Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Buku Yang Menyinggung Umat ?

Buku PMP untuk SD, SLA yang dikeluarkan oleh Departemen P dan K mendapat kritik a.l: dari Mohammad Natsir, F-PPP. presiden pernah meminta p-7 mempelajarinya. (pdk)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDIDIKAN Moral Pancasila (PMP) dipersoalkan lagi. Mohammad Natsir, 74 tahun, penulis Capita Selecta yang terkenal itu, telah mengritik huku PMP keluaran Dep P & K yang 12 jilid di majalah Panji Masyarakat (no. 348, Januari 1982) dan Kiblat (20 Januari-5 Febuari 1982). Bahkan kemudian muncul selebaran yang merupakan cetak ulang tulisan Natsir itu. Ada pula pengantarnya. Tahun lalu Tim P-7 (Penasihat Presiden tentang Pelaksanaan Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) diminta mempelajari buku itu. Dan Januari lalu hasil pengkajian itu diserahkan kepada Presiden Soeharto. "Terserah Presiden, akan diapakan saran karni itu. Kami 'kan cuma penasihat saja," kata Dr. Roeslan Abdulgani, Ketua P-7. Buku itu digunakan serentak di sekolah negeri sejak Oktober 1980. Reaksi pertama sebenarnya datang dari Fraksi Persatuan Pembangunan. Dalam Sidang Paripurna DPR, 13 Juni 1981, E-PP melontarkan sejumlah keberatan terhadap itu buku pelajaran wajib dari sampai SLA itu. Keberatan F-PP ini dipertajam oleh tulisan Natsir tadi. Terutama dipersoalkan F-PP hal yang berkaitan dengan kehidupan beragama dan Ketuhanan Yang Maha Esa," tutur Amir Hamzah, anggota F-PP. Dia ikut merumuskan keberatan fraksinya. Ada empat pokok yang dipersoalkan F-PP. Pertama, "kedudukan agama." Fraksi ini tak begitu setuju dengan kalimat Semua agama bersifat suci karena mengajarkan kebaikan menurut perintah Tuhan (PMP untuk kelas V SD, hal. 12). Keberatannya itu berdasarkan, antara lain, Surah Ali 'Imran ayat 19: Sesungguhnya Agama di sisi Allah hanya Agama Islam. Kedua, perihal "menghadiri upacara perayaan Hari Besar Hari Raya Keagamaan) dari umat penganut agama lain." Dengan kata lain, perihal pelaksanaan kerukunan hidup beragama. Buku PMP menceritakan bagaimana sebaiknya kita menghadiri upacara pernikahan, bila kebetulan pengantin berlainan agama dengan kita. "Kita harus ikut memberikan doa restu," kata buku PMP untuk kelas V SD, hal.13. Dalam hal ini F-PP mengemukakan Surah Al Baqarah ayat 42: Janganlah mencampurbaurkan al Haq dengan al bathil. Juga dikemukakannya Surah Al Maidah dan Su1ah Al Kafirun. Ditegur Allah Ketiga, "Tentang ketidakbolehan memilih kawan berdasarkan kesamaan agama." Buku PMP untuk kelas Vl SD, hal. 12, memuat kalimat: "Kita tidak memilih kawan berdasarkan kesamaan Agama." Menurut Amir Hamzah, kalimat itu kurang kata 'saja', hingga bisa ditafsirkan keliru, misalnya, "boleh berkavan hanya dengan yang berlainan agama." Keempat, soal "berdoa untuk orang/penganut agama lain yang meninggal dunia, supaya diampuni dan diterima Tuhan Yang Maha Esa." Hal ini dianjurkan dalam buku PMP untuk kelas V SD, hal. 13. Amir Hamzah kepada TEMPO mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri pernah mendoakan pamandanya yang bukan Islam, akhirnya ditegur Allah. "Ini bukan, sikap fanatik. Tapi inilah agama. Agama lain, tentunya ya, begitu," katanya. Lalu, bagaimana dengan Tim P-7? Apa yang telah ditemukannya dalam 12 jilid buku PMP itu? "Oh, banyak," jawab Brigjen dr. Soedjono, anggota P-7. Ia tak bersedia menyebut secara terperinci. Namun hal yang berkaitan dengan agama juga menjadi persoalan P-7. Hanya tekanan nadanya terdengar lain. "Uraian dalam buku PMP itu selalu ditonjol-tonjolkan, kok, perbedaan agamanya," kata Soedjono pula. "Misalnya, soal tolong menolong. Karena yang jatuh itu orang Islam, saya sebagai orang Kristen lantas wajib menolongnya. Ini, kok, agama dibawa-bawa." Bejrkata pula Roeslan Abdulgani, "Kita mesti bersikap normal. Kalau kita menolong orang, nggak pakai tanya, orang itu Sunda atau Aceh, Islam atau Kristen." Inilah pokok keberatan P-7 terhadap isi buku PMP yang berkaitan dengan agama. Dan sebagai buku pelajaran sekolah ada yang lebih relevan yang ditemukan oleh P-7, soal gaya dan bentuk tulisannya. Menurut penilaian P-7, buku PMP, terutama yang untuk SD, menjemukan kalau dibaca. "Pelajaran, yang disebutkan bertujuan menjaga keampuhan Pancasila ini, seharusnya membangkitkan kegairahan anak mempelajarinya," kata Soedjono berapi-api. Caranya, Pak? "Umpamanya disajikan dalam bentuk cerita yang menarik, tidak membingungkan anak," sahutnya. Dan, menurut Soedjono mau pun Roeslan, bila perlu tak usah menyebut-nyebut kata 'Pancasila". "Cuma harus tetap berpedoman pada Ketetapan MPR no. II tahun 197B." Bagaimana lagi sebaiknya pelajaran PMP disampaikan kepada murid. "Untuk tingkat SMP, sebaiknya masih cerita, tapi yang berbau petualangan," kata Roeslan pula. "Untuk anak-anak SMA, sudah harus mengemukakan kasus-kasus, jangan dongeng saja." Ini sesuai dengan pendapat seorang guru PMP di sebuah MA di Jakarta (lihat box). Pendapat P-7 tentang pelajaran PMP ini? "Kalau PMP dianggap sebagai pelajaran saja, sebagai ilmu, nggak kena," ujar Roeslan Abdulgani. "Jangan disamakan dengan agama. Sebab, agama bisa ditanamkan dalam keluarga." Menurut Soedjono apakah anak didik meresapi PMP, penilaiannya tak bisa hanya dengan angka. "Ini 'kan termasuk pelajaran budi pekerti. Jadi bisa diketahui lewat tingkah-laku anak itu sehari-hari, sudah memahami pelajarannya atau belum. " Salah Cetak Sementara itu Mohammad Natsir mengira pihak Dep P & K hanya berdiam diri saja. Ternyata tak benar. Pro. Darji Darmodiharjo, Dirjen PDM (Pendidikan Dasar dan Menengah) bercerita bahwa tim penyusun buku ini selalu bertemu dua bulan sekali dan menggarap "tanggapan terhadap buku PMP darimana saja datangnya." Dirjen ini ikut bertanggungjawab terhadap isi buku PMP resmi ini. Dia menerima semua kritik dengan ikhlas. "Buku PMP itu penting. Kalau ada komentar dari mana-mana, yang minta agar disempurnakan penulisannya, itu biasa," kata Darji. Buku-buku itu ditulis, menurut Dirjen itu, dengan mengambil contoh kehidupan sehari-hari. "Saya sudah merasa mantap dengan buku tersebut karena penyusunnya datang dari berbagai ahli. Cara penyajiannya memang masih perlu disempurnakan," katanya. Mohammad Natsir dalam tulisannya juga melontarkan soal kalimat dalam P.UP untuk kelas 11 SMA, hal. 5, "bahwa dengan akal pikiran dan bahasa, manusia dapat mengenal sifat-sifat Tuhan, bahkan zat Tuhan." Bagaimana? Brigjen Haji Imam Sudarwo, anggota tim penyusun PMP, yang kebetulan mendampingi Darji, menjawab dengan tertawa: "Wah, itu salah cetak, dan sudah kami bagikan eratanya. Kata babkan di situ seharusnya bukan." Meski diakui kurang sempurna, kedua belas buku PMP itu tak akan ditarik dari peredaran. "Yang penting bagaimana cara guru menyampaikan pelajaran ini. Sebagian besar guru PMP sudah ditatar," kata Darji."Nanti, kalau kami cetak kedua kalinya, tentu akan ada perbaikan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus