Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Si unyil di kaset panggabean

Michael panggabean, penanggungjawab irama mas record dituntut produser film si unyil (ppfn) agar menarik semua kaset si unyil dari peredaran dan menuntut ganti rugi sebesar rp 50 juta. (hk)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MICHAEL Panggabean, penanggungjawab perusahaan rekaman kaset Irama Mas Record di Jalan Pluit Selatan (Jakarta Utara), kini sedang repot menghadapi tuntutan PPFN (Pusat Produksi Film Negara). Produser film serial Unyil di TVRI itu menuduhnya berdagang secara curang merekam dan menjual cerita anak-anak dengan tokoh Si Unyil dalam kaset. Sidang masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PPFN, diwakili Pengacara Dharto Wahab, menuntut agar Irama Mas menarik semua kaset Si Unyil dari peredaran dan menuntut ganti rugi Rp 50 juta. Si Unyil, menurut Dharto Wahab, "sepenuhnya milik PPFN--dari dulu sampai sekarang." Lalu hak perekaman Si Unyil dalam kaset diberikan PPFN kepada Onny Suryono, penyanyi, yang bekerjasama dengan Istana Record. Dulu, sebelum Si Unyil populer seperti sekarang, tawaran kerjasama PP FN tak digubris perusahaan rekaman mana pun. "Sekarang," kata Dharto 'Nahab, "mereka yang meminta-minta." Ada sekitar tujuh perusahaan yang merekam cerita dengan nama tokoh Si Ucil atau lainnya yang kedengarannya mirip-mirip Si Unyil. Dalam hal itu PPFN tak bisa berbuat apa-apa. Namun terhadap Irama Mas, yang terang-terangan menyerobot nama Si Unyil, urusannya lain lagi. Irama Mas sendiri agaknya memang nekat. Teater Kucica, yang diminta membuat cerita, sebenarnya sejak pagi-pagi sudah memprotes Irama Mas yang mengganti nama tokoh utama dengan Si Unyil--seperti yang diceritakan Michael Panggabean sendiri. "Tapi protes itu kami jawab," ujar Panggabcan, "Irama Mas bertanggungjawab!" Yang membuat Irama Mas berani, kata Panggabean, "Si Unyil sudah menjadi milik publik--sama halnya dengan Si Kuncung atau Ken Arok." Toh, lanjut Panggabean, cerita yang direkamnya sama sekali lain dengan apa yang disuguhkan PPFN setiap Minggu pagi. Bahwa Si Unyil buatan Irama Mas dilepas ke pasar dengan menebeng popularitas Si Unyil PPFN, tak dibantahnya. "Kami ini berdagang," kata Panggabean, "mana yang menghasilkan keuntungan kami tempuh." Risiko dituntur ke pengadilan sudah masuk hitungannya. Sebab seseorang dari TVRI sudah mengancamnya: merekam Si Unyil berarti "perang" dengan pemerintah. Karena berperang dengan pemerintah, katanya, kekalahan juga sudah mebayangkannya. "Berapa pun putusan hakim akan kami bayar," tantang Panggabean. Yang penting, katanya, selagi ada kesempatan --sebelum ada putusan yang pasti -- "sekarang cari untung sebanyak-banyaknya." Dari Si Unyil, tutur Panggabean, Irama Mas memang cukup banyak mengeduk keuntungan. Volume pertama, katanya dicetak kurang dari 8.000 kaset, memang agak seret. Tapi setelalh volume pertama diperbaiki, Irama Mas dapat menjualnya sekitar 10 ribu kaset dalam waktu singkat. Dan dari keuntungan penjualan tersebut, menurut Panggabean, Irama Mas tak perlu risau mengeluarkan sebagian untuk memenuhi keputusan pengadilan kelak bila ia kalah- Sebab, katanya pula, dari semula ia sebenarnya ingin memperoleh Si Unyil secara baik-baik. Tapi, menurut ceritanya, orang televisi menjawabnya kurang lebih begini: Si Unyil bukan milik pribadi dan bisa dikomersialkan. Jika akhirnya perusahaan rekaman Istana memperoleh izin mengkasetkannya, menurut Dharto Wahab, dimaksudkan untuk dana yayasan karyawan PPFN. Irama Mas juga tak hendak membagi keuntungan Si Unyil kepada pengacara --itu sebabnya mereka menghadapi tuntutan tanpa bantuan penasihat hukum. Soalnya, menurut Panggabean, hasilnya akan sama saja kalah. Pengalaman yang sama (sudah kena membayar pengacara, masih pula harus membayar ganti rugi) pernah dialami Irama Mas ketika berhadapan dengan Berlian Hutauruk, penyanyi, yang menuntut perekaman lagu Badai Pasti Berlalu. Apalagi lawannya kali ini, Dharto Wahab, sudah biasa naik-turun pengadilan mewakili perusahaan rekaman terkenal, Remaco, dalam perkara bajak-membajak lagu. Dalam perkara yang begituan Dharto Wahab--juga pengacara lain selalu menuduh lawannya bersaing dagang sccara curang. Sebab, mengutik-utik soal hak cipta, akan membuat urusall jadi macet saja. Akankah semuanya jadi lurus setelah ada UU Hak Cipta?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus