Anthoni Huraj, Direktur PT Aries. Bidang produksi itu terbuka bagi setiap pengusaha dalam negeri. "Impor (perangkat KRAP) sebetulnya dilarang," ujar Harsono. Karena itu "RAPI mengadakan kerjasama dengan sektor swasta yang bisa memenuhi kebutuhan RAPI kelak." Mengatasi Kekaburan PT Rico tampil dengan dua model. Ricom MK I dan Ricom MK Il, yang terakhir dengan modulasi SSB (Single Side Band). Ini memberi keuntungan terutama jika jalur frekuensi yang dipakai sedang ramai. Tapi di Indonesia penyediaan jalur cukup banyak, sampai 40 cbannel. "Ini jauh lebih banyak dari pada yang disediakan di banyak negeri lain," ujar Anthoni. Mungkin itu sebabnya produksi pertama PT Aries berupa Super 40, bermodulasi AM-DSB (Double Side land). Model ini lebih ditekankan pada kestabilan frekuensi. Ini dicapai dengan Digital Phase Locked Loop Synthesizer Circuit yang mengontrol ketepatan frekuensi. "Ini penting," ujar Anthoni. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan pemakai KRAP menaikkan power perangkat mereka dengan mengunakan booster. misalnya, untuk mengatasi kekaburan yang terjadi akibat bergesernya frekuensi. "Padahal power untuk perangkar KRAP tak boleh melebihi 4 watt." Beberapa keunggulan lain menandakan Super 40 itu, antara lain terdapat lampu indikator yang memungkinkan mengontrol kekuatan isyarat pemancaran. Yang agaknya penting dalam disain nasional ini ialah ketahanannya rerhadap suhu. Semakin tinggi suhu semakin berkurang kemampuan perangkat KRAP. "Saya pernah mengujinya sampai suhu 45 derajat," tutur Ris,lulusan Sekolah Tinggi Teknik di Jakarta yang turut mendisain Super 40 itu. "Nyatanya tetap baik performance-nya:" Di bagian lain, Trenggono yang membantu promosi perangkat PT Rico mengataian: "Entah karena masih baru, suaranya tetap bersih." Mahasiswa ekonomi ini tertarik pada bidang KRAP karena memungkinkan meluaskan pergaulan. Sejak 1979 ia punya perangkat KRP dengan callsign JZ09CFQ atau Juliet Zulu Kosong Sembilan Charlie Foxtrot Bravo. CQ, CQ, CQ!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus