SEORANG ahli fisika CSIRO, 'LIPI'-nya Australia, punya isteri
tuna rungu. Saking cintanya kepada isteri, kepada ilmu fisika
dan teknologi, dia mencoba menggunakan gelombang radio dengan
sistim modulasi frekwensi (FM) untuk berkomunikasi dengan si
isteri. Di leher wanita itu digantungi suatu pemancar-penerima
FM. Sang ahli fisika hanya menggunakan radio pemancar FM dengan
mikrofon saja.
Eksperimen itu berhasil. Alat itu berhasil meneruskan suara si
pembicara, dengan menyaring gangguan kebisingan dari luar.
Sayang alat buatan ahli fisika CSIRO itu belum begitu praktis
karena besarnya. Namun Laboratorium Akustik Nasional (NAL)
Australia, telah mengambil oper ciptaan itu dan bermaksud
memproduksinya dalam bentuk mini.
NAL juga telah menguji 'mulut + kuping elektronis' yang
disempurnakan itu pada lebih dari 50 anak tuli di sebuah sekolah
di Sydney. Hasilnya cukup baik. Isyarat radio FM berfrekwensi
rendah dan tenaga rendah pula dipancarkan oleh sebatang antena
tongkat dari bahan ferrite (bubuk besi yang dipadatkan) pada
pemancar, dan diterima oleh antena serupa pada pesawat penerima.
Empat saluran frekwensi tersedia, yang dapat diubah-ubah dengan
memutar tombol walkie-talkie mini itu.
Bagaimana Kalau Pindah
Departemen Pos & Telekomunikasi Australia telah menyediakan
empat saluran frekwensi untuk alat pendengar dengan gelombang
radio induksi itu. Menurut Graham Donald, Kepala Bagian Teknik
NAL, "keempat saluran frekwensi itu dapat digunakan di semua
lokasi." Maksudnya mungkin, tak ada bahaya tabrakan dengan
gelombang radio lain.
Sebaliknya, 'mulut + kuping elektronis' itu juga tak akan
mengganggu komunikasi radio lainnya, sebab jangkauan maksimalnya
hanya 12 meter-sama dengan jangkauan suara normal. Kalau daya
pancar itu mau dikurangi, cukup dengan memutar tombol saja.
Dengan empat saluran frekwensi itu, alat pendengar baru itu
dapat bekerja di 20 ruangan dalam satu gedung sekolah, tanpa
saling mengganggu. Ibu atau bapak guru diberi tombol pengontrol
frekwensi dalam kelas yang memungkinkannya memblokir siaran dari
kelas lain.
Penerima yang dipakai si siswa tuli sudah tergabung dengan alat
pendengarnya. Untuk bicara, dia harus menekan tombol
walkie-talkie-nya. Kalau tombol dilepas, dia dapat mendengarkan
jawaban orang yang diajaknya bicara.
Bagaimana kalau pindah sekolah? nia tak perlu mengganti alat
pendengar baru. Cukup memutar tombol frekwensi untuk
menyesuaikan kupingnya dengan frekwensi di sekolah yang baru.
Tapi bagaimana kalau seorang tuli dari Australia, yang sudah
dilengkapi dengan alat itu pergi ke luar negeri? Untuk itu,
Donald berpendapat bahwa perlu ada penyeragaman frekwensi alat
pendengar di seluruh dunia. Laboratoriumnya telah mengajukan
usul itu ke konferensi akustik internasional di Jenewa, tahun
ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini