MICHAEL Panggabean, penanggungjawab perusahaan rekaman kaset
Irama Mas Record di Jalan Pluit Selatan (Jakarta Utara), kini
sedang repot menghadapi tuntutan PPFN (Pusat Produksi Film
Negara). Produser film serial Unyil di TVRI itu menuduhnya
berdagang secara curang merekam dan menjual cerita anak-anak
dengan tokoh Si Unyil dalam kaset.
Sidang masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
PPFN, diwakili Pengacara Dharto Wahab, menuntut agar Irama Mas
menarik semua kaset Si Unyil dari peredaran dan menuntut ganti
rugi Rp 50 juta. Si Unyil, menurut Dharto Wahab, "sepenuhnya
milik PPFN--dari dulu sampai sekarang." Lalu hak perekaman Si
Unyil dalam kaset diberikan PPFN kepada Onny Suryono, penyanyi,
yang bekerjasama dengan Istana Record.
Dulu, sebelum Si Unyil populer seperti sekarang, tawaran
kerjasama PP FN tak digubris perusahaan rekaman mana pun.
"Sekarang," kata Dharto 'Nahab, "mereka yang meminta-minta." Ada
sekitar tujuh perusahaan yang merekam cerita dengan nama tokoh
Si Ucil atau lainnya yang kedengarannya mirip-mirip Si Unyil.
Dalam hal itu PPFN tak bisa berbuat apa-apa. Namun terhadap
Irama Mas, yang terang-terangan menyerobot nama Si Unyil,
urusannya lain lagi.
Irama Mas sendiri agaknya memang nekat. Teater Kucica, yang
diminta membuat cerita, sebenarnya sejak pagi-pagi sudah
memprotes Irama Mas yang mengganti nama tokoh utama dengan Si
Unyil--seperti yang diceritakan Michael Panggabean sendiri.
"Tapi protes itu kami jawab," ujar Panggabcan, "Irama Mas
bertanggungjawab!" Yang membuat Irama Mas berani, kata
Panggabean, "Si Unyil sudah menjadi milik publik--sama halnya
dengan Si Kuncung atau Ken Arok." Toh, lanjut Panggabean, cerita
yang direkamnya sama sekali lain dengan apa yang disuguhkan PPFN
setiap Minggu pagi.
Bahwa Si Unyil buatan Irama Mas dilepas ke pasar dengan menebeng
popularitas Si Unyil PPFN, tak dibantahnya. "Kami ini
berdagang," kata Panggabean, "mana yang menghasilkan keuntungan
kami tempuh." Risiko dituntur ke pengadilan sudah masuk
hitungannya. Sebab seseorang dari TVRI sudah mengancamnya:
merekam Si Unyil berarti "perang" dengan pemerintah.
Karena berperang dengan pemerintah, katanya, kekalahan juga
sudah mebayangkannya. "Berapa pun putusan hakim akan kami
bayar," tantang Panggabean. Yang penting, katanya, selagi ada
kesempatan --sebelum ada putusan yang pasti -- "sekarang cari
untung sebanyak-banyaknya."
Dari Si Unyil, tutur Panggabean, Irama Mas memang cukup banyak
mengeduk keuntungan. Volume pertama, katanya dicetak kurang dari
8.000 kaset, memang agak seret. Tapi setelalh volume pertama
diperbaiki, Irama Mas dapat menjualnya sekitar 10 ribu kaset
dalam waktu singkat.
Dan dari keuntungan penjualan tersebut, menurut Panggabean,
Irama Mas tak perlu risau mengeluarkan sebagian untuk memenuhi
keputusan pengadilan kelak bila ia kalah- Sebab, katanya pula,
dari semula ia sebenarnya ingin memperoleh Si Unyil secara
baik-baik. Tapi, menurut ceritanya, orang televisi menjawabnya
kurang lebih begini: Si Unyil bukan milik pribadi dan bisa
dikomersialkan. Jika akhirnya perusahaan rekaman Istana
memperoleh izin mengkasetkannya, menurut Dharto Wahab,
dimaksudkan untuk dana yayasan karyawan PPFN.
Irama Mas juga tak hendak membagi keuntungan Si Unyil kepada
pengacara --itu sebabnya mereka menghadapi tuntutan tanpa
bantuan penasihat hukum. Soalnya, menurut Panggabean, hasilnya
akan sama saja kalah.
Pengalaman yang sama (sudah kena membayar pengacara, masih pula
harus membayar ganti rugi) pernah dialami Irama Mas ketika
berhadapan dengan Berlian Hutauruk, penyanyi, yang menuntut
perekaman lagu Badai Pasti Berlalu. Apalagi lawannya kali ini,
Dharto Wahab, sudah biasa naik-turun pengadilan mewakili
perusahaan rekaman terkenal, Remaco, dalam perkara
bajak-membajak lagu.
Dalam perkara yang begituan Dharto Wahab--juga pengacara lain
selalu menuduh lawannya bersaing dagang sccara curang. Sebab,
mengutik-utik soal hak cipta, akan membuat urusall jadi macet
saja. Akankah semuanya jadi lurus setelah ada UU Hak Cipta?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini