Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Untuk sekian banyak kasus

Pemerintah telah mengajukan ruu tentang hak cipta ke dpr. di prakarsai pemerintah dan organisasi non pemerintah. di filipina dan jepang sudah terbentuk lembaga yang mengurusi hak cipta. (hk)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENCIPTA lagu Rinto Harahap bercerita. Suatu hari ia menjumpai dan menuntut Victor Wood, penyanyi Filipina, yang menyanyikan banyali lagu ciptaannya. Rinto cuma menuntut keadilan. Karena ketika pencipta Jangan Kau Sakiti Hatinya itu 'ngamen di salah sebuah klub malam di Manila dan membawakan salah sebuah lagu berbahasa Tagalog, honor yang diterimanya dipotong untuk membayar si pencipta lagu. Ternyata, begitu cerita Rinto Harahap, Victor Wood bukannya mau main bajak lagu orang. Tapi sebuah lembaga yang mengurusi hak cipta di Filipina, tidak tahu kepada siapa harus membayar bila penyanyi mereka membawakan lagu-lagu Indonesia.Sama halnya dengan lembaga yang sama di Jepang yang mengumpulkan royalti lagu Bengawan Solo. Menurut Rinto, lembaga hak cipta di Jepang telah mengumpulkan royalti Bengawan Solo, jumlahnya tak sedikit: sekitar Rp 2,5 milyar. Soalnya lembaga hak cipta menarik keuntungan bagi si pencipta yang lagunya tersebut hampir setiap malam dinyanyikan di hampir setiap klub malam. Gesang, pencipta Bengaqan Solo, menurut Rinto, setelah diberitahu tentang "harta karunnya" yang tersimpan di Jepang langsung mengklaim lembaga hak cipta Jepang. Tapi gagal. Sebuah lembaga yang dituntut meminta Gesang membuktikan dirinya sebagai pencipta Bengawan Solo. Hal itu, menurut Rinto, tak dapat dilakukan Gesang tanpa bantuan lembaga yang sama di Indonesia. Ada kemungkinan lembaga hak cipta --atau badan lain yang sejenis--akan terbentuk di sini. Sebab awal bulan lalu pemerintah telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) tentang Hak Cipta ke DPR. Menurut Menteri Kehakiman Ali Said, yang menyampaikan keterangan pemerintah di DPR 23 Januari lalu, penyusunan undang-undang tersebut merupakan prakarsa pemerintah dan organisasi nonpemerintah. Dalam kesempatan itu Ali Said menunjukkan perbedaan antara RUU dengan undang-undang lama. Auteurwet, yang sudah berumur 70 tahun. Perbedaan yang penting tentu saja dengan masuknya macam-macam ciptaan berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi ke dalam undang-undang tersebut. Misalnya karya sinematografi dan fotografi. UU Paten Perbedaan penting lain, menurut Ali Said, undang-undang baru tersebut lebih mengayomi kepentingan individu maupun masyarakat. Meskipun hak cipta merupakan "hak khusus", menurut Menteri Kehakiman, "hak cipta mempunyai fungsi sosial dalam arti ia dapat dibatasi untuk kepentingan umum." Bentuk pembatasannya macam-macam. Misalnya tentang masa berlaku hak cipta. Auteurwet menentukan bahwa hak cipta masih berlaku selama 50 tahun setelah penciptanya mati. Sedangkan RUU menentukan hanya 25 tahun. Bila dianggap perlu, melalui keputusan presiden, negara dapat mengambil-alih hak cipta seseorang, dengan membayar gantirugi. RUU Hak Cipta tersebut merupakan bagian terakhir dari usaha penyusunan yang sudah dimulai sejak 1958. Dalam beberapa hal RUU tersebut tak beranjak dari pokok-pokok pembicaraan para ahli dalam sebuah pertemuan ilmiah di Fak. Hukum Udayana (Denpasar) sekitar 7 tahun yang lalu. Misalnya tentang ketentuan pidana. Sebuah pasal (pasal 45) menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta (yang disebut "kejahatan") "tidak dapat dituntut kecuali atas aduan pemegang hak cipta". Banyak ahli yang berpendapat, sebaiknya kasus pelanggaran hak cipta termasuk delik pidana biasa, yang dapat diperkarakan yang berwajib tanpa menunggu pengaduan si pencipta. Ketua Umum Ikapi (organisasi penerbit), Rachmad M. Adi Subrata, juga berpendapat demikian. Sebab banyak pembajak yang beroperasi jauh dari jangkauan mata penerbit. Tapi sebaai delik pidana biasa pun, menurut Rachmad, pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta memerlukan sesuatu: "Kita harus teriak 'maling!' keras-keras agar didengar telinga penegak hukum." Kalau tak begitu, tentunya, kesibukan penegak hukum tak mudah terganggu oleh kegiatan bajak-membajak. Seorang dosen hukum dagang dari Fak. Hukum UI, T. Mulya Lubis, lebih mengharapkan lahirnya UU Paten. Hal itu dia hubungkan dengan mengalirnya teknologi dan merek dagang ke mari. Bahkan kelahiran UU Hak Cipta dikhawatirkannya akan merupakan "bumerang": menghambat masuknya karya cipta dari luar negeri. Apalagi, katanya, bila kemudian undang-undang tersebut mengaitkan diri dengan konvensi internasional. Namun, menurut Menteri Kehakiman Ali Said, telah cukup banyak hal yang mendorong pemerintah segera mengajukan RUU Hak Cipta ke DPR. Antara lain, katanya, "sering terdapat pelanggaran hak cipta, khususnya terhadap pencipta lagu yang belum mendapat perlindungan hukum." Entah sudah berapa ratus kali terjadi sidang pengadilan mengenai pembajakan lagu. Pembuktian mengenai pelanggaran hak cipta tak mudah dilakukan tanpa Undang-Undang Hak Cipta. Kebanyakan pengacara "bermain" di sekitar pasal persaingan dagang secara curang untuk menyeret si pembajak ke muka hakim. Kasus Si Unyil, salah satu contohnya (libat box).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus