Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Radiasi Luar Angkasa Rusak Otak Astronaut, Misi Mars NASA Batal?

Efek radiasi luar angkasa terus menerus selama 6 bulan --waktu yang diperlukan untuk ke Mars-- bisa merusak saraf otak astronaut,

14 Agustus 2019 | 06.51 WIB

Gelombang Kosmik, Ancaman Terbesar Astronaut
Perbesar
Gelombang Kosmik, Ancaman Terbesar Astronaut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta – NASA tampaknya perlu mempertimbangkan misi penjelajahan mereka ke Mars pada pertengahan 2030, karena sebuah penelitian menemukan fakta mengenai efek radiasi luar angkasa yang dapat berpengaruh pada jaringan otak astronot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penelitian yang dilakukan oleh Charles Limoli bersama Munjal Acharya dan Janet Baulch dari Departemen Onkologi Radiasi Univerisitas California, Irvin (UCI), serta Peter Klein dari Departemen Bedah Saraf Universitas Stanford menggunakan fasilitas iradiasi neutron terbaru ketika melakukan penelitian terhadap tikus, menemukan efek dan tingkat radiasi luar angkasa bagi otak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Dengan menggunakan fasilitas iradiasi neutron dengan dosis rendah, kami telah menemukan fakta bahwa paparan dosis rendah menghasilkan komplikasi neurokognitif serius yang terkait dengan gangguan transmisi saraf," ujar Charles Limoli.

Para peneliti melakukan uji coba terhadap 40 ekor tikus dengan memaparkan 1 miligray (mGy) radiasi per hari selama 6 bulan, dengan dosis dan durasi yang sama seperti yang akan dialami astronot saat melakukan perjalanan ataupun pulang dari Mars, yaitu enam sampai sembilan bulan. Berbeda dengan Bumi, astronot yang mengorbit di sekitar planet tersebut lebih rentan terhadap radiasi karena tidak dilindungi oleh magnetosfer.

Hasil radiasi yang terpapar pada otak tikus menyebabkan kerusakan pada otak yang mempengaruhi perilaku mereka. Tikus menjadi lebih cenderung cemas dan mudah takut, serta terdapat kerusakan memori dalam jaringan otak.

Melalui studi fisiologis perubahan perilaku tikus disebabkan oleh gangguan sinyal seluler pada dua area utama otak, yakni hippocampus yang terkait dengan pembelajaran dan memori, serta korteks prefrontal, daerah perencanaan perilaku kognitif pada otak. 

Bagian otak itu mempengaruhi pengambilan keputusan dan perilaku sosial. Tindakan pengambilan keputusan secara cepat akan sangat dibutuhkan ketika pesawat mengalami turbulensi, sehingga dapat memunculkan permasalahan yang serius. 

"Tikus menunjukkan gangguan yang parah dalam pembelajaran dan aktivasi memori. Mereka pun menjadi lebih mudah cemas. Gangguan ini menghadirkan keprihatinan yang lebih serius,” 

Setelah astronot AS Scott Kelly menghabiskan 340 hari di luar angkasa di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), pengujian ekstensif menunjukkan kemampuan kognitifnya menurun. Radiasi dari luar angkasa diketahui dapat menyebabkan penyakit dan meningkatkan resiko kanker seumur hidup bagi para astronot. 

Kemungkinan satu dari lima astronot yang melakukan perjalanan ruang angkasa dalam waktu  lama akan mengalami gejala seperti kecemasan, sementara satu dari ketiganya akan menderita kehilangan ingatan.

 

"Apakah itu akan menyebabkan mereka melupakan ingatan jangka panjang mereka atau lupa bagaimana menerbangkan pesawat ruang angkasa? Tentu saja tidak. Tapi manifestasi halus penurunan nilai ini terbukti bermasalah dalam keadaan darurat tertentu," kata Limoli.

Hingga kini, belum ada teknologi yang cukup canggih untuk mensimulasikan paparan radiasi ruang angkasa secara akurat. Paparan radiasi dosis jangka pendek dan dosis tinggi yang telah diekspos tikus pada uji coba, tidak cukup dekat dengan apa yang sebenarnya terjadi di Mars yang terbakar Matahari. Hasil uji coba ini hanya memberikan gambaran yang jauh lebih akurat mengenai beberapa potensi yang akan terjadi pada manusia.

NASA menyadari potensi berbahaya radiasi bagi para astronotnya. Badan antariksa itu membantu mendanai studi baru, yang diterbitkan Senin, 5 Agustus 2019 di eNeuro, jurnal akses terbuka Society for Neuroscience.

Penelitian ini dilakukan bukan untuk membatalkan misi, akan tetapi membantu mereka  mengantisipasi masalah radiasi tersebut.

Sebelum melakukan ekspedisi penjelajahan manusia ke Mars, NASA tengah mengembangkan ekspedisi penjelajahan ke Mars tanpa awak, dengan mengirim penjelajah robotik pada 2020. Perjalanan ke Mars membutuhkan waktu selama 6 hingga 9 bulan dengan teknologi propulsi saat ini.

SPACE | EXPRESS | SYFY WIRE | THE NEXT WEB | CAECILIA EERSTA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus